Mohon tunggu...
Ghofar Ismoyo Aji
Ghofar Ismoyo Aji Mohon Tunggu... Guru

Menulis adalah satu tanda bahwa manusia masih berpikir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Seberapa Aman Sekolah untuk Siswa dan Guru?

28 September 2023   11:54 Diperbarui: 1 Oktober 2023   19:11 898
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Mengajar murid di luar kelas. (Foto: KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA)

Sekolah sebagai tempat melakukan aktifitas pendidikan dan pembelajaran seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman karena ditempat inilah generasi bangsa dididik untuk menjadi generasi emas yang akan membawa kemajuan bagi bangsa. Namun bagaimana kondisi sekolah saat ini?

Beberapa kasus kekerasan dalam dunia pendidikan sepertinya sudah tidak asing lagi di telinga kita. 

Mulai dari kasus guru yang diketapel matanya oleh orang tua murid sampai buta di Bengkulu, guru mencukur siswi yang tidak memakai jilbab di Lamongan.

Ada juga anak SD yang dicolok matanya sampai buta di Gresik, siswa yang dipukuli oleh siswa yang lain sambil di rekam di Cilacap dan kasus-kasus lainnya yang mungkin tidak terekspos, seolah kasus-kasus demikian terus berulang dari setiap tahun.  

Dari data yang disampaikan oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada bulan Januari hingga Agustus tahun 2023 sudah tercatat 16 kasus perundungan. 

Dari data tersebut kasus perundungan paling banyak dilakukan di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan proporsi 25% dari total kasus. 

Kemudian perundungan juga terjadi di Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mendapat prosentase 18,75%. Sementara di Madrasah Tsanawiyah dan Pondok Pesantren mendapat 6,25% dari total kasus.

Data lain yang dihimpun dari Biro Data dan Informasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menyebutkan bahwa pada periode Januari-April 2023 terdapat 251 anak berusia 6-12 tahun menjadi korban kekerasan di sekolah. 

Sedangkan anak usia 13-17 tahun sebanyak 208 anak menjadi korban kekerasan, bahkan anak usia dibawah enam tahun tercatat ada 10 anak yang mengalami kekerasan.

Gambar guru membimbing siswa, sumber; koleksi pribadi
Gambar guru membimbing siswa, sumber; koleksi pribadi

Jika kita mundur satu tahun ke belakang pada Desember 2022 data dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat bahwa pelaku kekerasan di sekolah 77 kasus dilakukan oleh siswa dan 177 kasus dilakukan oleh guru. Hal ini menandakan bahwa pelaku kekerasan mayoritas adalah guru.

Jika melihat data dari laman kekerasan.kemenpppa.go.id kekerasan yang dilakukan oleh seorang guru dari tanggal 1 Januari 2023 sampai 28 September 2023 terdapat 560 kasus. Tentu itu bukan jumlah yang sedikit dan harus dipungkasi agar tidak terus terulang setiap tahun.

Namun, apakah berarti guru hanya berperan sebagai pelaku saja? Dari berita yang beredar di media sosial. Guru juga berpotensi menjadi korban kekerasan, walaupun kasus tersebut tidak mendominasi, pengangkatan kasus guru sebagai korban kekerasan tidak tepat juga jika tidak diangkat. 

Kasus guru diketapel matanya oleh orang tua siswa di Bengkulu, dan guru yang dibacok saat membagikan soal PTS di Demak dan kasus-kasus lain yang tidak terangkat seharusnya juga menyadarkan bahwa guru juga berpotensi sebagai korban kekerasan di sekolah.

Jadi dengan data seperti itu apakah sekolah menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi siswa dan guru?

Pemerintah melalui Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan satuan pendidikan. 

Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan sekolah mampu menjalankan prosedur pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan agar tercipta suasana yang aman dan nyaman, sehingga kejadian-kejadian sebagaimana yang dipaparkan diatas tidak kembali terulang. 

Namun, efektivitas peraturan tersebut kembali kepada kesungguhan / komitmen dari segala unsur yang ada di sekolah untuk menjalankannya karena peraturan yang tidak dipedomani dan dijalankan hanya akan menjadi tulisan tanpa makna dan tentu akan berujung sia-sia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun