"A..anu bu,", aku menjawab agak gugup sambil memperhatikan penampilanku sendiri.
Bu Gusti tersenyum, lalu ia menyuruhku untuk merapikannya.
Apahh..?, seruku dalam hati terkejut. Penampilanku berantakan, itu karena aku melakukannya sendiri. Terus?? bagaimana caraku memperbaikinya? pikirku saat itu. Aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Tak lama setelah itu, seseorang mendekatiku. Ia segera meraih rambutku, lalu menyisirnya. Aku hanya pasrah melihatnya merapikan bajuku, lalu mengikat dengan rapi dan kuat tali sepatuku. Aku benar-benar berhutang budi padanya. Terima kasih Ema...
Bajuku kembali rapi. Ema, temanku yang kubenci, justru menolongku. Dengan cekatan ia melakukan hal yang tidak bisa aku lakukan. Akhirnya, sepulang sekolah aku meminta maaf dan berterima kasih padanya. Lalu Ema mengatakan bahwa ia membantuku karena ia mengetahui jika aku belum bisa melakukannya sendiri.
"Memangnya ibu kamu ke mana?", tanya Ema penasaran.
Aku menceritakan semua, bahwa ibu tidak mungkin memakaikan baju untukku, menyisirkan rambutku lagi, hingga mengikatkan tali sepatuku, karena dia sedang sakit. Mendengar ceritaku, Ema menawarkan diri untuk membantuku merawat ibu, termasuk mengajariku bagaimana caranya melakukan pekerjaan rumah sendiri. Hal itu sangatlah mudah bagi Ema, karena ia sudah terbiasa melakukan itu di rumahnya.
Beberapa hari berlalu, aku sudah bisa melakukannya sendiri berkat pertolongan Ema. Kata Ema, kita harus menjadi anak yang mandiri. Tidak selalu bergantung pada orang lain, apalagi hanya memakai baju, menyisir rambut, dan mengikat sepatu. Oh iya, saat itu juga, ibu sembuh dari sakitnya. Alhamdulillah. Aku senang sekali, sama seperti ibu yang senang melihatku sudah mandiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI