Oleh: Syamsul Yakin & Muhammad Ghalih Adhinul Ikhsan
Dosen & Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam literatur disebutkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi keberhasilan dakwah Rasulullah. Beberapa di antaranya adalah stabilitas pribadi Rasulullah yang luar biasa, stabilitas rumah tangga beliau, stabilitas ekonomi (karena Rasulullah dan istrinya adalah saudagar kaya raya), dan stabilitas akhlak yang mulia.
Jika dianalisis secara sistematis dan teoritis, keberhasilan misi Nabi dapat dijelaskan oleh tiga faktor penting: pathos, logos, dan ethos. Berikut ini akan dijelaskan secara rinci.
Pertama, pathos, yang berarti kemampuan untuk membujuk. Seorang dai harus memiliki pathos untuk dapat menarik emosi mad'u sehingga mereka merasa sedih, iba, dan simpati.
Kemampuan Rasulullah dalam mengendalikan emosi, empati, dan persuasi para sahabatnya digambarkan dalam banyak riwayat. Misalnya, pada suatu hari, Rasulullah bersabda kepada Abu Dzar, "Wahai Abu Dzar, tahukah engkau bahwa di hadapan kita ada sebuah bukit yang sulit didaki kecuali oleh orang-orang yang meringankan diri."
Seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, apakah aku termasuk orang yang meringankan diri atau memberatkan diri?", Rasulullah menanyakan kembali kepada orang itu, "Apakah kamu punya makanan untuk hari ini?". Orang itu menjawab, "Punya", Rasulullah kembali bertanya, "Apakah kamu punya makanan untuk besok?".Orang itu menjawab, "Punya", Rasulullah bertanya lagi, "Apakah kamu punya makanan untuk lusa?", hening beberapa saat, orang itu menjawab, "Tidak.". Kemudian Rasulullah menjelaskan, "Jika kamu memiliki makanan yang cukup untuk tiga hari, maka kamu adalah orang yang memberi makan diri sendiri," (HR. Baihaqi).
Sangat jelas bahwa dengan memanfaatkan empati, kesabaran, dan persuasi dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh Rasulullah, komunikasi yang efektif dapat dikembangkan dan kemajuan dakwah dapat diwujudkan.
Kedua, logos. Logos berarti sesuai dengan akal, dan pemikiran yang diungkapkan dalam dakwah harus mempertimbangkan nalar. Nalar adalah pikiran, kemampuan intelektual, atau pemahaman yang mendalam.
Dalam keberhasilan dakwah, logos adalah strategi yang menyampaikan pesan penegakan hukum dengan menyajikan logika, fakta, atau pernyataan yang dapat diverifikasi. Dalam metode pengajaran Nabi, logos diidentikkan dengan nubuwwah atau ramalan yang benar dan dapat diamati.
Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah, Nabi bersabda, "Akan datang kepada manusia tahun-tahun penuh penipuan. Pada saat itu para pendusta dibenarkan sementara orang jujur ditolak. Pengkhianat dipercaya sementara orang yang dapat dipercaya dianggap sebagai pengkhianat. Pada saat itu Ruwaibidhah akan berbicara." Â Seseorang bertanya, "Apa yang dimaksud dengan Ruwaibidhah?" Nabi menjawab, "Orang bodoh yang mencampuri urusan publik" (HR Ibnu Majah).
Sabda kenabian, atau nubuwwah, telah terjadi pada saat ini, dan buktinya dapat divalidasi.Â
Ketiga, etos. Etos secara harfiah berarti sikap, kepribadian, watak, dan karakter. Dalam hal keberhasilan dakwah, seorang dai harus memiliki sikap, kepribadian, watak, dan karakter ini agar pesan dakwahnya dapat dipercaya oleh audiens.
Secara moral, dakwah harus membujuk bukan mengejek; mengajak bukan menghardik; merangkul bukan memukul; mengasihi bukan menyaingi; mendidik bukan mengejar; membina bukan menghina; membela bukan mencela; dan memberi bukan menerima.
Dalam khotbahnya, Nabi memberi kekayaan, bukan menerima. Beliau mengajarkan kita untuk beralih dari kaya menjadi miskin. Ketika Nabi berkhotbah di Thaif, malaikat menyuruhnya untuk memukul mereka. Nabi dilempari batu hingga berdarah, namun akhirnya beliau memilih untuk memeluk mereka.
Pathos, logos, dan etos yang digunakan Nabi dalam khotbahnya masih dapat diterapkan hingga saat ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H