Mohon tunggu...
Diah Simangunsong
Diah Simangunsong Mohon Tunggu... Pelaut - Memperpanjang langkah

Berjalanlah selagi masih punya kaki dan mata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perempuan Sedang Memperjuangkan Kebebasan Memilih

9 Maret 2023   14:50 Diperbarui: 9 Maret 2023   15:02 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian kaki perempuan setelah kena klalpot, tapi tetap ke sawah demi melihat cuan-cuannya (Dok. pribadi)

Hai, hai, hai...

Kali ini kita akan ngobrol tentang cerita kaumku, yakni Perempuan. Pas banget gak sih, kemarin Hari Perempuan Internasional 2023. 

Bicara tentang perempuan, maka akan bicara tentang emansipasi dan beratnya menjadi perempuan. Benar! aku setuju itu karena aku aku juga merasakan beratnya menjadi perempuan.

Sebelum jauh-jauh nih disclaimer dulu yaaa, aku sangat pro feminisme, bahwa harus adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Tapi tidak berlebihan yaa!

Feminisme bukan berarti perempuan lebih tinggi dari laki-laki. Laki-laki dan perempuan itu penting dalam keseimbangan dunia. Perempuan penting! salah satunya menghasilkan generasi tapi bukan berarti wanita itu mesin untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya generasi.

Laki-laki juga penting! salah satunya sebagai penerus kesukuan bagi beberapa suku di Indonesia. Seperti aku yang suku Toba, marga hanya bisa diturunkan oleh laki-laki sesuai dengan ketentuan adat.

Kita bicara tentang kesetaraan yaa...

Di masyarakat Toba, setiap keluarga berusaha dengan berbagai cara untuk mendapatkan anak laki-laki demi meneruskan marga, maka seorang laki-laki akan meminta istrinya untuk terus melahirkan demi mendapatkan anak laki-laki ataupun akan menikah dengan beberapa perempuan.

Tapi tidak semua, Atokku yang bersuku Toba (penyebutan untuk kakek di keluargaku) menikah dengan perempuan lain, setelah memiliki seorang anak laki-laki dan satu anak perempuan. JIka bicara soal meneruskan marga, dia sudah punya anak laki-laki yang akan meneruskan marganya.

Bapakku yang memiliki 3 putri tanpa anak laki-laki juga tidak berusaha meminta ibuku untuk terus-menerus menambah  keturuan sampai dapat anak laki-laki ataupun mencari istri lain. Bapakku tetap setia dengan ibuku tercinta. 

Perempuan harus bisa masak di dapur dengan menghasilkan makanan yang enak dan beragam. Tapi masak itu soal kebutuhan manusia untuk makan, laki-laki dan perempuan itu manusia. Jadi masaklah untuk kebutuhan masing-masing.

Bicara soal warisan, anak perempuan lebih sedikit dapat bagian dari yang pria karena apapun yang terjadi pada perempuan itu menjadi tanggungjawabnya laki-laki, singkatnya demikian. Atau minta orang tuamu menghibahkan hartanya sebelum beliau meninggal.

Sama yang dilakukan Atokku dengan anak-anaknya, sebelum dia meninggal, dia membagikan hartanya dengan rata antara anak perempuan dan anak laki-laki, agar tidak ada pertikaian dan kecemburuan setelahnya.

Atau pandangan lain, laki-laki lebih kuat tenaganya dari pada perempuan. Tapi bukan berarti perempuan itu lemah sehingga tidak bisa melakukan apapun tanpa adanya laki-laki. Aku bisa mengupas kulit kelapa tua yang keras karena kebutuhan.

Jika perempuan atau laki-laki tidak melakukan yang biasa terjadi di masyakat, sudah barang pasti kamu akan mendapatkan komentar orang lain. Lalu kemudian bagaimana? jika merasa benar maka pertahankan dan komunikasikan.

Masyarakat akan menjadi masyarakat. Budaya akan terus menjadi budaya. Jika ingin mengubah sangat sulit tapi tidak ada salahnya untuk memulai. Namun semua keputusan akan menemukan pro dan kontranya.

Oke, kita kembali ke perempuan yaaa...

Bukan berarti wanita yang childfree, independen secara financial, atau bisa membiayai kebutuhan keluarga adalah gambaran dari perempuan yang seharusnya. Sedangkan perempuan yang memasak di rumah, perempuan yang memiliki banyak anak, perempuan yang tidak bekerja atau aktifitas perempuan adalah perempuan yang terbelenggu.

Jika pandangannya demikian bagaimana jika ada perempuan yang memang ingin punya anak demi memperbanyak keturunan? bagaimana jika ada perempuan memilih untuk tidak berkerja setelah menikah?

Menurut saya, Perempuan bebas memperjuangkan kebebasan haknya, hak untuk berpendidikan, hak untuk bekerja dan hak untuk memilih terlepas dari apapun pilihannya. 

Memilih untuk punya anak atau tidak, memiliki untuk menjadi ibu rumah tangga atau tidak, memilih untuk berpendidikan atau tidak, dan pilihan-pilihan yang lainnya, sama halnya dengan pria. 

Jika ada omongan atau stigma masyarakat jadikan itu sebagai tantanganmu untuk memperjuangan hak kamu. Karena setiap pilihan pasti akan ada konsekuensinya.

Kita sebagai manusia bebas melakukan apapun asal itu tidak melanggar aturan kemanusian. Hanya itu saja!

So, aku mengucapkan selamat Hari Perempuan Internasional 2023, semoga para perempuan semakin kuat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun