Sejak dibentuknya RUU HIP, telah terjadi beberapa gejolak dalam masyarakat. Isu tentang komunisme menjadi bumbu utama untuk menyajikan dan menjejali masyarakat tentang sisi buruk komunisme.Â
Masalah klasik yang telah lama terpendam selalu muncul dalam takaran yang berfariatif yang diangkat oleh oknum tertentu. Benturan antara agama dan ideology komunisme sebagai tesis dan antitesis klasik yang sering diangkat untuk kepentingan golongan tertentu.
Phobia terhadap komunisme telah menjangkit beberapa atau sebagian masyarakat di Indonesia sejak terjadi pemberontakan pada tahun 1948 dan 1965. Kedua belah pihak --pro kontra komunis saling tuduh menuduh sebagai tokoh utama penyulut terjadi sebuah pemberontakan. "Jas Merah" seperti itulah slogan yang sering di sampaikan oleh guru ataupun tokoh tertentu dalam mengingatkan masyarakat untuk tidak melupakan sebuah sejarah. Â
Kebencian yang telah mengakar di hati dan pikiran masyarakat terhadap komunisme tak lain diakibatkan oleh runtutan peristiwa keji yang berisi pembunuhan, pemerkosaan dan pembantaian yang berujung kepada tewasnya 7 perwira Jendral ABRI.Â
Tidak hanya itu beberapa tokoh agama dan pemilik tanah mengalami dampak sehingga harus tenggelam dalam gelapnya efek benturan perebutan paradigma blok barat dan blok timur yang dimana korban sebenarnya yaitu ideology kita --pancasila.Â
Beberapa kekuatan blok barat dan timur, menanamkan sebanyak mungkin untuk bersaing menguasai Indonesia agar tunduk disalah satu paradigma barat ataupun timur. Timur yang berhaluan komunisme dan barat berhaluan lebih kepada liberal yang dicanangkan oleh Amerika serikat.Â
Memang perlu kita baca kembali ideology komunisme mulai muncul sekitar tahun 1914 yang dibawa oleh warga negara belanda bernama Henk Sneevliet yang sebelumnya bernama ISDV dan mengalami revolusi dan bisa dikatakan sebagai motor awal kemunculam pemikiran komunisme. Relevansi pemikiran tersebut  mengalami pasang surut hingga akhirnya resmi untuk ditiadakan dan dilarang sesuai dengan TAP MPRS Tahun 1966.
Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menuai banyak pro dan kontra, sehingga membuka banyak ruang diskusi terkait dengan relevansi Undang-undang tersebut. Ditengah pandemi, pemerintah mempunyai berbagai macam jalan strategis salah satunya menciptakan RUU HIP.Â
Masyarakat dan beberapa pengamat politik unjuk bicara atas ketidakjelasan RUU HIP dikarenakan menurut beberapa pihak sangat rawan sekali masuknya ideologi marxisme dan leninisme, karena menurut kritik Mahfud MD selaku menkopolhukam, dimana dalam RUU tersebut tidak dijelaskan dengan tektual --TAP MPRS 1966. Ada beberapa pembelajaran menarik terkait dengan realitas yang ada di Indonesia berhubungan dengan populisme yang sarat akan dua kutub antara positif dan negatif.
Apa yang dimaksud populisme?
Populisme merupakan politik masa yang mengklaim diri sebagai perwakilan umum, untuk mengatasi salah satu objek yang dijadikan sebagai target atau common enemy. Prespektif tentang populisme sendiri mempunyai berbagai sudut pandang dan prespektif yang bervariatif, akan tetapi, bila kita baca dengan seksama maka akan terdapat suatu benang merah yang menjadi konsensus tentang populisme itu sendiri.Â
Munculnya populisme sendiri datang dari sebuah kondisi kultural yang mampu berakibat bagi masyarakat luas. Meny dan Surel (2002) membagi populisme menjadi beberapa bagian. Pertama rakyat merupakan segalanya, inisiatif dari golongan kolektif lebih ditekanakan dan disuarakan, untuk menjalankan sistem dan menhindarkan ketamakan elit.Â