Mohon tunggu...
Ghanisiera Martin Ubay
Ghanisiera Martin Ubay Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Instagram : @ghanisieraa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Efektivitas Treatment Sterilisasi dan Kastrasi terhadap Penanganan Over Population Kucing Liar di Indonesia

5 Juli 2022   10:50 Diperbarui: 5 Juli 2022   10:53 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kucing merupakan hewan mamalia karnivora yang dapat dikategorikan sebagai hewan terpopuler di dunia. Masa kebuntingan pada kucing berkisar selama kurang lebih 63-64 hari. 

Dalam sekali proses kelahiran, induk kucing dapat melahirkan 3-6 anak kucing sekaligus. Sehingga, jumlah populasinya kian meningkat secara drastis. 

Tidak heran jika hewan ini menjadi salah satu pilihan hewan kesayangan untuk dipelihara. Keunikan ras seperti Persia, Sphynx, Angora, Siam, Manx dan sebagainya memotivasi sang pemilik untuk memelihara dan memanjakan 'majikan' tersebut.

Over population atau melebihi populasi ini dapat dimaknai dengan tingginya angka populasi kucing yang melebihi kapasitas atau standar dalam suatu wilayah. Over populasi ini bisa terjadi dikarenakan tingkat reproduksi hewan yang kurang bisa dikontrol. Pemilik hewan juga membiarkan hewan peliharaannya untuk bereproduksi dalam jumlah yang besar. 

Adapun tujuannya yaitu untuk kepentingan komersial masyarakat dalam bentuk bisnis yang memanfaatkan hewan peliharaannya untuk diperjual belikan secara luas. 

Umumnya, bisnis jual beli kucing dispesifikasikan ke dalam beberapa jenis ras murni untuk penggolongan harga dari yang standar hingga yang paling mahal. Secara tidak langsung, hal ini berpengaruh terhadap penelantaran kucing kampung atau kucing liar.

Penelantaran kucing liar terpaksa dilakukan oleh pemiliknya karena sebagian dari mereka merasa sudah tidak sanggup merawat dan memelihara. Bahkan alasan yang tidak manusiawi yaitu karena ketidaksukaan pemilik hewan terhadap individu kucing yang dianggap tidak memiliki keunikan sama sekali. 

Tidak sedikit pula masyarakat membuang kucing peliharaannya ke tempat yang kurang layak dan jauh dari sumber makanan. Kurang adanya tanggung jawab pemilik hewan justru menyebabkan kesengsaraan hidup hewan dimana hal tersebut sangat menyimpang dari prinsip animal walfare.

Masyarakat sering kali merasa terganggu dan tidak nyaman dengan keberadaan kucing-kucing liar yang muncul disekitarnya. Padahal, fenomena ini bisa terjadi karena faktor utamanya yaitu dari ulah masyarakatnya sendiri yang tidak mampu bertanggung jawab atas hewan peliharaannya. 

Oleh karenanya, kepadatan populasi kucing domestik liar ini menjadi masalah global yang berkaitan dengan kesejahteraan kucing dan risiko terhadap kesehatan masyarakat (zoonosis). Rabies dan toxoplasma merupakan contoh penularan penyakit yang disebarkan melalui hewan ke manusia atau kerap kali disebut zoonosis.

Perkembangan teknologi kedokteran yang kian semakin canggih membawa trobosan baru dalam upaya menekan over populasi kucing domestik di Indonesia melalui treatment sterilisasi dan kastrasi. 

Sterilisasi adalah treatment pengangkatan organ reproduksi betina melalui ovarium, sedangkan kastrasi adalah treatment pengangkatan organ reproduksi jantan yaitu testis. 

Keduanya dilakukan melalui prosedur operasi kecil. Sterilisasi dan kastrasi kini sudah dapat ditemui di klinik hewan terdekat, rumah sakit hewan hingga pusat kesehatan hewan (puskeswan). Biaya yang dikeluarkan mulai dari Rp. 150.000 - Rp. 300.000 untuk kucing. 

Sedangkan pada anjing, biaya yang dikeluarkan sedikit lebih mahal dikarenakan anjing membutuhkan lebih banyak obat bius dan juga benang jahit yang lebih kuat, sekitar Rp. 500.000 -- Rp. 1.200.000. Tarif ini hanya menjadi kisaran dari rata-rata daerah, seperti Jakarta, Malang, Surabaya dan sekitarnya.

Organisasi pecinta kucing seperti street feeding yang mulai muncul dibeberapa kota tertentu sudah berupaya menyuarakan treatment sterilisasi dan kastrasi dalam bentuk banner ke masyarakat, namun hasilnya masih tidak sedikit pula yang menganggap sepele treatment ini. 

Sebagai calon dokter hewan, tentunya turut berperan penting dalam upaya menanggulangi permasalahan over populasi yang berpengaruh terhadap penelantaran, pembuangan, hingga memicu penularan virus dari hewan ke manusia (zoonosis). Oleh karena itu, treatment sterilisasi dan kastrasi diharapakan mampu menjadi solusi dalam mengatasi isu dan kasus yang terjadi saat ini.

Kegiatan sterilisasi atau kastrasi adalah tindakan pembedahan kecil secara professional di ruang steril. Kegiatan ini dilakukan pada kucing sehat dan normal secara parameter fisiologis. 

Tindakan diawali dengan pembiusan melalui obat anastetikum agar kucing dalam kondisi tenang ketika memasuki proses pembedahan. Dilakukan cara kastrasi atau kebiri pada kucing jantan untuk pengangkatan testis dan sterilisasi dengan cara pengangkatan ovarium (ovariectomy) tanpa atau dengan uterus (ovariohysterectomy) pada kucing betina. 

Selain itu, perlu diperhatikan alat dan bahan yang harus disiapkan, seperti seperangkat alat bedah mayor, obat anastetikum, kasa steril, alas disposable, jarum suntik dan alkohol.

Tindakan ini menggunakan teknik kastrasi terbuka satu insisi dan autoligasi. Untuk membuka lapisan pembungkus testis dan epididymis ini perlu dilakukan sayatan sampai tunika vaginalis communis. 

Metode ini dinilai baik karena mudah dan efisien terhadap waktu dan tanpa bahan benang, sehingga persembuhannya akan lebih cepat. Tahapan klinis teknik kastrasi terbuka diawali dengan peletakan posisi kucing secara dorsal recumbency. 

Pada sisi caudal abdominal dan medial, ada beberapa faktor penyebab iritasi dibagian paha yang harus dihilangkan dan disterilkan seperti adanya bulu dan kotoran. Selanjutnya melalui tahap pembiusan, dapat diberikan anastesi lokal (infiltrasi) pada sisi tertentu. 

Dibutuhkan durasi sekitar 15-20 menit untuk melihat reaksi kerja dari obat anastesi. Apabila kucing memberikan tanda-tanda lebih tenang, umumnya rasa kantuk akan membuat kucing perlahan tertidur. 

Setelah itu, prosedur selanjutnya adalah proses draping dengan single drape pada skrotum dan preskrotum. Dinding skrotum ditekan secara halus lalu didorong ke arah sisi cranial. Tindakan pembedahan dilakukan dari sayatan sampai testis yang ditekan bagian belakangnya hingga keluar lubang insisi. 

Setelah itu, bulatan testis dapat ditarik dan diambil. Testis yang masih menempel di tunica vaginalis parietalis dapat dipotong. Langkah terakhir, kulit skrotum kembali ditutup dengan benang non absorbable melalui jahitan interrupted sederhana.

Setelah proses kastrasi, pasien memasuki tahap perawatan ntuk perawatan luka dan monitoring pasca pembiusan. Biasanya, setelah sadar kucing memiliki nafsu makan yang tinggi. Berat badan menjadi parameter kebutuhan kalori seekor kucing. 

Untuk berat badan 3,6 kg membutuhkan 4 - 5 cup makanan kering atau setara dengan satu kaleng penuh seberat 6 ons makanan basah per hari. Berdasarkan hasil dari beberapa kucing yang di sterilisasi dan kastrasi menunjukkan hasil yang sangat baik. 

Melalui monitoring luka dan kondisi tubuh secara umum dapat diketahui parameter fisiologisnya menunjukkan keadaan normal pasca pembiusan atau anastesi.

Berdasarkan hasil observasi dan perhitungan data, menunjukkan bahwa angka populasi kucing liar di Indonesia dapat dikatakan mengalami peningkatan yang standar. 

Hal tersebut mengartikan bahwa progresivitas kucing liar yang telah melakukan tindakan treatment sterilisasi dan kastrasi membawa dampak positif terhadap kontrol populasi kucing liar di Indonesia sebelumnya.

Kasus over population atau kepadatan populasi kucing liar yang berada diatas angka rata-rata normal dapat diselesaikan melalui upaya penanganan treatment sterilisasi dan kastrasi. Biaya yang dikeluarkan pemilik hewan juga tidak terlalu mahal dan sebanding dengan manfaatnya. 

Selain dapat menjaga kontrol jumlah populasi hewan dan juga mengurangi risiko penularan penyakit zoonosis, kucing yang telah melalui proses sterilisasi dan kastrasi mendapatkan berbagai manfaat lainnya seperti dapat tumbuh lebih sehat dan berumur lebih panjang, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, serta mengurangi agresifitas. 

Khususnya bagi hewan betina, dapat mengurangi resiko kanker uterus dan kanker ovarium ketika kucing mulai memasuki usia lanjut. Dengan demikian, efektivitas treatment sterilisasi dan kastrasi terhadap penanganan over population kucing liar ini sangat efektif untuk dilakukan dan dipublikasikan secara meluas kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun