Pendahuluan
Raden Ngabehi Rangawarsita adalah seorang penyair besar  Kesultanan Surakarta yang hidup pada abad ke-19. Ia dianggap sebagai penyair Jawa terakhir  yang melestarikan tradisi sastra klasik, dan karya-karyanya mendalam dan penuh refleksi terhadap kehidupan, budaya, dan dinamika sosial politik pada masa itu. Ia diberi gelar ``Penyair Akhir'' karena karyanya dianggap sebagai penutup  tradisi sastra kerajaan yang  mengakar kuat di masyarakat Jawa.
 Rangawarsita hidup di tengah perubahan sosial yang besar, seiring dengan semakin dominannya pengaruh kolonial Belanda dan mulai tergantikannya berbagai nilai-nilai tradisional. Dalam keadaan seperti ini, ia banyak menciptakan karya-karya yang berpandangan filosofis dan mistis, berupaya memberikan bimbingan dan pencerahan kepada masyarakat.
 Melalui karya-karya seperti Serat Kalatidha dan Serat Sabdatama, Rangawarsita mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi zaman yang menurutnya penuh ketidakpastian dan dekadensi moral. Tulisan-tulisannya tidak hanya mencerminkan kondisi masyarakat Jawa, namun juga menjadi bentuk perlawanan halus terhadap kondisi yang berkembang. Tujuan artikel ini adalah untuk melihat lebih dekat kepribadian Rangawarshita, perjalanan hidupnya, dan warisan sastranya, yang terus berpengaruh hingga saat ini. Memahami pemikirannya memungkinkan kita memahami  kompleksitas zamannya sekaligus mengambil pelajaran untuk kehidupan saat ini.
Apa Yang Dimaksud Dengan Kalasuba, Katatidha, Kalabendhu?
1. Kalasuba
Kalasuba adalah sebuah istilah dalam sastra Jawa yang mengacu pada jenis puisi atau karya sastra yang tidak hanya indah dalam penggunaan bahasanya, tetapi juga sarat dengan makna mendalam. Istilah ini terdiri dari dua komponen, yaitu kala yang berarti waktu dan suba yang berarti baik atau positif. Dengan demikian, kalasuba dapat diartikan sebagai representasi dari suatu keadaan ideal, di mana waktu dipenuhi oleh tindakan yang baik dan bijaksana.
Karya-karya yang mengandung unsur kalasuba sering kali berfungsi sebagai kritik sosial terhadap kondisi masyarakat pada masa itu. Dalam sastra Jawa, elemen kalasuba dapat ditemukan dalam banyak karya yang mengangkat tema moralitas, etika, dan nilai-nilai tradisional. Puisi dan prosa dalam kategori ini biasanya mencerminkan pemikiran tentang keadilan, kebaikan, dan kejujuran. Karya-karya ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pembaca tentang tindakan mereka dan mendorong perubahan positif dalam perilaku sosial. Sebagai contoh, puisi-puisi yang mengandung unsur kalasuba dapat mencerminkan harapan masyarakat untuk masa depan yang lebih baik, di mana keadilan dan kebaikan dapat ditegakkan. Melalui penggunaan simbol-simbol yang kuat dan bahasa yang puitis, penulis menciptakan gambaran ideal mengenai masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai luhur. Dalam konteks yang lebih luas, kalasuba tidak hanya sekadar karya sastra, tetapi juga merupakan sebuah gerakan moral yang mendorong masyarakat untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas hidup.
 2. Kalatidha
Kalatidha merupakan salah satu karya paling terkenal dari Raden Ngabehi Ranggawarsita, seorang pujangga terkemuka di Jawa pada abad ke-19. Karya ini ditulis dalam bentuk puisi yang menggabungkan elemen prosa dengan struktur puitis, menciptakan nuansa yang mendalam dan reflektif. Dalam Serat Kalatidha, Ranggawarsita mengangkat tema besar seperti waktu, perubahan, dan ketidakpastian yang dialami oleh manusia.
Pada masa penulisan Kalatidha, masyarakat Jawa mengalami transformasi besar akibat pengaruh kolonial Belanda. Perubahan sosial yang cepat ini menyebabkan ketidakpastian dan krisis identitas di kalangan masyarakat. Dalam karya ini, Ranggawarsita memanfaatkan simbolisme yang kaya untuk menggambarkan bagaimana individu perlu memahami dan menghadapi perubahan yang terus berlangsung. Ia menekankan pentingnya kesadaran terhadap waktu dan perlunya adaptasi terhadap situasi yang berubah.
Dalam Kalatidha, Ranggawarsita menyampaikan pandangan filosofisnya mengenai perjalanan hidup manusia yang sering terjebak dalam siklus waktu. Karya ini mengajak pembaca untuk merenungkan bagaimana mereka seharusnya menjalani hidup dengan bijaksana dan menemukan makna di tengah ketidakpastian. Dengan gaya bahasa yang puitis, ia berhasil menyampaikan kegelisahan dan harapan masyarakat pada saat itu, menjadikannya sebagai cerminan yang relevan dari kondisi sosial dan budaya.
3. Kalabendhu
Kalabendhu adalah karya monumental lainnya dari Raden Ngabehi Ranggawarsita yang secara khusus membahas tema kehidupan, kematian, dan spiritualitas. Dalam Serat Kalabendhu, Ranggawarsita mengupas siklus kehidupan manusia, menjelaskan bagaimana setiap individu harus menghadapi kenyataan hidup dan kematian yang tak terhindarkan. Karya ini menyoroti hubungan antara dunia material dan spiritual, serta pentingnya keseimbangan antara keduanya dalam perjalanan hidup.
Dalam Kalabendhu, Ranggawarsita menjelaskan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah fase sementara. Ia mengajak pembaca untuk menyadari bahwa terdapat dimensi yang lebih dalam di luar kehidupan fisik. Dengan simbol-simbol dan metafora yang kuat, ia membahas bagaimana masyarakat sering terjebak dalam pencarian kesenangan duniawi, sementara nilai-nilai spiritual sering kali diabaikan.
Ranggawarsita berusaha menunjukkan bahwa untuk mencapai pemahaman yang lebih baik tentang diri dan kehidupan, seseorang perlu merenungkan makna keberadaan mereka. Karya ini sangat penting dalam memahami tradisi dan kepercayaan Jawa mengenai siklus hidup dan kematian, serta nilai-nilai moral yang mendasari tindakan individu. Dengan demikian, Kalabendhu tidak hanya sekadar karya sastra, tetapi juga merupakan sebuah petunjuk yang menginspirasi orang untuk menjalani hidup dengan kesadaran yang lebih tinggi.
Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena korupsi di Indonesia adalah penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh individu atau kelompok, untuk memberantas korupsi di Indonesia dilakukan berbagai lembaga yang memiliki kewewenangan untuk menyelidiki dan menuntut kasus korupsi serta melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kesadaran akan pentingnya integrasi
Mengapa Korupsi menjadi masalah serius?
Korupsi dapat merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan lembaga publik. Ketika warga melihat bahwa pejabat publik lebih memprioritaskan kepentingan pribadi ketimbang kesejahteraan masyarakat, hal ini dapat menyebabkan ketidakpuasan, apatisme, atau bahkan tindakan protes. Kepercayaan antara rakyat dan pemerintah sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial dan politik.
Bagaimana Korupsi Terkait Dengan Tiga Era Ranggawarsita
1. Kalasuba Era Keemasan
Kalasuba mencerminkan masa kemakmuran dan keadilan. Pada era ini, masyarakat hidup dalam keadaan sejahtera, dengan pemimpin yang bijaksana dan adil. Dalam konteks Indonesia, fase ini bisa dilihat pada masa awal kemerdekaan ketika harapan akan pembangunan dan keadilan sosial sangat tinggi. Korupsi pada masa ini relatif rendah karena adanya komitmen untuk membangun negara secara kolektif
2. Katatidha Era Transisi
Katatidha adalah fase transisi di mana ketidakadilan mulai muncul. Pada era ini, hubungan antara pemimpin dan rakyat mulai renggang, dan keserakahan penguasa mengabaikan kepentingan rakyat. Korupsi mulai merajalela, menciptakan ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini mencerminkan kondisi saat banyak skandal korupsi terjadi, yang mengikis kepercayaan publik terhadap institusi pemerintah
3. Kalabendhu Era Keruntuhan
Kalabendhu menggambarkan kondisi keruntuhan akibat korupsi yang merajalela dan ketidakadilan yang meluas. Masyarakat mengalami penderitaan akibat penyalahgunaan kekuasaan oleh elit yang mementingkan diri sendiri. Ranggawarsita memperingatkan bahwa setiap peradaban berpotensi mengalami siklus ini jika tidak dikelola dengan baik. Di Indonesia, banyak kasus korupsi besar yang mengguncang masyarakat, menunjukkan bahwa tanpa tindakan tegas, keruntuhan sosial dan ekonomi dapat terjadi.
Kesimpulan
Fenomena korupsi di Indonesia merupakan masalah yang kompleks dan multi-dimensi, yang melibatkan berbagai aspek sosial, politik, dan budaya. Melalui karya-karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, kita dapat memahami korupsi dalam konteks tiga era yang ia gambarkan: Kalasuba, Katatidha, dan Kalabendhu. Analisis terhadap ketiga fase ini memberikan wawasan yang mendalam tentang perjalanan masyarakat Indonesia, serta peran penting nilai-nilai moral dan integritas dalam membangun sebuah peradaban yang sejahtera.
Pada era Kalasuba, kita melihat gambaran masyarakat yang berada dalam kondisi keemasan, di mana harapan akan keadilan dan kesejahteraan sangat tinggi. Dalam konteks ini, korupsi relatif rendah, berkat adanya komitmen kolektif dari masyarakat dan pemimpin untuk membangun negara. Pemimpin yang bijaksana dan adil berkontribusi pada stabilitas sosial, menciptakan suasana di mana nilai-nilai luhur dihargai dan dijunjung tinggi. Ranggawarsita menekankan pentingnya integritas dan etika dalam kepemimpinan, di mana pemimpin harus menjadi teladan bagi rakyat. Di masa ini, masyarakat diharapkan untuk terlibat aktif dalam menjaga keadilan dan kebaikan, sehingga tercipta iklim sosial yang harmonis dan produktif.
Namun, memasuki era Katatidha, kondisi ini mulai berubah. Di fase ini, ketidakadilan mulai merajalela, dan hubungan antara pemimpin dan rakyat menjadi semakin renggang. Korupsi mulai mengikis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan keserakahan penguasa sering kali mengabaikan kepentingan rakyat. Ranggawarsita, melalui karya-karyanya, menggambarkan bagaimana ketidakpuasan sosial muncul ketika rakyat merasa diabaikan. Ia menggambarkan bahwa dalam masa transisi ini, penting bagi masyarakat untuk mempertahankan nilai-nilai moral dan etika, serta berupaya untuk mengingatkan para pemimpin akan tanggung jawab mereka. Ketidakpuasan yang muncul sering kali berujung pada tindakan protes atau perubahan sosial, mencerminkan dinamika antara kekuasaan dan masyarakat.
Memasuki era Kalabendhu, kita dihadapkan pada gambaran keruntuhan. Dalam fase ini, masyarakat mengalami penderitaan akibat korupsi yang merajalela dan penyalahgunaan kekuasaan oleh elit yang lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada kesejahteraan umum. Ranggawarsita memperingatkan bahwa setiap peradaban yang tidak dikelola dengan baik akan berpotensi mengalami keruntuhan. Dalam konteks Indonesia, banyak kasus korupsi besar yang mengguncang masyarakat, seperti skandal dana bantuan, penyelewengan anggaran, dan praktik kolusi. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa tanpa tindakan tegas dari pemerintah dan kesadaran kolektif masyarakat, keruntuhan sosial dan ekonomi dapat terjadi.
Ranggawarsita juga menekankan bahwa kesadaran akan siklus kehidupan, termasuk konsekuensi dari tindakan korupsi, adalah penting. Dalam Kalabendhu, ia mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan bagaimana setiap individu dapat berkontribusi pada perbaikan masyarakat. Karya-karya Ranggawarsita bukan hanya sekadar sastra, tetapi juga menjadi pedoman moral yang menginspirasi tindakan kolektif untuk melawan korupsi dan membangun masyarakat yang adil dan sejahtera.
Secara keseluruhan, pemikiran dan karya Ranggawarsita memberikan wawasan berharga tentang bagaimana korupsi dapat berdampak pada kehidupan masyarakat dan stabilitas suatu bangsa. Masyarakat Indonesia saat ini perlu merenungkan dan menerapkan prinsip-prinsip moral yang terkandung dalam karya-karya tersebut untuk mengatasi tantangan korupsi yang terus ada. Dalam menghadapi era korupsi yang semakin kompleks, integritas, transparansi, dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mewujudkan keadilan sosial.
Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai yang diajarkan oleh Ranggawarsita, masyarakat Indonesia dapat berusaha untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kualitas hidup. Harapan akan masa depan yang lebih baik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama antara rakyat dan pemimpin. Oleh karena itu, warisan Ranggawarsita tidak hanya relevan dalam konteks sastra, tetapi juga sebagai sebuah panduan moral yang dapat membantu masyarakat Indonesia dalam perjuangan melawan korupsi dan pencapaian keadilan sosial. Dengan upaya bersama, kita bisa menciptakan masyarakat yang lebih baik, di mana nilai-nilai integritas dan keadilan dapat ditegakkan.
 Daftar Pustaka
1. Ranggawarsita, Raden Ngabehi. (1985). Serat Kalatidha. Pustaka Jaya.
2. Ranggawarsita, Raden Ngabehi. (1985). Serat Kalabendhu. Pustaka Jaya.
3. Fitriani, R., & Pradana, H. (2021). Korupsi di Indonesia: Tinjauan Sejarah dan Sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sosial.
4. Agustina, R. (2019). Pengaruh Korupsi Terhadap Pembangunan Sosial dan Ekonomi di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
5. Suryanto, B. (2020). Kepemimpinan dan Korupsi: Tanggung Jawab Sosial dalam Perspektif Pujangga Jawa. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Press.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H