Mohon tunggu...
Sosbud Pilihan

Kesimpulan tentang Status Gunung Kerinci, Menanggapi Artikel Hafiful Hadi Sunliensyar

21 Februari 2018   19:43 Diperbarui: 21 Februari 2018   20:03 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebih lanjut dalam naskah Disertasi Malay Seal Inscriptions: A Study in Islamic Epigraphy from Southeast Asia oleh Dr. Annabel Teh Gallop (2002) dalam cap mohor bernomor #659 dan bernomor #661 sebagaimana yang saya tulis dalam tulisan pertama ditambah dengan Cap Mohor Pusaka Yang Dipertuan Raja Adat Buo (Dr. Annabel Teh Gallop telah melihat cap mohor ini pada tahun 2012). 

Informasi-informasi dari sumber di atas juga menyebutkan kata-kata "Gunung Berapi Hilir" yang mana setelah saya perhatikan secara menyeluruh teks-teks tersebut merujuk kepada Gunung Kerinci sekarang, sebagaimana didapati pula dalam sumber-sumber saya yang lainya di atas. Frasa Gunung Berapi Hilir dalam sumber-sumber tersebut saya pahami sebagai sebuah kesatuan yang tidak terpisahkan setelah memperhatikan karakter dan tata penulisan dari beberapa teks tersebut. 

Sebagaimana lazimnya sebuah interpretasi, pendapat Saudara Hafiful Hadi Sunliensyar yang berpendapat bahwa "Gunung Berapi Hilir" dimaknai sebagai "Gunung Berapi (ke)hilir(nya)" maupun pendapat mengenai kata-kata "tersekut" dalam tulisan sebelumnya yang dimaknai sebagai "menyeluruh" menurut bahasa Kerinci  jelas membutuhkan konfirmasi dan literatur lebih lanjut, karena terang itu baru pendapat awal dari Saudara Hafiful yang sangat dan layak dipertimbangkan.

Sebagaimana juga pendapat saya tentang "Gunung Berapi Hilir" adalah sebuah satu kesatuan dan "tersekut" menurut bahasa Minangkabau dan perandaian melayu "tersekut di kerongkongan" adalah sesuatu yang tertahan/tertumbuk juga butuh pembuktian lebih lanjut pula. Perbedaan pendapat antara saya dan saudara Hafiful Hadi Sunliensyar saya anggap hal yang biasa saja karena kedua pendapat itu berdiri di atas argumentasi dan dasar masing - masing. 

Selain daripada "Gunung Berapi" dan "Gunung Berapi Hilir" tersebut saya hanya menemukan sedikit dari sumber-sumber yang menyebut nama lain daripada Gunung Kerinci sekarang sebagai "Gunuang Gadang". Hal ini dapat kita lihat pada Syamsudin Sutan Rajo Endah (1965), penamaan lain daripada Gunung Kerinci selain dari yang tersebut di atas belumlah dapat saya jumpai sampai sekarang.

Kesimpulan saya, nama Gunung Kerinci tidak hanya satu saja yaitu "Gunung Berapi" begitu pula dengan nama Gunung Berapi dalam sumber - sumber lain juga tidak hanya merujuk kepada Gunung kerinci saja, hal ini akan saya terangkan lebih lanjut dalam pembahasan yang lain di bawah. 

II. Nama Gunung Berapi yang tidak merujuk kepada Gunung Kerinci

Sebagaimana dalam Tambo Kerintji yang telah dialih aksarakan oleh Voorhoeve (1941) dengan nomor 112 pusaka Datoek Dementi Depati Gajo Doesoen Koeto Simpai sebagai sebuah Credential Letter / Surat Cap dari Daulat Yang Dipertuan Pagaruyung kepada Sultan Palembang yang berbunyi sebagai berikut " 25) yang menaruh emas jatah jati......dalak pedagangan ialah sultan yang menaruh emas...........(26) menteri jadi sendirinya ialah sultan yang menaruh gunung surga tempat segala aulia Allah jadi (27) sendirinya ialah sultan yang menaruhkan gunung berapi bertatahkan cempaka biru2 berbunga (28)kan bunga seri menyeri jadi sendirinya ialah sultan yang menaruh kuda semberani jadi (29) sendirinya ialah sultan yang menaruh buluh perindu itulah tempat segala burung ber(30)mati sendirinya sikurniakan Allah ta'ala. Amma ba'du, kemudian daripada itu setamat yang ta'zim dan takrim serta (31) tahkim dan taslim dan suka hati dan putih hati daripada nenda yang dipertuwan tembo (?) pesa (?) (32) jangan diperbula-bula apabila diperbula2 dimakan bisa kawi daripada berkat daulat yang dipertuwan (33) dan barang ma'lum kiranya cucunda akan hal nenda sudah mengurniakan kebesaran nenda telah sudah kami (34) sukakan kepada cucu kami sultan Palembang barang ditinggikan Allah kiranya 'amalnya dan imannya (35) min dar al dunia ila dar al-akhirat amin summa amin".

Sumber kedua dalam Credential Letter/Surat Cap untuk Haji Abdul Gani di Kerinci dari Daulat Yang Dipertuan Pagaruyung dalam Tambo Kerintji (1941) nomor 142 pusaka Depati Moedo Doesoen Kemantan Barat yang dapat dikutip sebagai berikut "ialah sultan yang menaruhkan keris pijaran gidang, ialah sultan yang menaruh kerbau benua sati, ialah sultan yang menaruh ayam biring sangka nani, ialah sultan yang menaruh kuda sengberani, ialah sultan yang menaruh gunung berapi sendirinya, ialah sultan yang menaruh laut tawar sehari pelayaran, ialah sultan yang menaruh perindu tempat segala burung lekar mata, ialah sultan yang menaruh bunga seri menceri, ialah sultan yang menaruh bunga cempaka kembang biru, ialah sultan yang menaruh tiang balai teras jelatang, ialah sultan yang menaruh bukit kembak lantai batu, ialah sultan yang menaruh gunung besi tempat raja mi'raj ke gunung berapi, ialah sultan yang menaruh lapik daun ilalang, ialah sultan yang menaruh sungai mas airnya bunga, ialah sultan yang menaruh lenggundi hitam, ialah sultan yang menaruh samar kantang amin ya rabba-l 'alamin.

Itulah kebesaran dan kemuliaan turun temurun kepada anak cucunya sekarang kini ada jua. 'Alamat surat titah daulat Yang dipertuan setia minal wajhi al'aliyulkarim, ialah anak cucu di dalam daerah alam Kerinci adanya. Amma ba'du, adapun kemudian daripada itu akan keadaan titah kami, ialah hendak memberi kurnia izin yang mutalak dunia akhirat adanya seperti katanya wakil kami Haji Abdulgani yang bebetulan syara ' hendaklah di 'amalkan dengan kerapatan segala orang besar2 kami laki2 dengan perempuan semuanya".

Sumber ketiga dalam Tambo Kerintji (1941) nomor 143 pusaka Depati Penawar radjo Doesoen Air Hangat yang tertulis sebagai berikut " Bab inilah fasal pada menyatakan turun nenek Indar Bayang, turun dari negeri Koto Batu bapagaruyung, ia hendak menjalang luak Kunci (maksudnya: Kincai = Kerinci) Sungai Kunci, maka didaki gunung Senggalang, lepas dari gunong itu didaki pula gunung Berapi, lepas dari gunung itu didaki pula gunung Saga, tetapat di Pariang Padang Panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun