Hubungan antara Filipina dengan Tiongkok memiliki dinamika dan pasang surut yang menarik untuk dibahas. Hubungan yang telah terjalin lama antara Filipina dengan Tiongkok diwarnai dengan kerjasama ekonomi, budaya, terutama dengan situasi politik di kawasan Asia -Pasifik yang tidak stabil sekarang.
Sengketa Laut China Selatan
Sengketa Laut China Selatan ini didasari oleh claim China atas nine dash line yang di claim secara sepihak atas faktor historis. Meski China sudah meratifikasi UNCLOS 1982 namun China tidak mau mengakui adanya Zona Ekonomi Eksklusif atau ZEE dari negara-negara yang masuk kedalam nine dash line yang di klaim oleh China. Filipina dan China bersengketa akibat dari claim China atas laut China selatan mencapai kepulauan Spratly
Masa Pemerintahan Presiden Benigno Aquino III
Di masa pemerintahan Presiden Benigno Aquino III, Filipina membawa sengketa Laut China Selatan ke Pengadilan Arbitrase Internasional di Den Haag , Belanda. Langkah yang diambil oleh Presiden Filipina saat itu memicu kemarahan dari Pemerintahan Tiongkok yang berpendapat bahwa sengketa ini lebih baik diselesaikan dengan diplomasi bilateral antar kedua negara. Hasil dari langkah Presiden Benigno Aquino III pada saat itu adalah Mahkamah Arbitrase Internasional mengeluarkan pernyataan bahwa Tiongkok telah melanggar kedaulatan wilayah Filipina di Laut China Selatan , keputusan ini semakin membuat Pemerintah Tiongkok geram dan tidak mengakui pernyataan Mahkamah Internasional tersebut dan meminta Filipina untuk berunding secara langsung dengan Tiongkok untuk menyelesaikan sengketa ini.
Masa Pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte
Pada masa pemerintahan Presiden Rodrigo Duterte, kebijakan yang diambil mengenai masalah di Laut China Selatan memiliki perbedaan. Presiden Rodrigo Duterte lebih mengedepankan jalur damai dan diplomasi secara bilateral dengan Tiongkok. Presiden Duterte juga menghindari untuk menyelesaikan sengketa Laut China Selatan melalui jalur arbitrase Mahkamah Internasional. Pada masa pemerintahan Duterte ini juga terlihat ada perubahan dalam kebijakan politik luar negeri Filipina.
Kebijakan politik luar negeri Filipina pada masa pemerintahan Rodrigo Duterte cenderung mendekat dan berusaha membangun hubungan yang baik dengan Tiongkok, dan disaat yang bersamaan berupaya untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Amerika. Langkah-langkah yang diambil Presiden Duterte ini sangat berbanding terbalik dengan pendahulunya. Presiden Duterte lebih memilih untuk bersikap kooperatif dan tetap menjaga ketegasannya terkait sengketa di Laut China Selatan dengan Tiongkok.
Arah politik Duterte yang cenderung kooperatif ini juga terkait dengan banyaknya kerjasama ekonomi yang terjalin antara Tiongkok dengan Filipina. Tiongkok dalam hubungan bilateral dengan Filipina juga beberapa kali memberikan dana hibah sejak 2016 di masa pemerintahan Presiden Duterte. Jika dijumlahkan secara kumulatif, hibah yang diberikan dari Tiongkok sejak 2016 sampai 2021 mencapai lebih dari 3,25 miliat Yuan. Pada masa pandemi Covid-19 juga Tiongkok dan Filipina mengadakan kerjasama untuk pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi Covid-19.
Masa Pemerintahan Presiden Bongbong Marcos