Mohon tunggu...
Ibn Ghifarie
Ibn Ghifarie Mohon Tunggu... Freelancer - Kandangwesi

Ayah dari 4 anak (Fathia, Faraz, Faqih dan Fariza) yang berasal dari Bungbulang Garut.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Catatan Akhir Tahun 2009: Mengeja Rapot Merah Kebebasan Beragama Indonesia

31 Desember 2009   02:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:42 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meski Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (Laporan Kebebasan Beragama Dunia 2009) menilai kondisi kebebasan beragama di Indonesia (1 Juli 2008-30 Juni 2009) lebih baik dari periode sebelumnya. Bila mengingat divonisnya pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan Komandan Lasykar Islam, Munarman, dengan hukuman 18 bulan penjara karena aksi brutal mereka menyerang Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) pada 1 Juni 2008. Menurut Center for Religious Freedom, ranking kebebasan beragama Indonesia masih di tingkat partly free, belum sepenuhnya free. Ini berbeda dengan hak-hak politik (political rights) dan kebebasan sipil (civil liberties) yang sudah di posisi free. Untuk mencapai tingkat benar-benar free sebagaimana dalam soal partisipasi politik dan kebebasan sipil, Indonesia masih harus mengerjakan beberapa pekerjaan rumah lagi. Rupanya, jaminan kebebasan berkumpul, berserikan dan beragama sesuai dengan keyakiannya dan hak kemerdekaan pikiran, nurani dan kepercayaan hanya berhenti pada Pasal-pasal (28 ayat 2, 29 ayat 1 dan 2), Undang-undang (No 1/PNPS/1965) dan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri No 477/ 74054/ BA.012/ 4683/95 tertanggal 18 November 1978 semata. Salah satu hak dan kebebasan dasar yang diatur ICCPR sekaligus sudah dirativikasi adalah hak atas kebebasan berkeyakinan dan beragama, mencakup kebebasan menganut, menetapkan agama, kepercayaan atas pilihan sendiri, dan kebebasan, baik secara individu maupun bersama, di tempat umum maupun tertutup, untuk menjalankan agama, kepercayaan dalam kegiatan ibadah, ketaatan, dan pengajaran. Tidak seorang pun dapat dipaksa sehingga mengurangi kebebasan untuk menganut, menetapkan agama, kepercayaan sesuai dengan pilihannya. Beberapa Catatan Kelam Mari menelaah beberapa bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia selama tahun 2009, diantaranya; Pertama, Pelarangan segala bentuk dan aktivitas berbau Ahmadiyah. Ini terjadi di Garut. “Sebenarnya kami tidak keberatan jika calon Sekda beragama nonmuslim. Tapi kami keberatan kalau mereka berasal dari Ahmadiyah” tutur Ketua Koalisi Tatang Sopiana Ratusan masa yang tergabung dalam Koalisi Aktivis Ulama Santri dan Pondok Pesantren Kabupaten Garut dan gerakan Reformasi Islam (Garis) Kabupaten Garut melakukan aksi demo menolak pencalonan Iman Alirahman sebagai calon Sekretaris Daerah (Sekda) di Gedung Sate, Rabu (4/11) Iman Alirahman, salah satu dari lima calon Sekda terpilih, diduga kuat terkait dengan aliran Ahmadiyah. Kelima Sekda diantaranya; Hilman Hafidz, Iman Alirahman, Widiyana, Deni Suherman dan Miftahul Rahman. Kendati, Tatang mengaku tidak mempunyai bukti yang cukup tentang dugaan aliran sesat itu, kecuali selambaran milik Ahmadiyah. Imam tercatat di salah satu program aliran Ahmadiyah “Visi Gemilang” tahun 2006. “Kita tegas menolak Iman. Apalagi Garut itu terdiri dari banyak pesantren. Kita yang demo ini didukung 500 Pondok Pesantren di garut. Apalagi, dia juga terlibat dalam kasus korupsi penjualan aset daerah dalam APBD tahun 2004 dan 2006,” beber Tatang. (Bandung Ekspres, Kamis 5 November 2009) Kedua, Amaq Bakri. Sosok Abdullah alias Amaq Bakri alias Papuq Junaedi yang berada di Dusun Bebile Desa Sambalia Kecamatan Sambelia Lombok Timur ini “Mengaku pernah mi’raj ke langit ketujuh dan melihat Surga.” Ia membantah isu bahwa dirinya pernah mengaku nabi. Sebutan nabi sebenarnya diberikan dua orang yang mengaku wartawan dari Jawa dan pernah mewawancarainya. ‘’Dia langsung bilang berarti anda ini nabi. Saat itu saya stop ucapan mereka. saya tidak mengaku nabi,’’ katanya. Hanya saja, Amaq Bakri tidak menolak jika ada orang yang menjulukinya nabi. Menurutnya itu hak setiap orang, ‘’Orang boleh panggil saya apa saja, yang penting bukan saya yang mengatakan begitu.” Tahun 1990-an ajarannya pernah menghebohkan Desa Sambelia dan berujung penyidangan dirinya di kantor kecamatan. “Saya ingat itu tahun 1997 dan 9 kali saya di sidang. Saya malu sekali saat itu, dipertontonkan seperti maling,” ujarnya. Kasus ini bermula ketika ia menuturkan pengalaman spritualnya kepada beberapa orang. Dalam pengalamannya itu, ia mengaku naik ke langit ketujuh dan melihat langsung surga. “Bahasa dunianya mi’raj,” tegasnya. Bakri mengaku kejadian seperti ini dua kali, pertama tahun 1970 dan kedua tahun 2005. Pengalaman tahun 2005 bahkan lebih dalam, ia menuturkan masuk ke alam roh. Pengalaman inilah yang ia tuturkan dan membuat gempar masyarakat sekitar. Karena hasil perjalanannya banyak yang dinilai tidak masuk dalam akal sehat masyarakat sempat menyebutnya Gila. Beberapa pengalaman yang diceritakan amaq bakri, saat Isra’ Mi’raj itu ia dapat melihat syurga secara langsung, merasakan dan berintraksi dengan alam akhirat, sempat berganti hidup, menerima kedudukan sebagai “Pande” yang dia analogikan seperti tukang Pande Besi. Ia mengibaratkan dirinya mendapat kedudukan sebagai Pande Manusia. Ia juga mengatakan di nobatkan allah sebagai Jawa’, sebagai penunjuk jalan yang benar. Tak hanya itu, Amaq Bakri dinobatkan seagai “Nandang” atau setiap ucapan yang dia katakan merupakan kebenaran, penyeru amar ma’ruf nahi munkar. Amaq Bakri mengaku beberapa waktu lalu pernah ada muballigh yang datang ke tempatnya dan diminta untuk bertaubat. Muballigh itu bahkan sempat mengikuti pengajian-pengajiannya serta berdiskusi dengannya. Amaq bakri meduga muballigh inilah yang menyebarluaskan pemikirannya ini. “Dia memang merekam dan katanya mau membuat jadi kaset,” tambahnya Ketiga, Pengeluaran Fatwa Haram MUI Jawa Timur bagi paham Kalam Santriloka yang berkembang di Kota Mojokerto. Pasalnya, mereka dianggap menyimpang dari 10 pedoman pokok. Menurut, Rachman Aziz, Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Jatim, mengatakan, saat ini pihaknya sedang menunggu hasil pemeriksaan dari MUI Kota Mojokerto.  “Dari informasi yang kami dapatkan, ajaran tersebut menyimpang dari 10 pedoman pokok yang disepakati MUI seluruh Indonesia,” katanya. Alih-alih tidak percaya 10 pedoman pokok MUI, diantaranya; salah satu Rukun Iman dan Rukun Islam; tidak percaya pada Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terahir; mempercayai adanya kitab terakhir selain Alquran, dan menghina nabi, kelompok manapaun akan disebut sesat dan perlu diislamkan kembali. Beberapa pemahaman yang dianggap ganjil; “Paham Santriloka jelas sesat karena tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir.” Juga meyakini Syekh Siti Jenar dan Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai nabi terakhir pasca rasul, katanya Syarat masuk Islam tidak harus dengan bersyahadat, tapi cukup dengan menggunakan bunga tertentu; tidak mewajibkan jemaahnya untuk berpuasa pada bulan kesembilan pada penanggalan tahun Hijriah, tapi boleh diganti pada tanggal 1-9 bulan pertama Hirjiah; tidak mewajibkan shalat lima waktu karena cukup diganti dengan kontak batin.’ jelaasnya Perguruan Ilmu Kalam Santriloka memiliki sekitar 700 pengikut, dan aktif menggelar pengajian setiap malam Jumat Legi. Kegiatan itu dilakukan berpindah-pindah. Keempat, Pengrusakan Gereja St Albertus yang berlokasi di Kota Harapan Indah, Medan Satria, Kota Bekasi. Alasan spontanitas karena provokasi menjadi pemicu pengrusakan tempat ibadah umat Kristen. Ironisnya, perlakuan tak terpuji itu dilakukan pasca konvoi peringatan 1 Muharram. Sekitar pukul 23.00 wib saat warga Babelan dan Taruma Jaya (wilayah Utara Kabupaten Bekasi) yang berjumlah 600 orang melawati Gereja di kawasan Harapan Indah tanpa komando mereka langsung menghancurkan fasilitas Gereja. Kesuciaan mengawali tahun hijriah ini diwarnai aksi kekerasan atas nama agama. Kendati pihak Polres Metro Bekasi Kota, Kapolres Ajun Komisaris Besar Imam Sugianto menilai serangan terhadap gereja ini adalah spontanitas karena provokasi. “Massa dari Babelan dan Taruma Jaya konvoi usai perayaan 1 Muharram. Saat lewat Harapan Indah ada yang memprovokasi untuk menghancurkan gereja,” katanya “Kita sedang mengejar provokatornya, hingga saat ini sudah 28 saksi yang diperkisa,” ujarnya Tatangan Berat Menilik maraknya bentuk pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Apalagi memasuki tahun 2010. Pasalnya, banyak rancangan undang-undang, peraturan daerah, maupun uji materi atas undang-undang terkait dengan kebebasan beragama dan berkeyakinan yang kemungkinan akan disahkan serta diputuskan tahun depan. Ini terungkap dalam Laporan Tahunan The Wahid Institute (TWI), ”Kebebasan Beragama dan Kehidupan Keagamaan di Indonesia 2009”, Selasa (29/12) di Jakarta. Rumadi, menyebutkan, secara nasional, aturan legislasi yang mengatur kebebasan beragama nyaris tak berubah sejak 1990-an. Negara hanya mengakui enam agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Agama dan keyakinan lain di luar itu bebas hidup, tetapi tak mendapat tempat yang sama seperti keenam agama lain. Kini berlangsung uji materi di Mahkamah Konstitusi terhadap UU Nomor 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama serta UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. Hasil uji materi itu dipastikan akan mewarnai kehidupan keagamaan dan kebangsaan ke depan. Parahnya, DPR hanya memprioritaskan RUU yang dinilai mengatur kehidupan agama yang bersifat privat menjadi urusan publik. Bahkan, akan ada sanksi hukum negara yang sudah disiapkan bagi masyarakat yang tidak menaati aturan agama yang diformalkan itu. RUU itu, antara lain; RUU Zakat, RUU Jaminan Produk Halal. Di daerah, banyak rancangan perda terkait pengaturan zakat dan pengaturan busana tersebar di sejumlah kabupaten/kota dan provinsi. Dibandingkan tahun 2008, jumlah perda bernuansa agama meningkat pada 2009, dari dua menjadi enam perda. ”Perda tentang zakat dan busana umumnya merupakan pintu masuk proses islamisasi regulasi di berbagai daerah,” ujarnya. Selama 2009, TWI mencatat 35 kasus pelanggaran kebebasan beragama yang dilakukan pemerintah dan 93 kasus intoleransi beragama yang dilakukan antarumat beragama. Jawa Barat adalah daerah yang paling banyak terjadinya kedua kasus itu. Direktur TWI Zannuba Arifah Chafsoh Rahman (Yenny Wahid) mengakui, kondisi kebebasan beragama selama tahun 2009 masih memprihatinkan. Pemerintah enggan mengakui adanya pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan karena tidak punya visi jelas soal keagamaan, padahal persoalan itu riil. (Kompas, 30/12) Inilah rapor merah sekaligus wajah muram Indonesia bagi kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kehadiran tahun baru pun diharapkan dapat memberikan energi lebih bag terjaminya kebebasan beragam dan  berkeyakinan di Bumi Pertiwi Ini. Semoga. [Ibn Ghifarie] IBN GHIFARIE, Pegiat Studi Agama-agama dan Pemerhati Kebebasan Beragama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun