Mohon tunggu...
La Ode Ahmadi
La Ode Ahmadi Mohon Tunggu... -

Direktur Sosial Politik The Jakarta Institute

Selanjutnya

Tutup

Politik

Reposisi Gerakan Mahasiswa yang Ideal dan Konstruktif

23 Juni 2012   12:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:37 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam catatan sejarah, keberadaan mahasiswa telah terbukti mampu menjadi salah satu pelopor perubahan penting dalam tatanan masyarakat, bangsa, dan negara, bahkan menjadi sebuah kekuatan utama dalam gerakan perubahan sosial. Fakta sejarah juga mencatat bahwa gerakan mahasiswa mampu melahirkan revolusi sosial yang pada akhirnya melahirkan tatanan kehidupan baru dalam masyarakat. Namun jika ditilik lebih jauh, kehadiran gerakan mahasiswa merupakan perpanjangan tangan dari rakyat. Gerakan mahasiswa hadir menanggapi setiap depolitisasi yang dilakukan penguasa. Terlebih lagi, ketika praktek-praktek penyalahgunaan kekuasaan, ketidakadilan, ketimpangan, dan penindasan terhadap rakyat sudah menjadi kebiasaan para penguasa. Dalam situasi yang demikian, dibutuhkan upaya sebuah gerakan moral dalam mendobrak kebuntuhan. Dengan demikian, segala bentuk gerakan yang dilakukan mahasiswa lebih pada kerangka melakukan koreksi dan kontrol atas prilaku-prilaku politik penguasa yang dirasakan mengalami distorsi dan jauh dari komitmen awalnya dalam melakukan serangkaian perbaikan bagi kesejahteraan hidup rakyatnya. Oleh karenanya, dalam memainkan peran yang demikian itu, motivasi gerakan mahasiswa lebih diarahkan pada panggilan nurani atas kepedulian terhadap rakyat serta agar dapat berbuat lebih banyak lagi bagi perbaikan kualitas hidup bangsanya.


Di Indonesia, gerakan mahasiswa juga telah mewarnai sejarah panjang perjalanan Negara Kesatuan Rapublik Indonesia. Peran strategis gerakan mahasiswa di Indonesia sudah terlihat sejak era Kebangkitan Nasional – dengan lahirnya Sumpah Pemuda sebagai spirit building dalam proses penyatuan konsep berbangsa, berbahasa, dan bertanah air –, perjuangan lahirnya kemerdekaan, pengawalan transisi rezim Orde Lama (Orla) ke Orde Baru (Orba), penggulingan tirani Orba menuju Orde Reformasi, serta mengawal masa reformasi sekarang ini. Realita peranan mahasiswa dan pemuda tersebut harus diakui karena didasarkan atas semangat nasionalisme dan idealisme tinggi dalam memperjuangkan tatanan demokrasi bangsa yang berorientasi pada kemakmuran rakyat.


Namun masalahnya, muncul pertanyaan besar yang selama ini berpengaruh pada keutuhan gerakan mahasiswa, yaitu masalah pemihakan terhadap ideologi tertentu. Perdebatan juga muncul ketika mendefinisikan dan mendeskripsikan gerakan mahasiswa, terutama berkaitan dengan karakter gerakannya. Yaitu, apakah gerakan mahasiswa merupakan gerakan moral atau gerakan politik? Atau kedua-duanya? Perbedaan pandangan inilah terkadang menajam dan menyebabkan konflik di kalangan aktivis mahasiswa itu sendiri. Para penganut gerakan moral biasanya menuduh aktivis yang melakukan gerakan politik sebagai komparador partai politik tertentu ditunggangi kepentingan politik tertentu dan lain-lain. Sebaliknya para aktivis yang meyakini gerakan mahasiswa bukan saja gerakan moral tapi juga gerakan politik biasanya menganggap orang-orang yang tidak terlibat bersama meraka sebagai apatis, apolitis, tidak melek politik, dan lain-lain. Konflik-konflik di kalangan mahasiswa seperti ini masih sering terjadi sampai sekarang.

