Mohon tunggu...
Ghassani Zatil Iman
Ghassani Zatil Iman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Just a girl who loves to write about everything

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Fragile, Game Horror yang Sesungguhnya

7 April 2021   18:15 Diperbarui: 7 April 2021   18:37 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fragile (2020), game horror asal Mongolia. https://adventuregamers.com/

Ketika mendengar kata game horror, apa yang langsung terlintas di pikiran kalian? Until Dawn, Resident Evil, Silent Hill, Amnesia atau Outlast mungkin menjadi game-game yang langsung muncul ketika mendengar kata horror. 

Namun pernahkah terpikirkan bahwa sejatinya horror tidak hanya mengenai hantu, monster ataupun zombie, namun juga dapat berbentuk kejadian yang mungkin dapat menimpa adik kita, anak kita atau bahkan diri kita sendiri? 

Fragile (2020) merupakan sebuah game besutan Beer Night Studio yang menceritakan kisah seorang gadis kecil yang diculik serta dibawa ke sebuah tempat misterius. 

Melalui game ini, kita sebagai pemain dibawa menuju pengalaman dan petualangan mengerikan mengenai kejamnya penculikan dan perdagangan organ manusia khususnya anak kecil di UlaanBaatar, Mongolia. 

Meskipun juga menampilkan aspek monster didalamnya, namun para monster yang ditampilkan di game ini tak lain dan tak bukan hanyalah wujud ketakutan sang anak terhadap pengalaman traumatisnya ini.

Penculikan yang menjadi tema utama Fragile (2020). https://store.steampowered.com/
Penculikan yang menjadi tema utama Fragile (2020). https://store.steampowered.com/

Dengan berbekal kisah utama yang unik dan menyayat hati, suasana game yang gelap dan suram serta musik yang menegangkan, game yang baru saja dirilis pada tahun kemarin ini pun tak kalah menyeramkannya dengan game-game horror bertemakan hantu seperti Silent Hill maupun monster atau makhluk mitologi seperti Until Dawn. 

Selain dari petualangan mengerikan sang pemeran utama untuk kabur dari tempat penculikan, kita juga dapat melihat dan mempelajari permainan-permainan khas Mongolia, seperti Shagai.

Selain dihadapkan dengan masalah polusi udara, dimana menurut IQAir, Mongolia menjadi negara dengan pencemaran udara tertinggi ke-3 di dunia, penculikan anak dan human and organ trafficking juga menjadi salah satu masalah utama di Mongolia. 

Dilansir melalui knoema.com, angka penculikan anak di Mongolia pada tahun 2018 mencapai angka 0,2 kasus / 100.000 populasi dan dinilai mengalami peningkatan setiap tahunnya. 

Hal ini menjadikan Mongolia sebagai negara ke-40 dengan angka penculikan anak terbanyak. Dimana New Zealand dan Pakistan menempati posisi pertama dan kedua.

Namun jangan merasa senang dulu, Indonesia sendiri menempati urutan ke-47 dengan angka 0,1 kasus / 100.000 populasi. Meskipun begitu, angka penculikan anak di Indonesia tampak mengalami penurunan setiap tahunnya. Kemudian masalah yang juga disinggung di game ini, organ trafficking ilegal, juga nampaknya masih eksis di berbagai negara. 

Menurut WHO, diperkirakan terdapat sekitar 10.000 organ ginjal di seluruh dunia yang diperjualbelikan di pasar gelap, atau setara dengan lebih dari 1 ginjal setiap jamnya. Maraknya perdagangan organ ilegal ini disebabkan karena tingginya permintaan trasplantasi organ, namun pedonor yang tersedia terbatas. 

Dilansir di acamstoday.org, di Kanada saja seseorang bisa menunggu 4 sampai 7 tahun untuk mendapatkan donor ginjal. Sementara menurut National Kidney Foundation di Amerika, rata-rata seseorang menunggu 3,6 tahun hingga mendapatkan donor.

Perdagangan organ yang mengerikan di Fragile (2020). https://store.steampowered.com/
Perdagangan organ yang mengerikan di Fragile (2020). https://store.steampowered.com/

Selain perdagangan organ, perdagangan manusia pun masih marak terjadi di seluruh dunia. Menurut Migration Data Portal, disebutkan pada tahun 2020 saja terdapat 108.613 kasus perdagangan manusia dengan 164 negara terlibat di dalamnya.  

Dilansir dari World's Children sekitar 27% dari korban perdagangan manusia adalah anak-anak, dan 66% diantaranya adalah anak perempuan. Kebanyakan dari korban perdagangan manusia digunakan sebagai pekerja paksa, baik di layanan rumah tangga domestik, pabrik ataupun bidang agrikultur. 

Diperkirakan terdapat total 168 juta pekerja anak-anak di seluruh dunia. Hal ini tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik para tenaga kerja anak, namun juga secara emosional dan perkembangan sosial mereka.

Selain diperdagangkan sebagai pekerja paksa, beberapa anak perempuan juga dipaksa untuk bekerja di sektor seks komersial. Sebagian besar korban merupakan tuna wisma yang tinggal di jalanan atau anak-anak dari keluarga tidak mampu.

Wilayah Asia Pasifik, terutama India merupakan wilayah dengan tingkat human trafficking tertinggi, dimana 1 dari setiap 250 orang merupakan korban dan disebutkan pula 7 dari 10 eksploitasi seksual di dunia adalah hasil perdagangan dari Asia Pasifik.

Keputusan Beer Night Studio memilih game sebagai media untuk menyuarakan masalah ini sangatlah patut diberikan apresiasi. Terkadang para remaja dan dewasa muda melupakan betapa pentingnya akan masalah ini. 

Meskipun tidak memiliki efek-efek jumpscare ataupun design karakter monster dan hantu yang mengerikan, percayalah bahwa sesungguhnya perbuatan manusia jauh lebih mengerikan dibanding mahkluk apapun.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun