Mohon tunggu...
Ibn Ghifarie
Ibn Ghifarie Mohon Tunggu... Freelancer - Kandangwesi

Ayah dari 4 anak (Fathia, Faraz, Faqih dan Fariza) yang berasal dari Bungbulang Garut.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembubaran Ahmadiyah Pascalebaran?

6 September 2010   06:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:25 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rhoma Irama Ketua Umum Majelis Pimpinan Pusat Fahmi Tamami (Forum Silaturahim Ta`mir Masjid dan Musholla Indonesia), mendesak pemerintah untuk bersikap tegas terhadap aliran Ahmadiyah yang masih melakukan praktik keagamaan. "Kami ingin pemerintahan SBY(Susilo Bambang Yudhoyono, red) bersikap tegas terhadap persoalan Ahmadiyah ini. Kalau tidak, kami akan demo ke Istana agar persoalan ini bisa dipercepat (penyelesaiannya)," katanya Pihaknya merasa perlu untuk mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan persoalan aliran Ahmadiyah agar tidak menimbulkan kekacauan di tengah umat Islam. "Jika tidak ada sikap tegas dari pemerintahan SBY sampai akhir tahun ini, kami akan mengajak semua jamaah masjid seluruh Indonesia untuk menggelar aksi turun ke jalan. Kami sangat menginginkan Presiden SBY bisa bersikap tegas, karena kami tidak mau terjadi perpecahan di antara umat Islam yang bisa saja akan mengganggu integritas NKRI," jelasnya. Ia mengklaim organisasi Fahmi Tamimi yang saat ini dipimpinnya memiliki anggota berjumlah jutaan orang, tersebar di 18 provinsi di Tanah Air dan tuntutan ini tidak mencari sensasi. "Saya tidak sedang mencari sensasi. Sampai sekarang masih ada laporan dari Kementerian Agama, Majelis Ulama Indonesia dan alim ulama seluruh Indonesia bahwa Ahmadiyah masih melakukan praktik di negara ini." Ia berharap pemerintah segera mengambil sikap tegas terhadap Ahmadiyah demi menghindari konflik berkepanjangan di antara umat Islam di Indonesia. "Kalau pemerintah segera mengambil sikap, Insya Allah bentrokan yang tidak perlu bisa dihindari," katanya, seraya merujuk sikap pemerintah Malaysia dan Brunei Darussalam yang telah melarang aktivitas Ahmadiyah. (Antara, 6/9) Memang nasib jemaah Ahmadiyah akan ditentukan seusai Idul Fitri nanti. ini diputuskan dalam rapat koordinasi antara Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung. Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali menawarkan dua opsi penyelesaian Ahmadiyah. “Jemaah Ahmadiyah akan ditentukan seusai rapat koordinasi tiga kementerian setelah Idul Fitri,” tuturnya. Dua pilihan yang ditawarkan Surya dalam menangani jemaah Ahmadiyah adalah pertama, pembiaran, dan yang kedua adalah pembubaran. Dengan membiarkan Ahmadiyah, risikonya akan terus berlangsung karena menodai ajaran agama Islam. Bahkan, ia menengarai hal ini akan meningkatkan skala ketidak­senangan terhadap pengikut Ahmadiyah, sekaligus meningkatkan konflik. Untuk opsi kedua, membubarkan Ahmadiyah, risikonya akan lebih ringan dibandingkan dengan pembiaran. Pembubaran artinya menghentikan kegiatan penyebaran agama yang ­dianggap sesat dari agama Islam. Pembubaran ini sesuai dengan UU No 1 PNPS 1965 dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Alasan lainnya adalah pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi kemasyarakatan Islam. Pembubaran ini, imbuhnya jangan diartikan memiliki semangat kebencian dan permusuhan, tapi harus dilihat sebagai semangat persaudaraan. Artinya memahami jemaah Ahmadiyah memiliki nilai positif bahwa mereka memiliki kehendak beragama Islam. Hanya saja mereka mendapat dakwah yang salah, yang berbeda secara prin­sipil dari ajaran pokok agama Islam. Oleh karena itu, diperlukan adanya ­dialog antara jemaah Ahmadiyah agar mendapatkan pokok ajaran yang tepat. Ia berpendapat pihak-pihak yang selama ini mendukung jemaah Ahmadiyah adalah mereka yang tidak mengerti secara benar apa itu Islam. “Banyak yang mendukung Ahmadiyah karena mereka belum memahami ajaran agama Islam,” Di sisi lain, Sekretaris Setara Institute Romo Benny Susetyo mengatakan, secara keseluruhan, kehidupan berkeyakinan dan beragama adalah hak asasi ­manusia. Oleh karena itu, negara maupun aparat keamanan sekalipun tidak dapat mengintervensi masyarakat dalam beribadah sesuai keyakinan yang dianutnya. “Beribadah dan berke­ya­kinan adalah hak asasi setiap manusia,” tegas Romo Benny (Sinar Harapan, 2/9) Akankah terjadi pembubaran Ahmaduyah pascalebaran?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun