"segala bentuk kepemilikan ranah strategis harus dikuasai oleh negara"
Begitulah sedikit kutipan yang saya ambil dari pasal 33 UUD 1945, yang membahas tentang keberpihakan ekonomi Indonesia. Banyak sekali yang menakar kembali keberadaan ekonomi pancasila yang didambakan sebagai patronase membangun peradaban maju khas Indonesia.
Tak pelak, sering terjadi disrupsi sehingga memaksa Indonesia untuk menggunakan paradigma ekonomi baru yang lebih taktis dan bagaimana kabar ekonomi pancasila?
Ekonomi pancasila seakan telah tenggelam ditelan bumi oleh eksistensi yang lebih berhasil dan mencolok seperti ekonomi yang terkesan liberal. Beberapa negara yang telah menjalankan sistem ekonomi ini mampu bersaing dalam kancah internasional dan mampu membawa masyarakat lebih modern secara empiris.
Alasan yang klasik yang sering kita dengar seperti "lebih baik makan tempe dan gaplek akan tetapi berdikari dikaki sendiri" mengkonstruk masyarakat untuk tetap tersenyum dan riyang gembira walaupun makan tak enak ditenggorokan dan selalu nerimo ing pandum walupun sejatinya tidak sepakat dengan analogi itu.
Ekonomi pancasila telah menjadi romantisme semata, yang sering dipaparkan dikursi lusuh pendidikan di Indonesia. Terkadang pemikiran ekonomi pancasila hanya sebagai angan yang tak kunjung terealisasikan.
Tampak bebeberapa segelintir orang yang kritis menyikapi keberadaan ekonomi pancasila karena secara epistemologis pancasila mempunyai esensi yang kuat.
Sempat pada waktu itu Ir. Soekarno berpidato di kancah internasional menyampaikan esensi Pancasila, sontak negara manapun berdiri dengan tepuk tangan yang hebat untuk menghargai Aksiologi dari pancasila bagi masyarkatnya.
Berkaca dari Amerika, Eropa, Japan yang mengadopsi liberalisasi pasar dengan membuka kran investasi sebesar-besarnya, menciptakan sebuah dobrakan tersendiri bagi ekonomi mereka yang sering menjadi topic pembahasan di wedangan ala mahasiswa untuk mengisi waktu nganggur mereka dengan mengadu nalar.
Memang keberhasilan ekonomi liberal sering menjadi topic perbincangan dari kalangan grassroot hingga akademisi. Sekaliber Francis Fukuyama yang menyatakan final sistem liberali-kapitalistik sebagai paradigma yang menang di abad 21.
Beliau juga menyinggung belahan dunia bekas komunis yang sedang mengalami kemunduran hingga berujung kepada pemerintahan yang anarkis dan otoriter.