Nalar kritis, gencarnya habitus membaca adalah gambaran sehari-hari yang harus dialakukan untuk memasok paradigma untuk mememahi realitas sosial yang sangat kompleks.Â
Bila berkaca dengan kondisi sekarang, mahasiswa lebih suka untuk menyibukan diri terhadap hal-hal yang bersifat simulakra menurut baudrilard. Mereka lebih tertarik untuk membahas film dan idola mereka dalam media massa atau perfilman dibandingkan dengan mengamati isu sosial dan mendiskusikannya. Mereka lebih mahir dalam memberikan rekomdasi apparel dalam bermain game atau rekomendasi artis idola mereka.
Intelektual digadang-gandang menjadi seorang pakar, yang mempunyai kemampuan analisis sosial yang baik. Para pakar ini tidak didapatkan secara instant dengan mengangkat tangan kanan untuk melobi dan memaksa dosen untuk menyuntik nilai A sebesar-besarnya, akan tetapi harus melalui proses yang lebih keras dengan melakukan penelitan, membaca buku dibandingkan dengan mahasiswa rata-rata.
Habitus membaca dan penguatan literasi lainnya tertimbun oleh kemajuan teknologi yang membawa mahasiswa rabun peranan intelektual.
Zaman yang berubah
Paradigma yang dikembangkan oleh mahasiswa di era sebelum reformasi lebih ditujukan kepada gerakan jalanan dengan melancarkan beberapa strategi demonstrasi di beberapa daerah. hal tersebu tak lain dikarenakan kondisi sosial, politik dan perkonomian yang tidak stabil. Dibandingkan dengan kondisi perpolitikan di era kini memang sangat berbeda jauh.Â
Lantas, apakah daya kritis dan keberanian mahasiswa akan berupa kenangan semata? Hal tersebut tentu saja bisa menjadi alat kontemplasi bagi mahasiswa sekarang.
Jumlah perguruan tinggi negeri yang lebih sedikit menciptakan suatu kelangkaan dalam pemenuhan pendidikan perguruan tinggi. Hal tersebutlah menciptakan meledaknya perguruan tinggi swasta untuk menyeimbangkan permintaan pasar.Â
Dampak selanjutnya berupa inflasi ijasah perguruan tinggi yang dikonversikan dari perguruan tinggi negeri dan swasta yang apabila dibenturkan dengan penyedia lowongan pekerjaan hanya seperempat atau separolah yang bisa masuk, yang lain bisa berdampak bagi menambahnya angka pengangguran.Â
Lagi-lagi pendidikan menjadi objek dari sistem sosial. Teoritika yang ada dalam kampus sebagian bisa tertolak mentah-mentah apabila tidak sesuai dengan konsensus sistem sosial, tidak ada jalan lain yaitu dengan merevisi sistem pendidikan yang harus disesuaikan dengan sistem sosial.
Tesis yang dipaparkan oleh Francis Fukuyama bahwa di abad ke-21 Â ini sistem ekonomi dan politik negara-negara di dunia akan lebih banyak menggunakan sistem liberaisme.Â