Mohon tunggu...
Ghassan AlGhifari
Ghassan AlGhifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Univesitas Padjadjaran

Seseorang yang terus mencoba

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesenjangan Sosial dalam Kumpulan Cerpen "Pada Suatu Hari Nanti" Karya Sapardi Djoko Damono

29 Juni 2023   11:29 Diperbarui: 29 Juni 2023   13:49 2321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Elisa Calvet B. (unsplash.com)

"Kami duduk di peron sebuah stasiun kereta api yang jalurnya menerobos kampus. Hampir magrib, stasiun sudah agak sepi. Masih ada juga anak kecil yang mengemis dengan bekal beberapa tutup botol kecap yang dipaku di ujung sebilah bambu, yang dipukul-pukulkan ke telapak tangannya sendiri sehingga terdengar bunyi crek-crek. Sahabatku memberikan koin gocap." 

     Untuk cerpen ketiga yaitu "renggi" kurang lebih sama seperti cerpen pertama yaitu terdapat dua kelompok sosial dalam cerita tersebut, tetapi dalam cerpen ini tidak dimunculkan sejelas cerpen pertama. Dalam cerpen ini terdapat keluarga yang kaya yaitu Prabu Parikesit dan yang termasuk rakyat jelata adalah renggi dan ayahnya. Perbedaan status tersebut menjadikan ayah renggi yaitu Begawan Samira merasa tidak apa-apa dan bahkan merasa itu adalah anugerah ketika ia dikalungkan sebuah bangkai ular hitam oleh sang raja, sementara renggi merasa itu adalah penghinaan terhadap ayahnya dan rakyat jelata.

"renggi, Anakku. Kau telah mengucapkan kutukan yang mau tidak mau pasti akan terlaksana. Yang mengalungkan bangkai ular ini adalah Sang Raja, junjungan kita, yang berkuasa atas tempat tinggal kita, yang kesabarannya tak ada yang bisa mengunggulinya. Bangkai ular ini tak lain adalah anugerah yang tak ternilai harganya, bukti bahwa tapa bisuku mendekati sempurna."

Dalam cerpen-cerpen yang dibahas di atas, pengarang menentang adanya kesenjangan sosial di masyarakat. Contoh yang lebih jelas atas tidak setujunya pengarang terhadap isu kesenjangan sosial tersebut ditunjukkan dalam cerpen "Nonton Ketoprak Sampek-Kentaek, Solo, 1950" saat Kentaek ingin adanya perubahan agar tidak ada lagi kesenjangan sosial  di antara kaum proletar dan kaum borjuis.

"Segera dibayangkannya bahwa hubungannya dengan Sampek akan menyulut suatu revolusi--- tetapi, ah, jangan! Tetapi, tetap saja ia tidak pernah menyurutkan langkahnya mendekati lelaki muda itu. Didatanginya gubuknya, diajaknya ngobrol mamanya, diyakinkannya bahwa zaman harus berubah, harus diubah agar tak ada lagi gubuk, tak ada lagi gedong. Tetapi diam-diam perempuan muda itu juga berpikir, Apa itu mungkin?" 

Sehingga dapat disimpulkan dalam cerpen "Menonton Ketoprak Sampek-Kentaek, Solo, 1950", "Ratapan Anak Tiri", dan "renggi" pengarang menentang dan mengkritik adanya kesenjangan sosial yang ada di masyarakat, terutama yang terjadi pada zaman itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun