Mohon tunggu...
Ghery Helwinanto
Ghery Helwinanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca memiliki banyak tujuan seperti mencari arah ke tempat tujuan, mencari arti dari suatu kata, mencari penjelasan dari suatu kejadian, dan lain-lain. Membaca juga tidak melulu soal buku, bisa juga koran, majalah, artikel ilmiah, artikel berita, peta, kamus, hingga bibliografi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Karya Sastra Fiksi dan Karya Fiksi Komersial

9 Desember 2023   10:33 Diperbarui: 9 Desember 2023   11:34 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara umum, karya tulis dibedakan menjadi dua jenis, yaitu karya non fiksi dan karya fiksi. Karya fiksi merupakan hasil karangan dari penulis, dimana karangan memiliki makna tulisan yang fiktif atau tidak nyata yang berasal dari imajinasi atau pikiran kreatif. Sementara, karya non fiksi umumnya dapat berupa biografi, autobiografi, kamus, ensiklopedia, karya tulis ilmiah, dan lain-lain. Hal kentara yang membedakan keduanya adalah fiksi dihasilkan dari proses imajinasi, fantasi, ataupun pikiran kreatif penulisnya. Dengan kata lain, fiksi ialah sebuah karangan dan sesuatu yang dikarang bukanlah berasal dari dunia nyata atau sebuah data ataupun fakta lapangan.

Bila perbedaan tersebut tidak dipahami dengan baik, maka hal ini dapat menimbulkan banyak masalah yang tidak diinginkan mulai dari pencekalan, pemblokiran karya fiksi  di sebuah negara, hingga pembunuhan terhadap penulis ataupun pihak-pihak yang berhubungan dengan karya fiksi tersebut. Dengan memahami perbedaannya, pembaca diharapkan dapat memberikan batas dunia sebagai karangan yang sebenarnya tidak nyata dengan tulisan ilmiah yang dibuat berdasarkan pada data dan fakta ataupun tulisan yang memberikan manfaat pembelajaran maupun tulisan yang ditujukan untuk hiburan saja. Baik itu menghibur atau tidak menghibur, karya fiksi pada dasarnya adalah sebuah karangan yang tidak nyata dan umumnya ditujukan untuk target pembaca tertentu. Oleh sebab itu, wajar bila karya fiksi tertentu tidak sesuai dengan selera kita.

Terdapat beberapa kesalahpahaman yang membuat sebuah karya fiksi perlu memberikan manfaat berupa pembelajaran. Di Indonesia, kita memiliki ekspektasi bahwa setiap tulisan baik prosa ataupun puisi perlu memiliki makna yang positif sehingga dapat dijadikan bahan pembelajaran. Melalui pendidikan juga, kita diminta untuk mencari pesan moral dari sebuah cerita yang telah kita baca. Namun, bagaimana manfaat lain dari karya fiksi? Apakah karya fiksi hanya terbatas pada manfaat memberikan pembelajaran?

Dalam konteks cerita, kita dulu waktu masih duduk di bangku sekolah dasar telah mengenal istilah cerita rakyat. Kita sudah mengenal banyak sekali judul cerita binatang atau fabel dan cerita rakyat dari Si Kancil hingga Timun Mas. Lalu, di perpustakaan sekolah di tingkat lanjut atau di toko buku kita kemudian mendapati banyak jenis cerita-cerita lain yang terkemas dalam bentuk novel.

Pada dasarnya, sebuah novel dapat terbagi menjadi dua jenis, diantaranya adalah novel komersial dan novel sastra. Menurut KBBI, komersial memiliki arti berhubungan dengan niaga atau perdagangan. Komersial dalam bahasa Inggris, yaitu commercial memiliki makna "menjual" atau berhubungan dengan menghasilkan uang (Cambridge Dictionary). Melalui pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa novel sebagai karya fiksi yang komersial cenderung berfokus pada aspek menghasilkan uang atau menjual. Namun bagaimana mengenai istilah sastra itu sendiri? Sebagian dari kita mengenal sastra sebagai karya fiksi dengan kata-kata yang indah dengan makna tersirat atau tidak lugas. Tapi apakah benar sastra demikian?

Istilah sastra sebenarnya memiliki makna yang sama dengan istilah literary dalam bahasa Inggris. Berdasarkan kamus Cambridge Dictionary, literary dalam bahasa Inggris memiliki arti berhubungan dengan tulisan yang ditulis secara artistik. Sementara itu, Suarta dan Dwipayana (2014) mengemukakan bahwa istilah sastra dalam bahasa Sansekterta diartikan sebagai alat untuk mengajar, buku petunjuk, instruksi, atau pengajaran yang baik dan indah. Maka dari itu, tidak heran bila ketika kita membaca sebuah cerita kita seolah-olah dituntut untuk menemukan pesan moral atau bahan pembelajaran yang terkandung di dalamnya. Hal ini karena selama kita duduk di bangku sekolah secara tidak langsung kita mendapatkan pengetahuan bahwa cerita yang kita baca adalah alat pengajaran/ sastra. Tapi, apakah semua cerita yang kita baca adalah alat pengajaran atau sastra? Ketika Anda membaca komik The Adventures of Tintin, apakah Anda bisa menemukan pembelajaran dari kisah yang dilalui Tintin? Tapi apakah komik secara umum adalah sastra hanya karena cerita tersebut menjadi alat pengajaran atau dapat memberikan bahan pembelajaran? Suerta dan Dwipayana (2014) berpendapat bahwa sastra tidak dapat didefinisikan berdasarkan pada kefiktifan atau keimajinatifannya, melainkan sastra dapat dipandang melalui penggunaan bahasa sebagai mediumnya. Dengan kata lain, sastra memiliki makna yang kurang lebih sama dengan istilah literary dalam bahasa Inggris karena literary berfokus pada hasil tulisan yang artistik atau bahasa yang indah.

