Mohon tunggu...
Ghofar El Ghifary
Ghofar El Ghifary Mohon Tunggu... Guru - Nama saya adalah Abdul Ghofar dan memiliki nama pena Ghofar El Ghifary. Saya adalah seorang guru dan juga pegiat literasi. Salam Inspiratif!

Saya berasal dari Bojonegoro, Jawa Timur dan kini tinggal di Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Social Distancing" Itu Fisiknya, Bukan Pikiran dan Hatinya

2 April 2020   09:24 Diperbarui: 2 April 2020   09:39 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Manusia adalah makhluk sosial. Yang setiap individu memiliki hasrat untuk saling berinteraksi. Terlebih di belahan bumi Indonesia, negeri yang terkenal "gemah ripah loh jinawi" ini.

Warga negara Indonesia adalah sekumpulan manusia yang memiliki tingkat kepedulian sosial yang sangat tinggi. Indonesia di mata dunia terkenal keramahannya. Sikap para penduduknya yang santun, hingga tutur katanya yang lembut menjadi alasan tersendiri bagi para turis berbondong-bondong untuk singgah ke negeri ini.

Lain pada masa pandemi seperti sekarang ini. Semenjak Covid-19 unjuk gigi, para penduduk negeri terpaksa aktivitas sosialnya harus dibatasi. Demi mencegah penyebaran yang masif dari virus corona yang cukup mematikan ini.

Itu semua adalah kebijakan dan imbauan dari pemerintah. Agar efek Covid-19 ini tidak semakin parah. Bahasa kece-nya social distancing, jaga jarak aman minimal satu meter saat berinteraksi.

Sebenarnya social distancing ini yang dijaga adalah jarak fisiknya, tetapi justru yang terjadi saat ini pikiran dan hati kita ikut-ikutan jaga jarak aman. Pikiran tak peduli dengan kesulitan orang lain, sehingga sikap tak acuh terhadap sesama bisa terjadi. Sedangkan hati juga tak kalah ikut-ikutan jaga jarak, sehingga dengan sesuka hati mulut dengan mudah mencaci dan memaki.

Ini menjadi salah satu bagian dari efek terburuk di tengah pandemi. Pada saat-saat krisis kesehatan bahkan ekonomi seperti sekarang ini, jangan sampai wabah "krisis sosial" juga kita alami. Fenomena buruk seperti ini jangan sampai berlanjut terus menerus tetap terjadi.

Negeri kita tercinta sedang merana, akibat keganasan Covid-19 atau virus corona. Indonesia butuh orang-orang yang optimis, untuk membabat berbagai krisis sampai habis.

Yang kaya jangan jumawa. Yang miskin jangan merasa paling prihatin. Kita butuh saling berpegangan tangan dalam melakukan kebaikan, bukan sikap berpangku tangan. Setiap orang wajib berperan. Tak mudah asal menuduh hingga malah membuat situasi menjadi gaduh.

Mari saling memberi perhatian. Mari saling menjaga perasaan. Semoga masalah kita bersama ini segera terselesaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun