Mohon tunggu...
Ghifarina Izza
Ghifarina Izza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

Psikologi, Pendidikan,Seni

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menjalin Hubungan Pertemanan dengan Klien Apakah Melanggar Kode Etik Psikologi?

10 November 2023   05:59 Diperbarui: 12 November 2023   08:22 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Betapa krusialnya peran seorang ilmuwan psikologi dan psikolog dalam mengimplementasikan ilmu psikologi menyatakan bahwa tidak dapat dinafikkan telah banyak pelanggaran kode etik psikologi yang dilakukan oleh ilmuwan psikologi dan atau psikolog yang berujung merugikan masyarakat luas. Masalah tersebut muncul karena tidak adanya kejelasan bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap setiap pelanggaran keprofesian psikologi serta kurangnya kesadaran dari ilmuwan psikologi atau psikolog untuk bekerja dengan profesional sehingga dari hal tersebut akan ada banyak data yang kurang objektif untuk diterima klien sesuai dengan kode etik psikologi yang menjadi pedoman seorang ilmuwan psikolog dan atau psikologi.

Pada kesempatan ini kita akan lebih mengetahui lebih jauh, bagaimana sih jika seorang psikolog yang notabene adalah seorang tenaga profesional dengan tugas utama membantu masyarakat mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan menjalani sebuah hubungan kepada klien. Hubungan yang lebih dari seorang terapis dan klien, seperti adanya hubungan pertemanan atau persahabatan dari mereka. Nah, apakah hal tersebut termasuk pelanggaran kode etik atau tidak? Yuk simak baik-baik penjelasan di bawah ini !

Melansir dari laman klikdokter, hubungan psikolog dengan klien dapat digambarkan sebagai dua kubu yang tidak seimbang. Mengapa demikian? Karena klien secara terbuka menceritakan permasalahan pribadinya kepada psikolog. Namun, psikolog tidak melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan klien, ia tidak akan menceritakan urusan pribadinya kepada sang klien. Tujuan dari hal tersebut adalah agar sang klien dapat melihat terapis sebagai pendengar yang aman dan bisa memberikan saran secara netral guna membantu memecahkan masalah yang dihadapi. Lagi pula, tujuan terapis disini bukanlah untuk menyembunyikan kepribadiannya. Mereka, para psikolog, bertujuan untuk mengembangkan jenis hubungan yang memungkinkan diskusi dan eksplorasi supaya mendapatkan solusi jalan terbaik untuk memecahkan masalah sang klien. 

Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog, Sudah dipaparkan dalam kode etik psikolog, hubungan antara klien dengan terapis tidak boleh dilakukan secara majemuk. Dari pernyataan tersebut kita tahu bahwa psikolog tidak bisa menjadi teman dari kliennya. Sebaliknya, terapis harus bersikap profesional. Beliau menuturkan kalau hubungan pertemanan ataupun persahabatan antara terapis dan klien akan mengurangi objektivitas dalam menangani permasalahan, menurunkan kompetensi, dan mengurangi efektivitas dalam program konseling atau terapi yang sedang dijalankan. 

Seorang psikolog harus mengetahui batasan-batasan yang tidak boleh dilakukan oleh terapis (psikolog) kepada kliennya, seperti:

1.Tidak diperbolehkan psikolog dan klien melakukan kontak fisik.

2.Tidak diperbolehkan adanya hubungan dengan klien di luar ruang konsultasi.

3.Tidak diperbolehkan merawat kerabat dekat atau teman pasien.

4.Tidak ada saran praktis untuk klien.

5.Psikolog mempertahankan objektivitas dan netralitas, serta menghindari kekhawatiran atau pemikiran yang berlebihan tentang klien.

Kedekatan antara psikolog dengan klien bisa juga menimbulkan adanya tindak eksploitasi; baik dari terapis atau klien atau sebaliknya. Fakta lapangan yang sering terjadi, banyak klien mampu membangkitkan reaksi emosional yang sangat kuat kepada terapis atau sebaliknya. Tak sedikit juga yang merasakan reaksi percintaan, nafsu, keingintahuan, iri hati, persaingan, atau bahkan rasa tidak suka (reaksi countertransference). Sedangkan reaksi yang ditimbulkan dari klien terhadap terapis disebut sebagai transference.

Menurut penuturan Psikolog Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog melakukan hubungan antar psikolog dan klien sebenarnya memang diperuntukkan pada hubungan profesional saja, tidak lebih dari itu. Sebagai contoh, hanya sebatas konseling, atau menanyakan kondisi terakhir dengan tujuan mendapatkan informasi terbaru tentang kondisi klien. Menanyakan kabar klien (di luar untuk tujuan terapi) juga tidak perlu.

 Seyogyanya menjadi psikolog tentunya harus ramah pada klien dan memberikan pelayanan terbaik kepada klien ketika sesi terapi berlangsung supaya klien merasa aman dan nyaman saat menceritakan keluhannya. Namun, perlu diingat bahwa hal tersebut hanya bertujuan untuk membantu menyelesaikan masalah klien secara profesional, tidak lebih dari itu.

Psikolog secara sadar harus mengetahui tujuan awal dari terapi tersebut, yaitu untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang dihadapi klien bukan menjalin pertemanan, atau persahabatan bukan?

Referensi : Ikhsan Bella Persada, M.Psi., Psikolog. Dalam klik dokter: 2021

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun