Di tengah hiruk pikuk stasiun yang ramai, ada seorang pemuda bernama Gaby. Dia datang terlambat di peron, hanya beberapa detik setelah kereta yang diharapkannya pergi. Hatinya terasa hancur melihat kereta yang membawa pergi seseorang yang sangat berarti baginya.
Gaby merasa kehilangan, tidak pernah menyangka bahwa segalanya akan berakhir begini. Perpisahan itu begitu tiba-tiba, tak memberikan kesempatan baginya untuk naik ke kereta kedewasaan yang membawa kehidupan baru.
Ketika kereta itu melaju menjauh, Gaby merasakan kepedihan yang dalam. Dia terluka karena terpisah dari seseorang yang berarti begitu banyak baginya. Dia berharap bisa belajar sesuatu tentang bagaimana menghadapi perpisahan dan kegelapan perasaan yang putus asa.
Gaby ingin menghapus semua rasa sedih yang ia rasakan, ingin menemukan kembali cahaya dalam hidupnya. Namun, walau bel telah berbunyi, seseorang yang sangat ia cintai telah pergi, menuju masa depan yang tak bisa dijangkau lagi.
Masa muda Gaby terasa begitu kaku setelah perpisahan itu. Dia merasa kesendirian yang menyiksa dan tak bisa melupakan kenangan tentang kereta yang membawa seseorang yang ia cintai pergi, meninggalkannya dalam kepedihan yang dalam.
Mimpi dan doa menjadi satu-satunya hal yang bisa dilakukan Gaby untuk orang yang telah pergi dengan kereta kedewasaan itu. Dia berharap suatu saat nanti, jika ia harus pergi dari tempatnya sendiri, tidak akan meninggalkan kesedihan yang begitu dalam seperti yang dia rasakan sekarang.
Kisah cinta Gaby selalu berakhir di tengah jalan, meninggalkan perasaan putus asa dan kesedihan yang mendalam. Dia ingin belajar cara menghadapi perpisahan dan kehilangan yang begitu tiba-tiba, dan berharap untuk menemukan kembali cahaya dalam gelapnya perasaannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H