GHITHA HUMAIRA SADEWA/191241131
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AIRLANGGA
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah jenis demam berdarah buatan yang disebabkan oleh virus dengue, yang disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Epidemi ini merupakan ancaman serius bagi kesehatan masyarakat, terutama di daerah tropis dan subtropis seperti Indonesia. Karena penyebarannya yang terus-menerus, demam berdarah sering menyebabkan terjadinya hujan umat Islam ketika populasi nyamuk meningkat secara signifikan. Dalam menangani penyakit ini, banyak tekanan yang diberikan pada sistem kesehatan masyarakat di banyak negara, termasuk Indonesia, yang perlu mengambil tindakan proaktif dalam mencegah dan mengobati demam berdarah secara efektif. Salah satu tantangan utama yang dihadapi dalam memerangi demam berdarah adalah meningkatnya frekuensi demam berdarah dan berbagai bentuk penyakitnya
Virus dengue memiliki empat serotipe berbeda (DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4), sehingga seseorang yang pernah terinfeksi satu serotipe masih berisiko terinfeksi serotipe lain di masa mendatang. Hal ini menyebabkan risiko terjadinya infeksi berulang yang dapat meningkatkan peluang terjadinya dengue berat atau dengue shock syndrome (DSS), yang berpotensi fatal jika tidak ditangani secara cepat dan tepat. Dalam hal ini, tantangan bagi sistem kesehatan adalah bagaimana memastikan diagnosis dini dan memberikan pengobatan yang optimal pada pasien dengan gejala yang bervariasi. Masyarakat sering kali tidak memahami bahwa lingkungan yang tidak bersih dan adanya genangan air yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes merupakan faktor utama dalam penyebaran demam berdarah. Ketidakpedulian terhadap kebersihan lingkungan, terutama di daerah padat penduduk, membuat upaya pencegahan menjadi lebih sulit dilakukan.
Oleh karena itu, peran kesehatan masyarakat dalam edukasi dan sosialisasi tentang pencegahan demam berdarah sangat penting. Kampanye tentang pentingnya 3M (Menguras, Menutup, dan Mengubur) tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk harus terus digalakkan sebagai langkah preventif. Perubahan iklim yang mengakibatkan curah hujan yang tidak menentu dan peningkatan suhu global memperluas wilayah penyebaran nyamuk pembawa virus dengue, yang menyebabkan wabah di daerah yang sebelumnya tidak terdampak. Urbanisasi yang cepat di negara-negara berkembang juga berperan dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan populasi nyamuk, seperti sistem drainase yang buruk dan kepadatan penduduk yang tinggi.
Kesehatan masyarakat bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan terhadap populasi nyamuk melalui pemantauan jentik nyamuk di berbagai tempat. Selain itu, pengasapan (fogging) merupakan salah satu langkah yang sering dilakukan untuk membasmi nyamuk dewasa di daerah yang teridentifikasi memiliki kasus demam berdarah. Oleh karena itu, program pemberdayaan masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan upaya pemberantasan sarang nyamuk (PSN) perlu diintensifkan.
Meningkatkan kapasitas rumah sakit, menyediakan fasilitas medis yang memadai, serta memastikan ketersediaan obat-obatan dan peralatan untuk menangani pasien demam berdarah merupakan langkah penting dalam mengurangi angka kematian akibat penyakit ini. Secara keseluruhan, tantangan demam berdarah memerlukan kerjasama yang kuat antara pemerintah, sektor kesehatan, dan masyarakat luas. Peran tenaga kesehatan masyarakat dalam memberikan edukasi, pengendalian lingkungan, serta peningkatan akses terhadap layanan kesehatan menjadi kunci utama dalam upaya menekan penyebaran penyakit ini. Dengan adanya kesadaran yang lebih baik dan koordinasi yang efektif, diharapkan angka kasus demam berdarah dapat ditekan dan kesehatan masyarakat dapat terjaga secara optimal.
KATA KUNCI: Berdarah, Demam, Kesehatan, Virus
DAFTAR PUSTAKA
Tanjung, N., Auliani, R., Rusli, M., Siregar, I. R., & Taher, M. (2023). Peran Kesehatan Lingkungan dalam Pencegahan Penyakit Menular pada Remaja di Jakarta: Integrasi Ilmu Lingkungan, Epidemiologi, dan Kebijakan Kesehatan. Jurnal Multidisiplin West Science, 2(09), 790-798.