Manakah yang dianggap lebih penting dalam pembelajaran, proses atau nilai (hasil)? Keputusan mengenai hal ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku dosen dan mahasiswa dalam belajar. Apabila penyelenggaraan kuliah memungkinkan mahasiswa dapat memperoleh nilai tinggi tanpa mahasiswa tersebut mengalami atau menjalani proses belajar yang semestinya, maka mata kuliah dan proses belajar tersebut sebenarnya belum mengajarkan apa-apa kepada mahasiswa. Apabila proses belajar dianggap hal yang penting daripada sekadar nilai ujian, (dan inilah sebenarnya jasa yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan kepada masyarakat), proses belajar harus menjadi perhatian utama.
Di zaman global sekarang ini, di mana arus informasi terus meningkat dan tidak mungkin dapat dibendung, apalagi dengan adanya internet, memberi implikasi terhadap proses belajar, baik dari segi penyediaan sumber belajar maupun cara membelajarkan mahasiswa. Di samping itu, SKS yang diberlakukan hampir di setiap perguruan tinggi, menuntut mahasiswa untuk mandiri dan bertanggung jawab terhadap proses belajarnya sendiri, yang tiada lain harus berbekal penguasaan keterampilan belajar yang memadai dan motivasi untuk melakukan segala sesuatu sendiri. Keterampilan hidup yang diperlukan sekarang tidak hanya dalam bentuk keterampilan belajar yang konvensional saja, tetapi perlu menguasai berbagai keterampilan belajar agar mampu memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi seoptimal dan seefektif mungkin bagi kemajuan hidupnya.
Gaya belajar yang efektif bagi mahasiswa harus lebih banyak memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk memiliki keterampilan belajar (learning to learn). Mahasiswa belajar bukan hanya untuk mengingat fakta-fakta yang diberikan dosen dalam perkuliahan,tetapi mereka harus mampu melihat berbagai fenomena di balik fakta.Sekali lagi bahwa proses belajar tidak hanya bertujuan mengingat fakta,tetapi belajar melebihi fakta (learning beyond the facts). Disini mahasiswa difasilitasi untuk berpikir dan bertindak dengan cara mereka sendiri,sehingga mereka merasa berkontribusi secara nyata untuk lingkungannya melalui proses belajar mereka.
Dengan belajar secara mandiri, mahasiswa memperoleh berbagai keterampilan yang tidak hanya bermanfaat dalam belajar, tetapi dapat menjadi bekal hidup untuk mengasah kemampuan memecahkan masalah utama yang dihadapi dalam belajarnya, seperti: keterampilan menyimak perkuliahan, membaca, menulis, dan menyampaikan gagasan, sebagai keterampilan dasar untuk menunjang keberhasilan belajar mereka. Cara belajar di perguruan tinggi menuntut tanggung jawab mahasiswa untuk menentukan apa yang bermanfaat bagi dirinya, apalagi dengan pembatasan waktu studi yang ketat, menuntut mereka membuat perencanaan yang matang bagi dirinya secara mandiri. Di samping itu, mahasiswa yang memasuki masa dewasa awal sudah ingin mandiri.
Pendekatan andragogi dipandang dari empat proposisi.
 Proposisi pertama usia mahasiswa mampu mengarahkan dirinya sendiri (self directedness). Analisis ini membawa implikasi pada:
a) suasana belajar diciptakan agar pembelajar merasa diterima, dihargai, didukung oleh lingkungan dengan melakukan interaksi seimbang antara mahasiswa dan dosen,
b) perhatian lebih diarahkan pada keterlibatan aktif mahasiswa,
c) mahasiswa harus terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi belajar, peran dosen hanya sebagai fasilitator belajar.
Proposisi kedua perlunya andragogi bagi mahasiswa karena mahasiswa telah memiliki kekayaan pengalaman yang dapat didayagunakan dalam belajar. Analisis ini membawa implikasi pada:
a) harus banyak menggunakan teknik partisipatoris yang memberikan pengalaman konkret kepada mahasiswa,