Di Indonesia, kesehatan mental masih menjadi topik yang sangat tabu dibicarakan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia menganggap bahwa gangguan kesehatan mental itu sangatlah aneh, sehingga penderita gangguan mental memilih untuk tetap bungkam dari lingkungan sekitarnya.
Meski begitu, permasalahan kesehatan mental pada generasi milineal sekarang ini mulai terbuka dan mendapatkan opini melalui media sosial bahkan sudah banyak film tentang kesehatan mental. Begitu pula dengan tenaga kerja Indonesia mengalami hal yang sama.
Kesehatan mental tenaga kerja Indonesia masih menjadi hal yang mengkhawatirkan dan tidak diperhatikan. Sebagian besar tenaga kerja Indonesia yang mengalami gangguan kesehatan mental, umumnya tenaga kerja Indonesia yang berasal dari negara-negara Timur Tengah, Malaysia, Suriah, Arab Saudi dan negara lainnya.
Misalnya, dalam kasus Tenaga Kerja Indonesia selama 3 tahun berada di Malaysia yang ditolak untuk pulang oleh majikannya. TKI tersebut mengalami kerja paksa tanpa dibayar dan dianiaya secara fisik dan mental. Hingga akhirnya, TKI tersebut berhasil diselamatkan dari operasi penyelamatan terpadu Departemen Tenaga Kerja (JTK), Satgas MAPO, dan kepolisian.
TKI yang pernah mengalami kondisi ini akan mendapatkan penanganan medis dan psikologis agar dapat beraktivitas secara normal kembali.
Kesehatan Mental sangat perlu menjadi perhatian TKI, karena ancaman gangguan tersebut setara dengan gangguan kesehatan lainnya. Meski sudah dijelaskan di dalam Undang – Undang mengenai Keselamatan Kerja. Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa:
“Setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a) keselamatan dan kesehatan kerja. b) moral dan kesusilaan. c) perlakukan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri yang meliputi dari Pengurusan Surat Ijin Pengerahan, perekrutan dan seleksi yang harus dipenuhi, pendidikan dan pelatihan kerja, sampai pemeriksaan kesehatan psikologi serta pengurusan dokumen-dokumen hingga keberangkatan .
Meski TKI telah melewati semua itu, tapi masih banyak permintaan TKI ke Presiden untuk dipulangkan karena tidak sanggup lagi untuk bekerja. Jadi sebenarnya permasalahan TKI di luar negeri disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya keberangkatan TKI secara illegal dan sulit dipertanggungjawabkan.
Untuk memperoleh perlindungan hukum, tanggung jawab TKI di luar negeri berasal dari peran serta negara atau pemerintah, pihak swasta dan terutama peran serta TKI itu sendiri, sehingga dapat segera memberikan bantuan apabila terjadi masalah.
Oleh karena itu, kesehatan mental memang penting bagi tenaga kerja Indonesia di luar negeri, namun yang lebih penting lagi jika terjadi masalah mengenai gangguan kesehatan mental, maka segera dilaporkan agar pemerintah dapat segera menangani hal tersebut dan tanpa penundaan. Tenaga kerja Indonesia harus terbuka mengenai kesehatan mental agar tidak merugikan diri sendiri atau orang lain.
Penulis : Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H (Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang) dan Ghania Sari Floppy Rasyid (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang)
Sumber :
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H