Memasuki awal tahun 2010 (25/01) Kompasiana giat mengkampanyekan pentingnya media keroyokan (social blog) dengan slogan "Ngeblog itu Kompasiana" dalam berjejaring sejak digelarnya pesta ulang tahun ke-1 Kompasiana (22/10/09). Kiranya, dipenghujung tahun 2010 sekaligus menyambut Kompasiana 2nd Anniversary dengan puncak acara 27 November harus menjadi momentum awal untuk menyuarakan semangat citizen jurnalism sesuai bidangnya. Hingga terciptanya satu Universitas Ngeblog yang sehat. Ini sejalan dengan cita-cita Pepih Nugraha, admin pengelola Kompasiana saat gathering di komunitas blog wongkito (30/04) yang membedakan Kompasiana dengan blog lain. Kompasiana bukanlah web agregator yang hanya menampilkan updatean terbaru dari member. Misi yang ingin dibawa oleh Kompasiana adalah menghasilkan semangat citizen jurnalism sesuai bidangnya. (Just Huang, 30/04) Kompasiana juga menjadi ajang “unjuk kebolehan” dalam berpikir, menyampaikan gagasan, dan mempertahankan argumen, dalam bentuk artikel atau bahkan laporan peristiwa yang terjadi di sekitar Kompasianer. Kemudahan menulis ini memungkinkan Kompasiana tumbuh sebagai social blog terbesar di Indonesia hanya dalam waktu 1,4 tahun saja, yang anggotanya tersebar dari Sabang sampai Merauke dan berbagai belahan dunia lainnya! (Sunan Gunung Djati, 1/02) Ini terbukti dengan mendapat penghargaan Marketeers Netizen Champion dari majalah Marketeers. Kompasiana terpilih sebagai salah satu dari 12 penggerak netizen di Indonesia, terutama di Kota Jakarta. "Surprise sekali mendapat penghargaan tersebut karena sebelumnya kita dirancang sebagai blog jurnalis, tapi kemudian berkembang menjadi blog publik," katanya Ia mengatakan, saat dibuka mulai tahun 2008, Kompasiana awalnya hanya dirancang sebagai media bagi jurnalis di lingkungan Kompas Gramedia untuk menuangkan tulisannya di luar hasil karya yang diterbitkan. Namun, dalam perkembangannya, Kompasiana membuka blog tamu yang diisi tokoh dan publik figur. Dari hasil diskusi, masukan, dan sharing pengalaman dengan banyak pihak, blog bersama ini kemudian dibuka penuh untuk publik sejak tahun 2009. Kini, setiap orang dapat langsung bergabung dengan Kompasiana dan menulis blog. Disebut blog bersama karena Kompasiana pada dasarnya satu blog yang diisi ramai-ramai. Meski demikian, setiap orang memiliki halaman pribadi untuk menjalin pertemanan dan mengatur data profilnya. "Ke depan Kompasiana akan menjadi social networking," lanjutnya. Namun, fokus layanan ini tetap pada update tulisan. Setiap pengguna akan dapat menjalin bentuk pertemanan lebih intim, tetapi karya tulisannya tetap dapat dilihat semua orang. Yang umata, Kompasiana juga akan mendorong profesionalisme para blogger dengan konsep jurnalisme hybrid. (Kompas, 29/10) Keberhasilan Kompasiana sebagai media blog bersama melalui iklan The joy is complete once you join with us Kegembiraan berbagi dan berinteraksi di Kompasiana baru lengkap kalau Anda bergabung bersama kami" tak dapat diragukan lagi, seperti ditulis Iskandar Zulkarnaen. (Kompas, 17/01) Mengingat ikhtiar Kompasiana ini membuahkan pengghargaan sebagai Blog Citizen Journalism Terbaik di Pesta Blogger 2010. (Pesta Blogger, 01/11) Apa yang didengungkan Mendiknas Mohammad Nuh ihwal University of Kompasiana saat acara Modis Kompasiana di hotel Santika, Jum’at (27/08) seperti diliput Wijaya Kusumah, ia beberapa kali menyebut University of Kompasiana. Bahkan ia mengatakan, dosen-dosen yang ada di university of kompasiana itu adalah para kompasianers itu sendiri. Tak heran bila kompasiana begitu cepat berkembang, diminati, dan digandrungi oleh masyarakat cyber space yang haus akan informasi. Mereka telah menyatu seperti warna spectrum yang saling melengkapi. Di University of Kompasiana, para anggotanya belajar dari guru kehidupan. Itulah guru yang sebenarnya dari kehidupan ini. Semua orang bisa menjadi guru melalui tulisan-tulisannya yang bermanfaat untuk orang lain. Soal manfaat ngeblog di Kompasiana ditulis Wijaya Kusumah, "Saya pun merasakan banyak sekali manfaat yang saya peroleh ketika saya mendapatkan sebuah tulisan yang bagus dari para kompasianers. Apalagi bila tulisan itu bisa saya pergunakan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari. Saya pun akan langsung memberikan rangking dan komentar untuk tulisan itu." Menjawab pertanyaan terbentuknya Universitas harus ada Fakultas dan Jurusan. Ia menjelaskan, Di dalam Universitas kompasiana ini, ada peristwa yang bisa kita tuliskan. Ada Polhukam yang bisa kita manfaatkan untuk menyalurkan aspirasi politik kita, mengkritisi hukum di negeri ini, dan keamanannya yang harus dijaga. Ada juga kolom humaniora yang berisi filsafat, edukasi, sosial budaya, sejarah, dan agama. Kalau dilihat-lihat lagi maka kita akan melihat berbagai kolom yang begitu menggoda, mulai dari kolom Peristiwa, Polhukam, Humaniora, Ekonomi, Hiburan, Olahraga, Lifestyle, Wisata, Kesehatan, Tekno, Media, Green, Fiksi dan Muda. Semua kolom itu menyatu dalam motto sharing and connecting di universitas kompasiana. Peralihan dari Ngeblog itu Kompasiana ke Kompasiana itu Universitas Ngeblog semakin menarik kompasianers. Ini diungkapkan Wijaya Kusumah, "Saya pun semakin terpesona dengan daya tarik university of kompasiana. Bukan karena saya telah menjadi dosen kehidupan di sana, tetapi saya telah merasakan berbagai manfaat setelah saya menjadi mahasiswa di universitas itu. Sayapun merasakan betapa nikmatnya berbagi pengetahuan dan pengalaman." Ia berpesan kepada Kompasianer "Terus menulis apa yang yang saya sukai dan dikuasai. Bila tiba saatnya, sayapun akan meraih gelar sarjana blog dari university of kompasiana." (Kompasiana, 30/08) Soal rekrutmen model Duta Besar Keliling Republik Kompasiana yang digagas Dwiki Setiyawan layak kita tiru dan sebarluaskan. Mengingat menjadi duta ini saya rasa tidak ada salah dan ruginya bagi Kompasianer di manapun kini berada –sekalipun tidak ada surat pengangkatan dari Admin Kompasiana. Kita tidak akan rugi dengan “tugas sampingan” tersebut. Bahkan lebih banyak untungnya. Bagi saya pribadi, untung gandanya, yakni: bisa berkenalan dengan perempuan-perempuan cantik. He..he..he… Oya, dari penelusuran terhadap posting-posting yang ada, beberapa Kompasianer telah mempraktekkannya. Salah satunya, Daeng ASA dalam “merekrut” Mama Mariska Lubis (MML) (Dwiki Setiyawan's Blog, 25/10/09) Terbentuknya kelas jauh seperti yang diinginkan Pepih Nugraha Admin pengelola saat membaca postingan Andika berjudul Kompasianers di Malaysia Merasakan dan tulisan Wening Gemi Nastiti berjudul Salam dari Kami, Pelajar Indonesia yang Menuntut Ilmu di Malaysia. Saya membayangkan, andai setiap Kompasianer yang berada di luar negeri manapun (tidak hanya Malaysia) seperti Hongkong, Dubai, Amerika Serikat, Fiji, Selandia Baru, Jepang, Jerman, Taiwan, Mesir, Korea, Amerika Serikat, Perancis dan seterusnya… menjadi duta Kompasiana di luar negeri, bukan suatu yang mustahil jika Kompasiana dijadikan “jembatan” diplomasi lewat tulisan. Anda, para Kompasianer di luar negeri, akan menjadi saksi mata atau “jurnalis” Indonesia di luar negeri. Informasi Anda menyangkut Indonesia di luar negeri (proximity) yang di-share di Kompasiana, akan menjadi pertukaran informasi yang sangat dahsyat dan bermanfaat. Tuliskan kejadian yang menimpa atau bersangkut-paut dengan Indonesia dan keindonesiaan di negeri dimana Anda mukim, maka ia akan menjadi informasi global mengenai Indonesia di luar negeri. “Bad news is a good news”, itu jargon media arus utama. Tetapi untuk Anda, para Kompasianer di luar negeri, selain menampilkan “bad news is a good news” (penderitaan TKI, kecelakaan yang menimpa WNI di luar negeri), “good news is a good news” juga (prestasi orang Indonesia di luar negeri), dua-duanya bisa Anda tulis dan laporkan di Kompasiana ini. Proximity (kedekatan) dalam pemahaman saya, bukan semata-mata jarak fisik, tetapi kedekatan emosi dan perasaan kita sebagai warga negera Indonesia, dimanapun berada. Contoh, secara proximity Amerika Serikat sangat jauh dari Jakarta (18 jam perjalanan dengan pesawat terbang). Akan tetapi jika kebetulan ada peristiwa yang menimpa warga negara Indonesia di sana dan Anda melaporkannya di Kompasiana, proximity berupa kedakatan emosi dan perasaan tetap ada dan itu sangat berharga. Saya kok membayangkan, Kompasianer di luar negeri akan menjadi duta bangsa Indonesia. Saya percaya itu! (Kompasiana, 7/09) Keberadaan Komunitas Kompasianers Jakarta, Jogjakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Makasar, Sumatra dengan pelbagai acara Kopdar menjadi sebuah keharusan untuk tetap mengelola kelas jauh University of Kompasiana. Upaya menjungjung tinggi Kompasiana sebagai Universitas Ngeblog yang Sehat. Rupanya kita harus belajar terhadap Sukron Abdilah, Admin Jejaringku. Meski ia mengaku baru kemarin sore menjadi blogger. Saya merasakan perbedaan rasa, yakni hadirnya kebebasan dalam berekspresi. Tentunya sebelum saya menjadi anggota kompasiana, tak begitu tahu dengan etika seorang blogger. Yang saya tahu, memposting, memposting, dan memposting. Namun, setelah bergabung dengan komunitas blogger di kompasiana, saya jadi sedikit tahu ikhwal etika bertukar informasi dengan khalayak. Saya tak boleh menjadi plagiator, pencuri tulisan orang lain, mengetengahkan ide secara elegan, tidak menyinggung SARA, dan berbagai aturan lainnya. Orang yang berjasa membentuk wawasan saya tentang blogging, ialah kang Pepih Nugraha. Saya mengenal beliau dari tulisan-tulisan di Koran Kompas tentang new media. Setelah beberapa bulan, sejak mengenal kang Pepih melalui artikel di media cetak, akhirnya lahirlah kompasiana.com. Terobosan baru, waktu itu saya berteriak dalam hati. Blog keroyokan adalah istilah yang sering digunakan oleh kang Pepih ketika menyebut kompasiana.com. Hal itu memang betul adanya. Sekarang, kompasiana menjadi ikon baru new media di Indonesia, yang murni kontennya diisi publik. Dari kompasiana ini juga, saya yakin bakal lahir buku yang berasal dari kompasianer (sebutan pengguna kompasiana). Maka, menulislah di kompasiana agar lebih beretika…lebih beradab…dan lebih mengenal peradaban mayantara ini. Ia menghimbau, Kompasianer tak sekadar berwacana tentang kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Namun telah melakukan sesuatu yang besar. Bertukar pikiran untuk memengaruhi kebijakan pemerintah Indonesia, yang kurang pro-rakyat.Perubahan, kata Hasan Hanafi, bermula dari revolusi pemikiran. Nah, kompasiana memberikan sepetak ruangan bagi publik untuk menyimpan ide dan gagasannya. Mudah-mudahan ke depan, anak cucu kita masih bisa menggunakan kompasiana sebagai media menyuarakan aspirasi masyarakat terpinggir. Ia berharap, kalau perlu nanti 40, 50, 60 tahun ke depan, ketika Tuhan masih memercayakan saya untuk terus hidup; pasti saya masih setia memposting tulisan di kompasiana. Sebab, kompasiana telah melahirkan gen baru dalam diri saya: berbagi tanpa pamrih tentang segala sesuatu. Selain itu, menjadikan saya lebih beradab! Nah…betul juga kalau kini kita wajibulkudu mulai berkampanye….Ngeblog Itu…Kompasiana. Silakan berkunjung dan mendaftar di www.kompasiana.com, agar kita menjadi manusia beradab. Saya merasakan kekuatan baru dari new media besutan barudak kompas ini. Percayalah saya merasakan menjadi penulis sungguhan karena menulis di kompasiana, dalam waktu sekejap terjadi interaksi memukau antara penulis dan pembaca (Sunan Gunung Djati, 02/02) Interaksi penghuni Kompasiana menjadi modal utama mewujudkan the university of kompasiana sebagai kampus kehidupan yang diusulkan Muhammad Yunus menambahkan melalui Slogan KOMPASIANA dalam bingkai [K] kredibilitas, kritikus [O] objektif, obrolan [M] mengasyikkan, menggairahkan [P] positif, popularitas [A] atraktif, akrab, akuntabilitas tulisan dan penulis [S] self-publish and marketing, sensitif [I] Indah [N] normatif. Keenambelas syarat ini menjadikan kita masyarakat santun, cerdas dan beradab. (Kompasiana, 11/11) Mari kita menulis dan berbagi di University of Kompasiana. Selamat Ulang Tahun ke-2 Kompasiana. Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H