Karya sastra adalah perihal penting untuk mempertajam karsa dan rasa setiap manusia. Novelis Pramoedya Ananta Toer menyampaikan pentingnya sastra bagi umat manusia. Bahkan Pram menganalogikan, pelajar yang pandai sampai mengemban gelar sarjana tanpa mencintai sastra, kritik pedas pram mengatakan --Hanya sebatas --hewan- yang pandai.
WHO (World Health Organization) telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi pada 9 maret 2020 lalu. Ditandainya dengan gejolak tubuh mengalami panas tinggi, indra penciuman yang melemah sampai serangan gejala pada paru-paru menandai sesorang terdampak virus Covid-19.
Beberapa sektor pun terpaksa untuk ditutup alias lockdown dengan alasan menutup dan memangkas penularan Covid-19. Tak pelak, banyak yang terdampak karena ruang semakin sempit untuk memperluas jaringan perekonomian pula. Beberapa negara pun berimbas dengan munculnya resesi yang berdampak pada kehidupan sosial secara nasional ataupun internasional.
Albert Camus dalam bukunya Sampar bahasa aslinya La Paste, merupakan sebuah penjelasan dengan sangat realistis kondisi kota yang diterpa pandemi dengan gambaran dari sudut pandang yang multi koneksi. Kota Oran dijadikan objek pengamatan Camus ketika itu masih menjadi koloni Prancis di Aljazair.
Karya sastra Sampar memiliki nilai filosofis luar biasa. Gaya Bahasa yang ditawarkan filosofis dan menyelipkan makna filsafat Absurdisme Albert Camus dijelaskan dengan sangat apik sehingga kita dapat meresapi pelbagai makna absurdisme kaitan runyamnya kehidupan kota di saat pandemi.
Filsafat Absurdisme
Kepungan serangan bangkai tikus memenuhi kota oran. Beberapa warga kebingungan termasuk Dokter Rieux bingung karena banyak sekali bangkai tikus mati menghantui kota Oran. Rambert selaku wartawan Kota Oran menganalisis dan memberitakan beberapa gejolak yang terjadi dengan berkomunikasi secara kontinu dengan Dokter Rieux.
Renungan Dokter Rieux hingga mangajak beberapa tokoh seperti Tarrou, Cottard dan Gonzales untuk merenungi pandemi di Kota Oran. Kesadaran Dokter Rieux dengan absurditas --kematian telah dipendamnya dalam-dalam untuk menghadapi anomali realitas yang sedang terjadi. (Bagian 2, sub bab 9)
Pandemi mengantarkan pada kehancuran malah dimanfaatkan oleh beberapa tokoh untuk bisa memanfaatkan keadaan dengan menimbun kebutuhan pokok, dengan harap mendapatkan laba sebanyak-banyak. Jelas, ia berdiri dan menjilat ditengah masyarakat yang menderita karena pandemi.
Cottard sebagai tokoh yang terjebak dalam sebuah harapan yang dibuat oleh dirinya sendiri --menjadi kaya ditengah penderitaan orang lain. Kebebasan absurd terjadi ketika kebebasan manusia berbenturan dengan tujuan vitalitas kebebasan insan lainnya dengan akhir adu tembak dengan polisi dan dirantai tangannya.
Albert Camus merupakan tokoh filsafat eksistensialisme. Akan tetapi Camus tidak mau disamakan dengan beberapa tokoh filsafat eksistensialisme lain. Camus memiliki cara pandang yang berbeda dalam mengamalkan eksistensialisme. Salah satu yang menarik Camus tidak mau disamakan dengan cara pandang Soren Kiekergard dimana menurut Camus ia telah melakukan bunuh diri.