Mohon tunggu...
GHINA KHAIRUNNAJAH
GHINA KHAIRUNNAJAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA| PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010167

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Diskursus Gaya Kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono

24 Oktober 2024   15:26 Diperbarui: 24 Oktober 2024   15:27 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendekatan kepemimpinan Raden Mas Panji Sosrokartono dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan dan kiprahnya yang beragam, mencerminkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang ia pegang teguh sepanjang hidupnya. Sosrokartono tidak hanya berfungsi sebagai pemimpin dalam konteks politik atau sosial, tetapi ia juga mengintegrasikan pemikiran dan tindakan yang mencakup pendidikan, diplomasi, dan penyembuhan, yang semuanya menunjukkan pendekatan kepemimpinan yang komprehensif dan humanis. Pendekatan kepemimpinan Sosrokartono dapat dilihat dalam berbagai aspek kehidupan dan kiprahnya:

a) Pendekatan Diplomatik

Sosrokartono menunjukkan kemampuan diplomatik yang luar biasa dalam setiap aspek kehidupannya, baik saat berada di Eropa maupun ketika kembali ke tanah air. Pendekatan diplomatik ini tercermin dalam cara ia mampu menjalin hubungan dengan berbagai pihak yang berbeda latar belakang, budaya, dan pandangan politik. Sebagai seorang penerjemah selama Perang Dunia I, Sosrokartono tidak hanya bertindak sebagai jembatan bahasa tetapi juga sebagai penghubung yang memfasilitasi komunikasi yang damai antara pihak-pihak yang sering kali berada dalam ketegangan. Keahliannya ini menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak selalu berarti mendominasi, tetapi bisa juga berarti menjadi sosok yang mampu menciptakan harmoni dan saling pengertian di tengah perbedaan yang ada.

Pendekatan diplomatiknya memperlihatkan bahwa kepemimpinan efektif bisa dilakukan melalui cara-cara yang halus dan persuasif, bukan dengan paksaan atau kekerasan. Sosrokartono memahami bahwa dalam situasi konflik, kemampuan untuk mendengarkan dan memahami perspektif yang berbeda adalah kunci untuk mencapai solusi yang damai. Ia selalu menunjukkan sikap tenang dan sabar dalam menghadapi berbagai permasalahan, sehingga bisa meredakan ketegangan dan menciptakan suasana yang kondusif untuk dialog. Hal ini membuktikan bahwa diplomasi bukan hanya tentang bernegosiasi, tetapi juga tentang membangun rasa saling percaya dan menghormati, yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih efektif.

Ketika kembali ke Indonesia, pendekatan diplomatik ini tetap diterapkannya dalam setiap kegiatan yang ia jalankan. Sosrokartono menjadi salah satu tokoh yang berupaya mengedepankan diplomasi budaya dalam membangun hubungan yang baik antara bangsa Indonesia dan dunia luar. Ia percaya bahwa untuk mencapai kemerdekaan dan kemandirian, bangsa Indonesia tidak harus selalu bertindak secara konfrontatif, tetapi bisa melalui pendekatan damai dan bijaksana yang menunjukkan kekayaan budaya dan intelektual Indonesia. Dengan pendekatan ini, ia mampu memperkenalkan budaya dan identitas Indonesia ke kancah internasional tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip dasar yang ia anut.

Pendekatan diplomatik Sosrokartono sangat relevan di era modern, terutama dalam konteks kepemimpinan global di mana pemimpin sering kali dihadapkan pada perbedaan yang tajam dan konflik yang kompleks. Sosrokartono menunjukkan bahwa kepemimpinan tidak harus selalu agresif dan berorientasi pada kemenangan absolut. Ia mengajarkan bahwa dengan mengedepankan dialog dan memahami pihak lain, seorang pemimpin dapat mencapai hasil yang lebih berkelanjutan dan adil. Pendekatan diplomatik ini menciptakan suasana saling menghargai yang memungkinkan semua pihak terlibat merasa didengar dan diperhatikan, suatu hal yang sangat penting dalam menjaga hubungan jangka panjang, baik dalam skala nasional maupun internasional.

b) Pendidikan sebagai Alat Pemberdayaan

Ketika kembali ke Indonesia, Sosrokartono menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk membebaskan pikiran dan menciptakan masyarakat yang lebih mandiri dan berdaya. Oleh karena itu, ia mendirikan sekolah yang tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan umum, tetapi juga menekankan pentingnya pendidikan berbasis kebudayaan. Bagi Sosrokartono, pendidikan harus mampu mengakar pada nilai-nilai lokal sekaligus membuka cakrawala siswa terhadap pengetahuan global. Dengan pendekatan ini, ia berupaya agar generasi muda Indonesia tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga kuat dalam pemahaman budaya dan jati diri mereka.

Pendidikan yang diusung oleh Sosrokartono tidak semata-mata bertujuan untuk mencetak individu yang kompeten di bidang tertentu, melainkan juga untuk membangun karakter. Ia percaya bahwa pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang mampu membentuk pribadi yang berintegritas, berpikir kritis, dan memiliki rasa empati yang tinggi. Oleh karena itu, kurikulum yang diterapkannya mencakup aspek-aspek spiritual, moral, dan sosial yang sering kali terabaikan dalam sistem pendidikan konvensional. Pendekatan ini menekankan bahwa pendidikan harus menjadi alat untuk memberdayakan masyarakat, bukan hanya mempersiapkan mereka untuk bekerja.

Sosrokartono juga memahami bahwa pendidikan adalah salah satu cara paling efektif untuk melawan penjajahan, baik dalam bentuk fisik maupun mental. Dengan mendidik masyarakat, ia berupaya membebaskan pikiran mereka dari keterbatasan yang diakibatkan oleh kolonialisme dan memperkenalkan gagasan tentang kebebasan dan kemerdekaan. Bagi Sosrokartono, mendirikan sekolah bukan hanya soal mendidik, tetapi juga tentang menciptakan ruang di mana ide-ide tentang kebebasan dan kemandirian bisa tumbuh. Ia ingin setiap muridnya memiliki kemampuan untuk berpikir mandiri dan tidak mudah terpengaruh oleh ideologi yang merugikan bangsa.

Pendekatan pendidikan berbasis kebudayaan yang diterapkan Sosrokartono juga menunjukkan pentingnya menghargai identitas lokal dalam proses pembelajaran. Ia percaya bahwa untuk bisa bersaing di dunia global, seseorang harus memiliki akar budaya yang kuat. Oleh karena itu, ia mengintegrasikan elemen-elemen budaya lokal dalam metode pengajaran, seperti penggunaan bahasa dan seni tradisional, untuk membantu siswa memahami dan menghargai warisan mereka sendiri. Hal ini tidak hanya membantu memperkuat identitas nasional, tetapi juga menumbuhkan rasa bangga terhadap budaya sendiri di tengah arus globalisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun