Saya Ghilman Nur Wahana (1311900334) dan Dani Elsadai (1311900269), kami dari fakultas hukum universitas 17 agustus Surabaya, Kali ini kelompok kami akan mentafsir tentang kebijakan penerapan permendikbud no.30 tahun 2021 peraturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilingkungan kampus.
Pembahasan :
Di Era sekarang ini, bisa kita lihat mengenai maraknya kasus pelecehan seksual di berbagai lingkungan, terutama di lingkungan kampus. Melihat kondisi tersebut sangat meresahkan jika pelecehan seksual terus marak di berbagai lingkungan. menanggapi hal tersebut permendikbud berinisiatif untuk merancang dan menerbitkan undang-undang yang sesuai dengan apa yang dilihat pada berbagai kasus yang telah sering kali terjadi di berbagai lingkungan terutama di lingkungan kampus. Hal tersebut permendikbud menetapkan undang undang yakni "permendikbud no.30 tahun 2021 peraturan tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual dilingkungan kampus".
Namun pada peraturan tersebut terdapat beberapa pihak yang menganggap pada pasal 5 dianggap melegalkan zina, anggapan tersebut yang menitik beratkan frasa pada kata "tanpa persetujuan korban".
Alhasil pada kata tersebut yang dianggap bahwa pada isi pasalnya terdapat aturan yang bermakna apabila si korban setuju maka  hal  tersebut bukan sebagai tindak pidana, karena kesepakatan kedua belah pihak (Pelaku dan Korban).
Akan tetapi yang sebenarnya poin yang dapat dapat diambil dari undang-undang tersebut berbeda dengan anggapan berbagai pihak, melainkan berikut poin-poin yang terkandung pada Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 adalah Kekerasan Seksual
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 fokus pada Kekerasan Seksual
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 hanyalah fokus pada pencegahan tindak kekerasan seksual. Peraturannya tidak menyisipkan aturan yang diluar konteks ataupun menentang ajaran agama.
Tetap Memprioritaskan Hak Korban
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tetap fokus memprioritaskan untuk melindungi hak korban.
Perguruan tinggi wajib menangani yang terbaik
Pada setiap perguruan tinggi wajib menangani yaitu perlindungan, pendampingan, pengenaan sanksi administratif, dan pemulihan korban. Hal ini diatur dalam Pasal 10 hingga 19.
Menurut kelompok kami apa yang menjadi polemik frasa " tanpa persetujuan korban" yang tertuang dalam pasal 5 UU Permendikbud No.30 ristek tahun 2021 bukanlah merupakan legalisasi atau pembenaran terhadap suatu tindakan seksual jika tindakan tersebut telah disetujui, atau dengan kata lain, Permendikbud 30 dianggap mengandung unsur legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan. Tidak semua yang tidak diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan, maka menjadi boleh. UU Permendikbud imi tidak berdiri sendiri masih ada norma-norma yang berlaku seperti norma agama,norma sosial dan kesusilaan, jadi menurut saya jika ada para pihak mau mempersoalkan terkait hubungan seks dengan persetujuan itu telah diatur dalam KUHP