KRITERIA GAWAT DARURAT YANG DI TANGGUNG OLEH BPJS
Oleh : dr. Ghea Putri Hendriani
NIM : 20230620034
Mahasiswa Magister Hukum Universitas Hang Tuah Surabaya
Saat ini, beredar beberapa narasi yang menyebutkan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) sedang melakukan pemeriksaan kembali terhadap beberapa tindakan yang di lakukan di Rumah Sakit khususnya Instalasi Gawat Darurat untuk mengidentifikasi potensi fraud.
Salah satu isu yang kerap menimbulkan kebingungan adalah definisi kondisi gawat darurat menurut BPJS. Menurut BPJS Kesehatan, kondisi gawat darurat adalah suatu keadaan klinis yang membutuhkan penanganan medis segera untuk mencegah kematian atau kecacatan serius. Pelayanan gawat darurat, menurut Panduan Layanan Jaminan Kesehatan Nasional -- Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), adalah layanan kesehatan yang harus diberikan kepada pasien secepat mungkin untuk mencegah kematian, keparahan, atau kecacatan sesuai dengan kemampuan fasilitas kesehatan.
Dalam situasi-situasi ini (gawat darurat), peserta BPJS dapat langsung menuju IGD rumah sakit terdekat tanpa perlu rujukan terlebih dahulu. Setelah penanganan awal di IGD, jika diperlukan perawatan lanjutan, pasien mungkin akan dirujuk ke rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, jika setelah pemeriksaan di IGD ternyata kondisi pasien tidak dianggap sebagai gawat darurat menurut kriteria BPJS, pasien mungkin akan dikenakan biaya sendiri atau diarahkan untuk mengikuti prosedur rujukan biasa dari faskes tingkat pertama.
Berdasarkan surat edaran dari BPJS pada bulan Juni 2024 ke Rumah Sakit yang berisikan tentang :
"Sehubungan dengan dilakukannnya evaluasi terhadap penjaminan kasus gawat darurat dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:
- Berdasarkan Peraturan Presiden No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 52 ayat (1) disebutkan bahwa salah satu manfaat yang tidak dijamin adalah pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan pada Pasal 3 disebutkan :
- Pelayanan kegawatdaruratan harus memenuhi kriteria kegawatdaruratan.
- Kriteria kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan;
- adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi;
- adanya gangguan hemodinamik; dan/atau
- memerlukan tindakan segera.
- Berdasarkan regulasi tersebut diatas maka pelayanan kesehatan yang dapat dijamin dalam program JKN pada unit gawat darurat adalah pada kasus yang memenuhi kriteria kegawatdaruratan.
- Dalam rangka memastikan kesesuaian penagihan klaim kasus gawat darurat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka seluruh klaim pelayanan gawat darurat wajib untuk melampirkan lembar triase unit gawat darurat"
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah mengatakan bahwa Yang berwenang menetapkan pasien JKN termasuk mengalami gawat darurat atau tidak, adalah dokter yang memeriksa pasien tersebut. Apabila dari hasil pemeriksaan kondisi peserta tidak termasuk kriteria gawat darurat, maka peserta tetap bisa mengakses layanan di rumah sakit dengan membawa surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).
Dalam Undang -- Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan PMK Nomor 47 tahun 2018 tidak adanya daftar penyakit yang termasuk kriteria gawat darurat atau tidak, sehingga dokter yang menyatakan pasien termasuk kriteria gawat darurat atau tidak. Dengan adanya surat edaran yang di berikan ke semua Rumah Sakit, banyak dokter Instalasi Gawat Darurat yang takut melakukan Tindakan pelayanan dikarenakan takut ternyata hal tersebut tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Sedangkan banyak pasien ke Instalasi Gawat Darurat, dikarenakan adanya gejala yang muncul secara tiba -- tiba atau fasilitas Kesehatan pertamanya tutup terutama hari libur Panjang.