Metta, kebaikan yang penuh kasih bukalah konsep sentimental yang membuat orang-orang mengabaikan perbedaan-perbedaan di bidang politik.Â
Dalam filsafat Buddha, metta sejalan dengan kemurahan hati, kesempurnaan, kesabaran, meditasi, kebijaksanaan dan rekonseliasi di antara berbagai cara untuk mencapai pembebasan. Untuk itu, metta harus dijadikan asas aktif dalam menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan terwujudknya dialog terbuka dengan lawan-lawan politik dalam suasuan saling percaya dan menyenangkan. B
aginya, menunjukkan kebaikan tidaklah cukup. Itulah sebabnya ia menekankan pentingnya orang bertanggung jawab dan bertindak. (Hagen Berndat, 2006:85-87)Â Â Â Â
Mari kita berusaha membumikan sabda Sang Buddha "Orang yang berkebajikan terlihat dari jauh bagaikan gunung Himalaya, yang menjulang tinggi tetapi orang yang jahat, tak terlihat walaupun ia berada dekat dengan kita, bagaikan panah dilepaskan pada waktu malam" dan "Tidak seberapa harumnya bunga tagara dan kayu cendana; tetapi harumnya mereka yang memiliki sila (kebajikan) menyebar sampai ke surga)" (Dhammapada ; 56).
Bila kita menjalankan hidup penuh dengan cinta, kasih sayang, welas asih yang bersumber dari ajaran agama, niscaya tak ada lagi konflik, peperangan atas nama kepercayaan yang melukai hati nurani dan kemanusiaan ini.
Inilah salah satu upaya meneguhkan peradaban cinta kasih dalam konteks Waisak. Caranya dimulai dari diri sendiri dan saat ini kita berusaha untuk menebar benih-benih kebajikan (cinta, kasih sayang, welas asih) supaya hidup ini damai, sejahtera dan bahagia. Selamat Hari Trisuci Waisak 2566 BE tahun 2022. Sabbe satta bhavantu sukhitata. Semua mahkluk berbahagia. Sadha, sadha, sadha. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H