Sebenarnya, ada titik temu diantara dua pandangan tersebut, karena keduanya juga meyakini gerakan mahasiswa sebagai gerakan moral yang universal. Perbedaan terjadi berkaitan dengan gerakan politik yang dilakukan mahasiswa. Apakah itu sesuai dengan jati diri dan karakter pergerakan mahasiswa? Perbedaan pandangan di atas menyebabkan mahasiswa terpolarisasi dalam dua kutub yang berlawanan. Karena itu, kita perlu melakukan redefinisi. Paradigma baru pergerakan mahasiswa dalam rangka rekonstruksi jati diri dan karater pergerakan mahasiswa Indonesia. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya rekonsiliasi antar kubu sekaligus langkah awal konsolidasi pergerakan mahasiswa Indonesia yang hari ini cenderung terkotak-kotak. Kalau kita menganalisasi secara jujur, aktivitas gerakan mahasiswa seperti demonstrasi, orasi, seminar, kongres, pernyataan sikap, tuntutan dan lain-lain, sebenarnya merupakan aktivitas politik. Semua itu merupakan sarana komunikasi politik lisan dan tulisan.


Jadi secara jujur tidak bisa dipungkiri bahwa gerakan mahasiswa merupakan gerakan politik. Namun, gerakan politik seperti apa yang layak diperjuangkan oleh gerakan mahasiswa? Apa yang membedakaanya dengan partai politik? Ada konsep menarik yang akhi-akhir ini mencuat dan mungkin menjadi alternatif yang cerdas. Hal ini berkaitan dengan mencuatnya konsep “gerakan politik nilai”. Gerakan politik nilai merupakan gerakan yang berorientasi menciptakan nilai-nalai ideal, kebenaran, keadilan, humanisme (kemanusiaan), profesionalitas dan intelektualitas dalam seluruh aspek pengelolaan negara.


Gerakan mahasiswa sebagai gerakan politik nilai ini tidak memperdulikan siapa yang berkuasa, karena siapapun yang berkuasa akan menjadi sasaran tembak ketika melakukan penyimpangan. Ia tidak berkepentingan mendukung seseorang untuk menjadi penguasa, tapi siapa pun penguasa yang otoriter akan berhadapan dengan gerakan mahasiswa. Hal tersebut jelas berbeda ketika gerakan mahasiswa menjadi gerakan politik kekuasaan, karena ia sangat peduli dengan siapa yang berkuasa dan senantiasa berusaha merebut kekuasaan itu, atau berusaha terus mempertahankan kekuasaan itu ketika ia menjadi penguasa atau membela organisasi/partai yang menjadi patronnya ketika menjadi penguasa.


Gerakan politik nilai bersifat independent, tidak mendukung calon penguasa dan tidak masuk dalam pemerintahan atas nama pergerakan mahasiswa. Karena jika hal tersebut dilakukan fungsi kontrolnya hilang dan tugas utamanya sebagai penuntut ilmu menjadi terbengkalai. Namun, ketika gerakan mahasiswa sebagai gerakan politik nilai, gerakan ini lebih memainkan fungsinya sebagai kontrol sosial dan tekanan sosial (social pressure) terhadap kekuasaan. Kalaupun gerakan menukik menjadi tuntutan mundur penguasa, itu didasari standar nilai yang jelas bahwa pemerintah sudah tidak mampu dan bukan dalam rangka menaikkan seseorang sebagai penggantinya. Gerakan politik nilai memang bersentuhan dengan aktivitas-aktivitas politik, menggunakan berbagai sarana komunikasi politik dan memiliki target-target politik, tapi bukan berkaitan dengan perebutan kekuasaan.


Gerakan mahasiswa hanya bertanggungjawab mengontrol dan mengawal transisi dan perkembangan demokrasi supaya tetap pada relnya, terlepas dari siapa yang berkuasa. Dalam pelaksanaannya bukanlah hal yang tak mungkin untuk berkolaborasi dengan partai-partai politik, LSM dll ketika lembaga-lembaga tersebut menjunjung nilai-nilai moral seperti gerakan mahasiswa. Tugas inti kita sekarang, bagaimana mengoptimalkan keseluruhan peran dan fungsi intelektual akademisi, fungsi cadangan masa depan, dan fungsi agen perubahan. Kata kuncinya adalah menjadi pembelajar sejati, sehingga mahasiswa mampu memiliki kedewasaan yang jauh meninggalkan umurnya dan pandangan-pandangan yang jauh meninggalkan zamannya. Agar kita senantiasa selalu siap menemui panggilan kehidupan untuk menorehkan sejarah kepahlawanan sebagai pemimpin sejati.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun