Mohon tunggu...
Ghassan AlGhifari
Ghassan AlGhifari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Univesitas Padjadjaran

Seseorang yang terus mencoba

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kesenjangan Sosial dalam Kumpulan Cerpen "Pada Suatu Hari Nanti" Karya Sapardi Djoko Damono

29 Juni 2023   11:29 Diperbarui: 29 Juni 2023   13:49 2321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Elisa Calvet B. (unsplash.com)

"Pada Suatu Hari Nanti" merupakan kumpulan cerpen karya Sapardi Djoko Damono yang terbit pada tahun 2013. Dalam kumupulan cerpen ini memuat berbagai kisah mulai dari percintaan, persahabatan, hingga keluarga.

Dalam karya ini, saya memilih tiga judul cerpen untuk saya analisis. Judul yang pertama adalah "Menonton Ketoprak Sampek-Kentaek, Solo, 1950", lalu yang kedua "Ratapan Anak Tiri", dan yang ketiga "renggi". Ketiga cerpen tersebut sama-sama terdapat isu tentang kesenjangan sosial yang ada di masyarakat.

Cerpen "Menonton Ketoprak Sampek-Kentaek, Solo, 1950" bercerita tentang sepasang muda-mudi yaitu Sampek dan Kentaek yang saling mencintai tetapi terhalang oleh status sosial mereka. Sampek merupakan seorang lelaki dari kaum miskin sedangkan Kentaek perempuan dari kamu kaya. 

Cerpen yang kedua yang berjudul "Ratapan Anak Tiri" bercerita tentang tokoh utama yang diceritakan oleh temannya tentang seorang anak yang merindukan ciuman di pipinya. Anak itu diasuh oleh ibu tirinya, tetapi ibu tirinya tidak pernah memberi ciuman pipi pada anak itu. Ternyata kisah yang diceritakan oleh sahabat tokoh utama ini adalah kisah yang sama dengan kisah hidup tokoh utama yang merindukan ciuman di pipinya.

Cerpen yang ketiga berjudul "renggi" menceritakan tentang seorang Prabu Parikesit yang mati dikutuk oleh renggi karena renggi merasa sakit hati ketika mengetahui Prabu Parikesit mengalungkan bangkai ular hitam kepada ayahnya. 

Dalamnya ketiga cerpen di atas pengarang menyisipkan isu-isu yang terjadi di masyarakat, salah satunya adalah kesenjangan sosial. Kesenjangan sosial sendiri merupakan perbedaan tingkat ekonomi suatu kelompok dengan kelompok yang lain. Dalam ketiga cerpen di atas secara langsung dan tidak langsung hal tersebut dimunculkan.

Dalam cerpen "Menonton Ketoprak Sampek-Kentaek, Solo, 1950" secara eksplisit kesenjangan sosial dimunculkan. Dimulai dari tokoh yang secara jelas diceritakan berasal dari keluarga miskin dan keluarga kaya. Lalu ada tikus got yang diibaratkan sebagai orang miskin dan kupu-kupu yang diibaratkan sebagai orang kaya. Dalam cerpen tersebut tokoh Sampek hafal sebuah gurindam yang dianggap sebagai pegangan hidup kaumnya.

Kaya ya kaya, miskin, ya, miskin; 

Keduanya bertemu di ranjang? Mana mungkin! 

     Tidak seperti cerpen pertama, dalam cerpen "Ratapan Anak Tiri" pengarang hanya menyisipkan sedikit tentang masalah kesenjangan sosial ini. Hal itu dimunculkan pada saat tokoh utama dan sahabatnya sedang duduk di peron sebuah stasiun, lalu ada seorang anak kecil yang mengemis dengan berbekal tutup botol kecap yang dipaku di ujung sebuah bambu. Dalam bagian tersebut pengarang menunjukkan masih adanya kesenjangan sosial yang ada di sekitar kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun