Peningkatan spiritualitas umumnya dilakukan dalam keheningan, terutama untuk kunjungan ke makam-makam para ulama dan tokoh agama. Ziarah dalam tradisi Islam adalah bagian dari ritual keagamaan dan telah menjadi budaya dalam masyarakat. Budaya itu sendiri memiliki cara memahami kehidupan masyarakat (semua aspek pemikiran dan perilaku manusia) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi melalui proses pembelajaran.
Bila kita mampu mengoptimalkan kunjungan wisata religi dengan baik dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan masjid dapat dipastikan meningkatkan aspek religiusitas (pengalaman keagamaannya).
Hasil penelitian menunjukkan paling tidak ada 5 karakter dalam wisata religi ini; pertama, religious practice, keterlibatan seseorang dalam wisata religi akan membuatnya terbiasa melakukan banyak ritual dan ibadah; kedua, religious belife, betapa banyak khalayak umum yang rela bermalam untuk bermunajat, ibadah, maka di saat itulah keyakinannya semakin kuat; ketiga, religious knowledge, dengan semakin banyak melakukan kajian, maka semakin bertambah wawasan, pengetahuan yang didapatkan; keempat, religious feeling, ketika responden sering melakukan wisata religi maka akan memiliki ikatan yang kuat dengan agamanya; kelima, religious effect, saat terbiasa melakukan wisata religi umumnya lebih mampu berinteraksi baik dengan sesamanya. (Sari Nurulita, dkk [editor, Prajna Vita], 2020:5-7).
Dalam konteks Masjid Al Jabbar yang diresmikan, Jumat (30/12/2022) oleh Gubernur Jabar Ridwan Kamil hadir sebagai ikon wisata religi Provinsi Jabar. Pasalnya masjid apung yang sudah dibangun sejak 2017 (semasa Gubernur Ahmad Heryawan) dengan dana APBD yang didesain arsitekturnya dibuat Kang Emil (semasa Wali Kota Bandung) dibangun di lahan seluas sekitar 25 hektar dan memiliki kapasitas sekitar 30.000 orang: 10.000 orang di area dalam dan 20.000 orang di area plaza.
Uniknya, bisa kita lihat dari 27 pintu masjid (simbol dari 27 Kota/Kabupaten se-Jabar) yang digambarkan oleh desain batik setiap Kota/Kabupaten. Terdapat menara utama yang memiliki tinggi 99 meter dan bentangan atap baja yang mencerminkan 99 nama Asmaul Husna. Untuk di area bawah terdapat museum digital Rasulullah, museum Asmaul Husna, museum Al-Quran, yang berisi tentang perjalanan peradaban Islam sejak zaman Nabi Muhammad, hingga di Indonesia, khususnya Jawa Barat.
Dinamika Medsos
Namun, akibat ulah jahil tangan tak beradab manusia pada saat peresmian Masjid Al Jabbar dibuka rupanya menyisihkan masalah 1,9 ton sampah yang berserakan, terutama di seputar danau, karpet kotor perlu dibersihkan, kolam yang bukan untuk bermain air, malah menjadi ajang berenang anak-anak. (Pikiran Rakyat, 3 dan 6 Januari 2023).
Padahal kebersihan masjid sebagai rumah ibadah merupakan keniscayaan. Bukan hanya urusan tukang kebersihan, pengurus masjid, pemerintah, melainkan tanggung jawab bersama sebagai muslim yang baik.
Walhasil, dengan gencarnya melakukan publikasi (posting di instagram) akun media sosial Kang Emil, Humas Jabar pascaeuforia peresmian masjid megah bergaya kontemporer ini justru menimbulkan sampah digital: sumber dana pembangunan masjid yang dianggap tidak lazim, proporsional, yang berujung polemik, silang beda pendapat.
Memang kekuatan medsos tidak hanya melahirkan kabar positif: cepat dalam berbagi cerita, informasi, gerak tepat dalam setiap menyelesaikan persoalan, tapi menimbulkan dugaan tak berdasar: negatif, terlarang, hingga memiliki peran yang kuat untuk mempengaruhi audience, pembaca, influence.
Ikhtiar mewujudkan Masjid Al Jabbar sebagai icon wisata religi terbaik di Bumi Pasundan ini harus didukung secara bersama-sama dengan menggunakan teknologi, media sosial, termasuk merangkul anak muda untuk beraktivitas dalam berdakwah dan kegiatan keagamaan.
Mari kita belajar dari Prof Nasaruddin Umar, Imam Besar beserta Badan Pengelola Masjid Istiqlal (BPMI) yang mempertegas visi agar Masjid Istiqlal dapat lebih bersahabat dengan kalangan milenial, dunia media sosial (@masjidistiqlal.official 1.057 posting, 90 RB pengikut), menuju era baru, new Istiqlal. Masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, tapi diubah menjadi pemberdayaan umat.