Perpustakaan, sebagai institusi yang kaya akan pengetahuan, terus bertransformasi untuk memenuhi tuntutan zaman. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, perpustakaan harus beradaptasi agar tetap relevan dan dapat memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Namun, sementara beberapa perpustakaan telah berhasil mengambil langkah maju dengan menyediakan layanan daring, tantangan masih ada di banyak tempat.Â
Peran perpustakaan dalam masyarakat sangatlah penting. Selain sebagai sumber informasi, perpustakaan juga merupakan tempat untuk rekreasi, pendidikan, penelitian, dan pelestarian budaya. Purwono (2023) menjelaskan bahwa perpustakaan pada umumnya memiliki fungsi, yaitu menyimpan koleksi yang diterimanya, sebagai tempat belajar seumur hidup terlepas mereka telah lulus dari bangku pendidikan ataupun sudah bekerja, menyediakan berbagai macam koleksi untuk keperluan penelitian, menyediakan informasi yang sesuai dengan jenis perpustakaan, dan menyimpan khasanah budaya bangsa untuk meningkatkan apresiasi budaya dari masyarakat lewat penyediaan bacaan. Â Namun, dalam mengemban fungsi-fungsinya tersebut, perpustakaan tidak boleh kehilangan konteks zaman. Suwarno (2019) mengemukakan bahwa setiap perpustakaan memiliki tanggungjawab terhadap tuntutan profesionalisme di bidang pengelolaan informasi untuk menghadapi dan merespon perkembangan teknologi dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan pemustaka. Salah satu cara untuk tetap relevan dengan perkembangan teknologi adalah dengan menyediakan layanan secara daring atau online.
Saat ini, telah banyak perpustakaan yang melangkah ke arah perpustakaan digital, memungkinkan akses tanpa batas bagi pemustaka dari segala tempat dan waktu. Namun, masih ada yang terkendala dalam menyediakan layanan rujukan daring. Beberapa perpustakaan juga masih enggan untuk berinovasi dalam hal ini, meskipun sosial media telah menjadi platform yang efektif untuk berkomunikasi dan memberikan layanan. Beberapa perpustakaan masih meyakini bahwa mengajukan pertanyaan secara daring merupakan tindakan yang kurang sopan sehingga hal ini menimbulkan masalah baru dalam pemberian layanan rujukan.
Gagalnya pemanfaatan media sosial sebagai sarana pemberian layanan rujukan juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Meskipun memerlukan penelitian yang mendalam untuk hal ini, salah satu alasan gagalnya pemanfaatan media sosial untuk pemberian layanan adalah kurangnya pemahaman pustakawan terhadap tugas-tugas pustakawan sebagai penyedia informasi di perpustakaan dan tidak relevannya latar belakang pendidikan pustakawan dengan bidang yang dikerjakan. Pendidikan formal yang kurang dalam bidang ilmu perpustakaan dapat menghambat pemahaman akan kode etik pustakawan dan keterampilan teknis yang diperlukan dalam menjalankan tugas sebagai pustakawan.
Kurangnya kesadaran akan tugas-tugas pustakawan dan kurangnya pelatihan yang komprehensif dan pengembangan profesionalisme juga menjadi hambatan dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan layanan. Lebih lanjut, kurangnya perhatian dari lembaga induk atau otoritas yang mengawasi perpustakaan menyebabkan stagnasi dalam hal ini dapat berlanjut hingga bertahun-tahun lamanya.Â
Perpustakaan seharusnya menjadi sarana belajar sepanjang hayat bagi masyarakat, tetapi juga sebagai motor untuk meningkatkan minat baca. Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Melalui data tersebut dapat diartikan bahwa dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Program of International Student Assessment (PISA) pada tahun 2019, minat baca Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 70 negara. Penting bagi perpustakaan untuk mengambil langkah-langkah konkret dalam menghadapi tantangan ini.
Pelatihan yang komprehensif bagi pustakawan, investasi dalam bidang teknologi dan informasi, serta peningkatan kesadaran akan peran perpustakaan di era digital merupakan langkah-langkah yang diperlukan saat ini. Dalam evaluasi kinerja perpustakaan, penggunaan teknologi internet harus menjadi fokus utama. Layanan daring, seperti rujukan online dan penyediaan informasi melalui website, adalah langkah awal yang penting. Selain itu, pengembangan katalog online dan profil perpustakaan yang informatif juga dapat meningkatkan visibilitas dan aksesibilitas perpustakaan. Dengan menghadapi tantangan ini dan memanfaatkan peluang yang ada, perpustakaan dapat terus menjadi pusat pengetahuan yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat di era digital ini.
Daftar Pustaka
https://balaibahasasumut.kemdikbud.go.id/2023/09/07/manca-untuk-literasi-yang-menyenangkan/#:~:text=Selain%20itu%2C%20berdasarkan%20survei%20yang,antara%20negara%2Dnegara%20yang%20disurvei. diakses pada tanggal 11 Mei 2024
https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media diakses pada tanggal 11 mei 2024
Purwono. (2023). Profesi Pustakawan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Suwarno. (2019). Organisasi Informasi. Tangerang Selatan: Univeristas Terbuka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H