Terdapat 4 karakteristik dari karya sastra menurut Suerta dan Dwipayana (2014), diantara adalah: sastra sebagai wadah, sastra universal, sastra mengalami deotomatisasi/ defamiliarisasi, dan sastra merupakan proses mimesis. Sastra sebagai wadah memiliki tujuan untuk menyampaikan gagasan-gasasn pengarang berupa kritik sosial, politik, budaya. Meskipun menyampaikan kritik lewat gagasan-gagasan, karya sastra sebagai fiksi tidak menyampaikan kritik secara eksplisit sehingga faktor kebahasaan jauh lebih menonjol dibandingkan dengan bentuk kritik tersebut. Sastra sebagai wadah kritik masih tidak dapat meninggalkan kefiktifannya sehingga sangat wajar bila sastra ini memiliki batasan dari dunia nyata. Sastra memiliki karakter yang universal karena setiap kata, frasa, kalimat, tokoh, latar, dan elemen-elemen dalam cerita yang lain memiliki sifat yang universal.  Deotomatisasi dalam sastra memiliki makna tidak menggunakan bahasa atau kata-kata yang biasa. Oleh sebab itu, sastra umumnya tidak menggunakan bahasa yang lugas dan cenderung menggunakan kalimat dengan makna tersirat. Sastra juga kerap menggunakan gaya bahasa yang beragam. Sastra adalah bagian dari seni, maka dari itu tidak relevan bila sastra sebagai fiksi dijadikan sebagai sesuatu yang dibahas diluar konteksnya sebagai sebuah karangan yang fiktif.

Melalui pengertian sastra sebagai alat pengajaran, sastra harus memberikan pendidikan bagi pembacanya. Dari penyataan tersebut, karya tulis yang memenuhi syarat alat pengajaran dapat tercermin jelas pada karya non fiksi. Hal ini karena karya non fiksi bukanlah hasil karangan yang berdasarkan pada imajinasi atau pikiran penulisnya, melainkan karya non fiksi merupakan karya tulis yang ditujukan untuk pengembangan pengetahuan, dan hal-hal lain yang empiris dan ilmiah ataupun spritual.

Di sisi lain, sastra dalam konteks fiksi cenderung menggunakan bahasa yang artistik atau indah sebagai mediumnya. Tak hanya itu, sastra fiksi dapat dibuat dengan gagasan-gagasan atau kritik sosial, budaya, ataupun politik tanpa meninggalkan faktor kebahasaan sebagai seni. Dengan demikian sastra fiksi dan sastra non fiksi memiliki perbedaan dari segi tujuan hingga pemanfaatannya. Sastra fiksi lebih tampil sebagai bentuk gagasan yang diwujudkan lewat karangan dengan gaya bahasa yang artistik, sementara sastra non fiksi diharuskan untuk memberikan pengajaran dalam konteks pengetahuan, moral, ataupun dalam hal pendidikan, serta wajib menggunakan bahasa yang lugas.

Seperti yang saya bahas sebelumnya, karya fiksi komersial memiliki tujuan untuk menjual produk. Selama konteks tersebut terpenuhi, maka karya fiksi tersebut terbatas pada penjualan. Terlepas bahasa yang digunakan cenderung artistik/ ditulis dengan makna tersirat atau tidak, fokus utamanya tidak terletak di situ. Sehingga, karya fiksi komersial akan lebih cenderung memiliki sifat menghibur.

Kesimpulannya, karya fiksi dapat terbagi menjadi karya sastra fiksi dan karya fiksi komersial. Sastra fiksi dapat memberikan bahan pembelajaran melalui pesan moral yang kuat dengan tanpa melupakan faktor kebahasaan yang menjadi fokus utamanya. Tetapi, karya fiksi juga dapat memiliki tujuan hanya untuk menghibur, serta komersial dengan hanya menggunakan bahasa yang lugas. Kedua karya fiksi tersebut sangatlah berseberangan. Meskipun mungkin terdapat karya sastra fiksi yang komersial, namun penting untuk tidak mencampuradukkan kedua jenis karya fiksi tersebut.

Terimakasih telah membaca artikel ini. Bila ada pertanyaan, saran, dan pendapat bisa dituliskan di komentar di bawah. Jangan lupa untuk tekan tombol follow jika kalian ingin tahu lebih banyak tentang topik ini. Sampai jumpa di artikel berikutnya!

Daftar Pustaka

https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/commercial diakses pada tanggal 9 Desember 2023.

https://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/literary diakses pada tanggal 9 Desember 2023.  

Suarta, I Made dan Dwipayana, I Kadek Adhi. (2014). "Teori Sastra". Jakarta: Rajawali Pers.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun