Mohon tunggu...
Ghefira Salsabillah
Ghefira Salsabillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Telkom University

Halo! perkenalkan nama saya Ghefira Salsabillah saya adalah mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi di Telkom University Bandung. Saya memiliki hobi menyanyi,bersepeda, dan saya tertarik untuk menulis artikel. Salam kenal semua!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah dan Aspek Komunikasi Budaya pada Mata Uang Massa Hindia-Belanda

9 November 2023   19:25 Diperbarui: 9 November 2023   19:47 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi Pribadi 

Saat saya berkunjung ke salah satu Museum yang menyimpan koleksi benda-benda bersejarah terutama dari daerah Jawa Barat dan Museum ini bertempatkan di pusat Kota Bandung,  yang bernama Museum Sri Baduga. Saya melihat koleksi benda-benda bersejarah yang ada disitu salah satunya yaitu Mata Uang pada massa Hindia-Belanda. Lalu apa Sejarah dan Aspek Komunikasi Budaya dari Mata uang Hindia-Belanda ini ? Ayo simak penjelasan dibawah ini ya!

Sejarah Mata Uang Hindia-Belanda

Pada akhir abad ke-16 armada kapal dagang Belanda mendarat di Pulau Jawa. Pada Tahun 1602 mereka mendirikan persekutuan dagang di Hindia-Timur, dikenal dengan nama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie) atau kompeni Belanda. Pada masa kompeni Belanda banyak beredar mata uang dengan berbagai satuan nilai seperti, dukat/dukatoon, duit/duyit, stuiver, gulden, dan sebagainya. Mata uang tersebut di cetak di provinsi-provinsi di negeri Belanda dan Indonesia, terutama di Batavia.

Menjelang runtuhnya VOC pada tahun 1799 dibuat uang darurat dari potongan batangan tembaga terbentu persegi empat yang dicetak di Batavia, disebut uang bank. Beberapa satuan mata uang yang beredar lainnya adalah Gulden dan Sen, dengan istilah ringgit ( 5 Gulden/Rupiah ). Selain uang logam, dicetak pula uang kertas keluaran De Javasche Bank , inilah  bank pertama yang berdiri di indonesia pada abad ke-19, sekarang menjandi Bank Indonesia. Kemudian pemerintah Hindia-Belanda berusaha mengisi kas dengan berbagai cara antara lain, menjual beberapa lahan tanah kepada perusahaan (swasta) yang membuka usaha perkebuna. Pemilik perkebunan selain orang Belanda sendiri juga orang-orang asing seperti Cina, Arab, Jerman, Perancis, dan Jepang. Untuk membayar gaji buruh yang bekerja di perkebunannya, mereka menciptakan uang yang disebut Token Perkebunan semacam alat tukas yang hanya beredar dan berlaku di tempat tertentu seperti token untuk perkebunan teh, token untuk perkebunan tembakau, dan sebagainya. Token perkebunan pernanh beredar di indonesia bentuknya sangat unik. Bahannya selain logam dan Bambu.

Bagaimana Aspek Komunikasi Budaya yang ada di Mata Uang Hindia - Belanda ?

 Mata uang Hindia Belanda tidak hanya sekadar alat tukar, tetapi juga memiliki nilai simbolis dan komunikatif dalam konteks antar budaya. Desain mata uang tersebut dapat mencerminkan dinamika kekuasaan, hierarki sosial, dan pertukaran budaya antara Belanda dan masyarakat lokal.

  • Gambar atau simbol yang terdapat pada mata uang bisa mencerminkan nilai-nilai budaya Belanda, seperti simbol kekuasaan dari pemimpin Belanda atau tokoh-tokoh sejarah Belanda. Ini bisa menjadi gambara keberadaan Belanda di wilayah tersebut.
  • Penggunaan bahasa pada mata uang juga menjelaskan apakah bahasa yang digunakan adalah Belanda atau bahasa lokal? Penggunaan bahasa Belanda bisa mencerminkan dominasi budaya Belanda, sementara penggunaan bahasa lokal mungkin mencerminkan upaya untuk berkomunikasi dengan penduduk setempat.
  • Nilai nominal mata uang juga bisa mencerminkan keadaan ekonomi di masyarakat pada masa itu. Apakah terdapat perbedaan nilai antara mata uang yang digunakan oleh Belanda dan masyarakat lokal? Hal ini dapat mencerminkan ketidaksetaraan dalam pertukaran ekonomi dan kekuasaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun