Mohon tunggu...
Ahlal GhinaBillah
Ahlal GhinaBillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seablue_b

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Kedudukan Anak Berkewarganegaraan Ganda Di Indonesia: Baik Atau Buruk

2 Mei 2024   13:23 Diperbarui: 2 Mei 2024   13:34 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks globalisasi dan mobilitas yang semakin meningkat, fenomena anak dengan status kewarganegaraan ganda menjadi hal penting, terutama di Indonesia yang memiliki kebijakan hukum yang khas terkait hal ini. Namun, apakah kedudukan anak dengan status berkewarganegaraan ganda ini dapat disimpulkan sebagai baik atau buruk? Mari kita telaah beberapa aspek yang relevan.

Anak yang berkewarganegaraan ganda atau sering disebut affidavit yang berarti  anak yang diberikan fasilitas kemigrasian oleh pemerintah Indonesia kepada seorang anak yang mempunyai paspor asing dan berwarganegaraan ganda terbatas sesuai dengan yang ada dalam Undang-undang nomor 12 tahun 2006 bab II warga negara Indonesia pasal 4 dan pasal 5.

Diambil dari mahkamah konstitusi republik Indonesia lembaga negara pengawal konstitusi bahwasanya “Diwakili oleh fahmi bachmid selaku kuasa hukum, pemohon mendalilkan telah dirugikan hak konstitusionalnya dengan norma pasal 41 UU Kewarganegaraan. Pasal tersebut menyatakan bahwa anak hasil perkawinan antara seorang warga negara Indonesia dengan warga negara asing akan memiliki kewarganegaraan ganda. Jadi anak tersebut akan diberikan affidavit. Menurut situs web Hukum Online.com “Affidavit berbentuk selembar kertas tertulis yang berisi pernyataan yang sah yang ditempelkan (attach) pada paspor asing anak. Affidavit digunakan pada saat anak berkunjung dan tinggal di Indonesia untuk waktu yang ditentukan dalam statusnya sebagai warga negara Indonesia terbatas. Affidavit hanya berlaku untuk sekali masuk dan keluar wilayah republik indonesia”.

Hal ini dapat membawa manfaat-manfaat baik, seperti kebabasan mobilitas internasional (dapat dengan mudah bepergian antara kedua negara selagi memiliki kewarganegaraannya atau dengan adanya kebebasan mobilitas dapat dengan mudah dalam berkarir), kemungkinan untuk memiliki akses lebih luas ke fasilitas pendidikan, hubungan keluarga dan warisan budaya di kedua negara tersebut, dilindungi oleh hukum dari kedua negara, dan hak- hak lainnya yang terkait dengan kedua kewarganegaraan.

Namun, dibalik manfaat-manfaat tersebut, ada juga sejumlah masalah buruk yang muncul pada anak yang berstatus warganegaraan ganda. Salah-satunya adalah kesulitan dalam pembayaran pajak jika kewarganegaraaan mengharuskan untuk membayar pajak, kesulitan menentukan identitas secara hukum dan sosial, menghadapi biokrasi ganda seperti hak hak untuk memilih atau terlibat dalam proses politik, dan komplikasi dalam akses anak terhadap layanan keuangan atau asuransi, kalau dalam konteks hukum biasanya ada hak-hak kewarganegaraan yang mungkin bertentangan antara negara yang bersangkutan.

Diambil dari situs pendidikan dan pembelajaran terbaik mengatakan: “multipatride merupakan salah satu status dari problem status kewarganegaraan yang merujuk pada pembahasan ini. Multipatride adalah suatu penyebutan istilah untuk status kewarganegaraan ganda seseorang. Dalam UU RI 12 tahun 2006, jika seseorang memiliki 2 kewarganegaraan atau tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali, hal tersebut tidak dibenarkan. Terkecuali bagi anak-anak. Namun, ketika anak-anak tersebut sudah berusia 18 tahun, dia harus memilih status kewarganegaraan tetapnya. Memilih status kewarganegaraan dapat diperoleh dengan cara naturalisasi, yakni dengan cara mengajukan diri menjadi kewarganegaraan WNI atau menolak diri dari kewarganegaraan WNI (disertai dengan keterangan penerimaan status kewarganegaraan dari negara lain) dengan memenuhi persyaratan dari negara lain yang akan diajukan”.

Wajib bagi seseorang untuk mempunyai status warga negara agar seseorang tersebut menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Hal tersebut merujuk pada teori kewarganegaraan menurut John J. Cogan, & Ray Derricott dalam buku Citizenship for  the 21st Century: An International Perspective on Education (1998) bahwa seseorang yang mempunyai status warga negara akan memiliki karakteristik menjadi warga negara. Dan akhirnya, pendidikan kewarganegaraan, menjadi pusat yang mendasari sebuah penelitian, didefinisikan sebagai kontribusi pendidikan terhadap pengembangan membangun para karakteristik warga negara.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa baik atau buruk kedudukan anak berstatus kewarganegaraan ganda memiiliki dua sisi yang perlu dipertimbangkan secara seksama. Sementara ada keuntungan dalam hal akses dan pengalaman ganda. Ada juga rintangan administratif, finansial, dan etis yang harus dihadapi. Oleh karena itu, penting untuk memilih dengan seksama dan mempelajari pendekatan yang seimbang dalam menangani kasus anak dengan berstatus warga negara  ganda, demi kepentingan mereka yang terbaik.

Referensi:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun