Mohon tunggu...
Ghiyats Fawwaz
Ghiyats Fawwaz Mohon Tunggu... -

Darussalam Gontor

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Kyaiku: Gontor Adalah Cita-cita Saya!

28 Maret 2015   03:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:54 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hamparan lapangan ber-paving block di depan gedung Rabithah setiap pagi kini tak lengang ditinggal para santri yang belajar di kelasnya masing-masing. Setiap pagi, berdiri disana sosok yang kami rindukan, sedang berjuang. Berjuang untuk pulih, aku tak bilang sembuh, karena aku yakin beliau tidak sakit, beliau hanya butuh istirahat, lalu kembali memberikan kata-kata dan semangatnya untuk kami. Mungkin, ini adalah anugerah Allah, cara-Nya agar beliau beristirahat sejenak dari perjuangannya yang tanpa henti dan tanpa lelah, Kyaiku, KH. Abdullah Syukri Zarkasyi.

Sudah 3 tahun beliau dalam kondisi seperti ini. Aku, terlebih semua asatidz, santri, bahkan seluruh alumni Gontor begitu merindukan beliau. Merindukan semangat beliau, pidatonya, gaya bicaranya yang khas, ketegasannya, dan segala hal tentang beliau. Aku begitu kagum, ada orang di dunia ini seperti beliau yang begitu peduli dengan banyak hal, mampu menguasai banyak hal, dan mampu memanage banyak hal. Tak pernah terfikir, bagaimana beliau mampu membawa Gontor begitu masyhur? bagaimana beliau mampu memiliki pengaruh yang besar, tak hanya kepada kami, santri-santrinya, bahkan sampai tingkat nasional, sampai internasional pun beliau begitu dihormati? Beliau adalah "Den Ngabehi" yang menurutku, begitu fenomenal. Kemampuan multitasking seorang Kyai yang begitu luarbiasa, tak banyak orang bisa seperti beliau.

Siapapun merasa ngeri dan sungkan apabila berhadapan dengan beliau langsung. Face to face dengan beliau tak ubahnya menghadap presiden, mungkin lebih dari presiden. Aura ketegasan, sorot mata tajam dan gerak-geriknya yang khas selalu membuat kami harus selalu tampil perfect, mampu menguasai segala permasalahan yang ingin dilaporkan. Jangan harap beliau terima laporan kalau ada kesalahan, atau tak bisa menjawab pertanyaan dari beliau. Itu ketegasan, itu pendidikan yang nyata dari beliau. A perfection.

Beliau selalu menyelipkan wejangan-wejangan yang membesarkan hati kami, memotivasi kami, membuat kami merasa 'tidak biasa'. Beliau selalu memberikan keyakinan, bahwa kami adalah orang-orang yang berharga dan mahal harganya. Kata-kata yang membuat kami terpompa untuk berkembang lebih baik, tumbuh menjadi lebih berpengalaman, meski otodidak. Disinilah kami mengembangkan diri, lapangan perjuangan yang tak ada habisnya mencetak orang-orang yang Inshaallah luarbiasa, Gontor.

Jalan hidup beliau adalah jalan Gontor. Selalu, beliau mengungkapkan bahwa apa yang dilakukannya tak lebih hanya demi pondok tercinta, Pondok Modern Darussalam Gontor. "Gontor adalah cita-cita saya!" itu pekik beliau suatu saat. Pekikan yang selalu aku ingat, dan menjadi dorongan besar buatku. Sebuah deretan kata yang begitu bersejarah buatku, dinding-dinding di aula BPPM itu jadi saksi, betapa beliau punya mimpi besar, mimpi Gontor. Pak Kyai, saya juga punya cita-cita yang sama, mimpi yang sama, meski di tempat yang berbeda.

Segala yang dilakukannya, untuk Gontor, untuk santri-santrinya, untuk kemashlahatan Pondok ini. Tanpa mencari keuntungan pribadi. Andai mau, mungkin beliau bisa saja membangun rumah megah, besar, mobil banyak. Tapi bukan itu yang dicari, bukan dunia yang dikejar. Amanat, mashlahat dan akhirat yang beliau selalu ajarkan saat berjuang untuk pondok ini.

Ini adalah ungkapan rindu dan senduku, tiap kali berpapasan dengan beliau yang tak lelah melakukan terapi, latihan-latihan untuk kembali pulih saat berjalan menuju gedung megah nan kokoh Rabithah. "Saya harus sembuh tahun ini!" Kata beliau lirih, tak begitu jelas. Tapi itu kata-kata yang kurekam dalam-dalam. Saat itu Kumpul Kemisan guru-guru KMI. Hati ini sesak, haru, tapi bangga dan takjub dengan semangat beliau yang begitu luarbiasa. Aku menangis, tanpa terasa. Andai bisa, aku ingin membantu apa yang bisa kulakukan untuk beliau. Aku percaya Allah punya jalan yang indah dan baik untuknya.

Allah selalu bersamamu Pak Kyai, kami selalu mendoakanmu. Semoga Allah segera mengijabahi doa santri-santrimu. Kami menunggumu Pak Kyai, kami menunggumu kembali memberikan kata-kata penuh kekuatan untuk kami.

اللهم رب الناس أذهب البأس, إشفيه أنت الشافي لا شفاء إلا شفاءك, شفاء لا يغادر سقما و لا ألما, آمين يا رب العالمين

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun