Perpustakaan memiliki potensi sendiri sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Melalui aspek pengembangan koleksi, perpustakaan melakukan pengadaan bahan pustaka baik dengan cara pembelian, penukaran, kerjasama antar perpustakaan hingga menerima sumbangan bahan pustaka. Tidak hanya itu perpustakaan pada dasarnya dapat menerbitkan terbitannya secara mandiri. Terbitan perpustakaan secara umum akan dimanfaatkan oleh pemustaka atau pengunjung perpustakaan. Oleh sebab itu, jumlah dari terbitan tersebut dapat disesuaikan dengan kemampuan dari perpustakaan tersebut.
Penerbitan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu penerbitan berkala dan penerbitan non berkala. Berkala dalam konteks penerbitan memiliki makna bahwa terbitan akan diterbitkan dalam rentang waktu tertentu. Rentang waktu tersebut dapat bermacam-macam, seperti setiap bulan, setiap minggu, atau dua minggu sekali, dan lain-lain. Sementara itu, terbitan non berkala biasanya hanya terbit sekali atau tidak terbit pada rentang waktu tertentu. Dengan demikian, perpustakaan dengan dana minim sekalipun dapat menerbitkan terbitannya sendiri tanpa harus terpaku pada rentang waktu pada penerbitan berkala.
Salah satu ide menarik diungkapkan oleh Iriantara dalam bukunya Manajemen Penerbitan. Menurut Irvaniara (2022), penerbitan non berkala dapat dilakukan oleh perpustakaan dengan menerbitkan buku sejarah lokal. Buku sejarah lokal tersebut dapat berupa sejarah dari tempat perpustakaan tersebut berada. Misalnya, perpustakaan daerah Tulungagung dapat menerbitkan sebuah buku tentang sejarah kota Tulungagung. Konsep ini baik diterapkan saat menjelang hari ulang tahun kota/kabupaten.
Dalam penerapannya, perpustakaan dapat menerbitkan sendiri dengan bantuan staf perpustakaan yang memiliki latar belakang yang relevan dengan subjek buku yang akan diterbitkan. Tak hanya itu, alternatif cara yang dapat dilakukan perpustakaan adalah dengan mengadakan sayembara guna mengumpulkan naskah buku. Sayembara dapat melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, guru, dosen, ataupun pihak yang memiliki latar belakang keilmuan yang relevan dengan subjek buku yang akan diterbitkan. Dengan demikian, isi terbitan dan otoritas bahan pustaka dapat dipertanggungjawabkan.
Naskah buku tersebut selanjutnya diseleksi berdasarkan format penulisan yang sudah ditetapkan oleh panitia sayembara. Format penulisan tidak melulu mengenai font ataupun jenis kertas yang digunakan. Melainkan juga harus mencakup mengenai aspek keterbacaan tulisan secara makna. Pihak yang menyeleksi sebaiknya juga memenuhi syarat latar belakang keilmuan yang relevan, memahami ejaan yang benar, dan mampu untuk melakukan validasi terhadap isi tulisan sebagai penelaah materi.
Dalam hal keikutsertaan peserta, perpustakaan dapat memberikan peraturan tambahan seperti jumlah peserta dalam bentuk tim ataupun perorangan sehingga adanya kejelasan. Setelah pemenang dari sayembara tersebut diketahui, panitia dapat menetapkan pemenang sayembara dan melakukan perjanjian kerjasama antara perpustakaan dan penulis naskah buku.
Perjanjian kerjasama antara perpustakaan dan penulis memiliki banyak manfaat. Bentuk kerjasama ini dapat menghindarkan naskah buku dari praktek manipulatif maupun hal-hal yang tidak diinginkan oleh masing-masing pihak. Perjanjian kerjasama dapat mengatur hal-hal lain seperti honorarium bagi penulis, pertanggungjawaban si penulis terhadap isi atau konten tulisan, dan lain-lain. Oleh karena perpustakaan merupakan lembaga nirlaba atau lembaga yang tidak menghasilkan keuntungan materi, penulis mungkin tidak akan mendapatkan upah tulisan dari terbitan ini. Maka dari itu, perpustakaan perlu menyebutkannya dalam perjanjian kerjasama. Namun, sebagai gantinya perpustakaan dapat menerbitkan terbitan tersebut dengan mencantumkan nama asli penulis naskah tersebut dan bila perlu perpustakaan dapat memberikan sertifikat penghargaan sebagai kontributor dalam sayembara tersebut sebagai bentuk apresiasi. Tidak hanya itu, perpustakaan perlu mencantumkan perihal penggandaan bahan pustaka di dalam perjanjian tersebut yang ditujukan untuk penambahan koleksi alih-alih untuk diperdagangkan. Aspek hak cipta memang sangat krusial bagi terbitan, oleh sebab itu tidak ada salahnya perpustakaan menjalin kerjasama dengan penulis naskah buku guna kenyamanan dalam memberikan layanan kepada pemustaka.
Sebenarnya tidak ada batasan mutlak bagi perpustakaan untuk memutuskan subjek yang akan diterbitkan, tetapi subjek yang akan diterbitkan akan mengikuti jenis-jenis dari perpustakaan yang mangadakan terbitan tersebut. Basuki (2019) berpendapat bahwa terdapat 5 jenis perpustakaan, diantaranya perpustakaan nasional, perpustakaan umum, perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, dan perpustakaan perguruan tinggi. Perpustakaan umum memiliki lebih banyak kebebasan dalam menentukan subjek, sementara perpustakaan sekolah dan perpustakaan perguruan tinggi umumnya akan berfokus pada aspek pendidikan.
Pengolahan terhadap terbitan tersebut dapat disesuaikan dengan kemampuan perpustakaan. Bila perpustakaan tidak memiliki dana yang cukup untuk mendesain sampul buku, maka pustakawan dapat mendesain sampul secara mandiri dengan perangkat lunak yang mereka kuasai. Sementara, aspek format penulisan dan tata letak dapat dipelajari sendiri oleh pustakawan. Di sisi lain, bila perpustakaan memiliki dana yang cukup, perpustakaan dapat memanfaatkan jasa percetakan untuk mengelola tampilan terbitan.
Perpustakaan sebagai lembaga yang berfokus pada pengembangan ilmu pengetahuan seharusnya mampu untuk melakukan inovasi. Perpustakaan perlu memperhatikan lingkungannya guna mewadahi pemustaka ataupun masyarakat sekitar untuk dapat berkontribusi untuk lingkungannya. Dengan penerbitan yang diwadahi oleh perpustakaan, kesempatan ini dapat menumbuhkan bibit-bibit baru dalam literasi informasi dan minat baca.
Daftar Pustaka
Basuki, Sulistyo. (2019). Pengantar Ilmu Perpustakaan. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.