Mohon tunggu...
GHAITSA LUCKYTA ASRI
GHAITSA LUCKYTA ASRI Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

hobi travelling dan mendengarkan musik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perspektif Teori Konflik Perubahan Sosial dalam Intrepretasi Media Sosial terhadap Gerakan #MeToo

27 Juni 2023   19:42 Diperbarui: 27 Juni 2023   19:59 1056
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(madanionline.org) sumber gambar

LATAR BELAKANG

Dalam artikel yang dipaparkan ini, penulis tertarik untuk memilih judul "Perspektif Teori Konflik Perubahan Sosial Dalam Intrepretasi Media Sosial Terhadap Gerakan #Metoo" hal ini karena berdasarkan pada fakta bahwa ketidakadilan dan ketidaksetaraan berbasis gender saat ini masih menjadi realitas yang belum terselesaikan dan masih perlu diperjuangkan. Menegakkan kesetaraan dan keadilan hak laki-laki dan perempuan merupakan permasalahan sosial yang hingga saat ini menarik untuk dibicarakan karena interaksi sosial yang terbangun masih sering terjadi pola hubungan yang menindas perempuan. Dan di era digitalisasi saat ini media sosial dapat membantu memobilisasi sebuah gerakan sosial untuk memperjuangkan keadilan tersebut.

Perubahan sosial Berdasarkan teori perubahan sosial Farley (1990) dalam Sztompka, perubahan sosial adalah perubahan  pola perilaku, hubungan sosial, institusi, dan struktur sosial pada saat tertentu. Yang mengacu pada perubahan dalam interaksi dalam masyarakat saat mereka beroperasi di dalam masyarakat itu sendiri. Dan ketimpangan atau kesetaraan gender bagi wanita itu menjadi salah satu hal atau isu yang ditekankan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang disebutkan pada tujuan kelima yang berkelanjutan tujuan pembangunan (SDGs), yaitu "Gender Kesetaraan dan Pemberdayaan Perempuan". Program Pembangunan PBB memperkenalkan indeks ketidaksetaraan gender saat menghitung indeks ketimpangan gender di berbagai negara.

Persoalan yang sering terjadi dan dialami terutama oleh perempuan yakni adanya budaya patriarki yang berlanjut hingga mengakibatkan ketimpangan gender yang mengakibatkan timbul tindakan kekerasan terhadap perempuan. Adanya kekerasan seksual terhadap perempuan mendorong adanya gerakan feminis untuk melawan ketidakadilan. Gerakan ini memberi ruang bagi perempuan di seluruh dunia untuk membagikan pengalaman mereka mengenai pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender di media sosial dengan menggunakan tagar #MeToo. Gerakan #MeToo ini sudah menyebar ke seluruh dunia. Seperti halnya di Twitter, Instagram bahkan Tiktok yang telah menyediakan platform bagi perempuan untuk berbicara atau speak up secara terbuka tentang pelecehan seksual yang mereka alami.

Keberadaan media sosial saat ini dapat memudahkan aktivitas seluruh masyarakat di segala aspek kehidupan, Terbukti efektifitas media sosial dalam gerakan sosial dapat menggalang banyak dukungan dari pengguna media sosial dalam waktu yang relatif singkat. Adanya media sosial di era digital saat ini memudahkan untuk melakukan berbagai tindakan kontrol sosial. Media sosial khususnya Instagram yang juga dapat memobilisasi Gerakan feminis untuk melawan ketidakadilan. Gerakan ini telah membawa perubahan sosial yang signifikan, termasuk meningkatnya kesadaran akan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Sejak saat itu, banyak organisasi dan lembaga mengambil tindakan untuk memerangi pelecehan seksual, termasuk menekan pemerintah agar membuat undang-undang yang lebih kuat untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan kekerasan seksual.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut Sukmadinata, tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan kejadian yang sedang terjadi saat ini sebagaimana adanya. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang bertujuan menggambarkan fenomena yang ada dan yang sedang terjadi saat ini atau di masa lalu. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam artikel ini menggunakan metode pengumpulan data yang ditemukan dalam studi literatur untuk mempromosikan penelitian yang akurat secara ilmiah. Metode ini diterapkan dengan cara mencari data dari buku, tulisan, artikel, majalah ilmiah atau elektronik yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diambil dari kajian sebagai sumber informasi untuk melengkapi kebutuhan bahan tulisan artikel ini.

KAJIAN PUSTAKA

Terdapat beberapa literatur dan karya ilmiah termasuk beberapa literatur khususnya berkaitan dengan perkembangan gerakan #MeToo, serta literatur tentang masalah pelecehan seksual sebagai materi pendukung dan pembanding dalam artikel ini. Artikel berikut berjudul "#MeToo: The Study of Sexual Assault as Reported in the New York Times" (Evans, 2018) menjelaskan tentang gerakan #MeToo. Gerakan #MeToo sendiri merupakan gerakan melawan kekerasan dan pelecehan seksual. Gerakan ini telah dibuat sejak tahun 2006, namun masih baru dan itu dibahas secara luas di Twitter pada tahun 2017 ketika artis papan atas mulai menggunakan tagar tersebut.

Kemudian menurut teori konflik dalam pemikiran Karl Marx. Menurut Marx, kelas adalah aspek utama dari adanya konflik di era kapitalisme. Penindasan era kapitalis juga didasarkan pada nilai material ini sering digunakan untuk menjelaskan penindasan perempuan dalam hal ketidaksetaraan gender berdasarkan pemikirannya, Marx dan Friedrich Engels disamakan perempuan dalam masyarakat kapitalis sebagai kaum proletar yang tertindas oleh kekuasaan dan supremasi absolut laki-laki atau borjuis (Zaini, 2004).

Karayianni and Christou (2020) dalam jurnal Feminist Encounters: A Journal of Critical Studies in Culture and Politics, Vol. 4 No. 2. Yang berjudul Feminisms, Gender and Social Media: Public and Political Performativities Regarding Sexual Harassment in Cyprus. Juga menjelaskan dan fokus masalah yang diangkat yakni melihat penggunaan media sosial dalam mengembangkan gerakan feminis serta melihat performativitas public dan politik pada feminisme kontenporer. Teori feminis memiliki prinsip intersectionality theory yang juga memperhatikan konsep keistimewaan kecuali penindasan seorang wanita keistimewaan terbentuk di di antara kelas penguasa yang memiliki sumber daya dan dengan demikian menghasilkan kekuatan dalam budaya patriarki, laki-laki adalah kelompok kepemilikan hak istimewa dan kekuasaan. Contohnya bisa dilihat di berbagai daerah terutama dalam kehidupan peakerjaan laki-laki memiliki kelebihan mendapatkan penghasilan lebih seperti wanita meskipun mereka terlibat pada tingkat yang sama.

PEMBAHASAN

Studi kasus yang dibahas pada artikel ini adalah gerakan perempuan yang penting di Indonesia yakni Gerakan #MeToo dalam konteks Indonesia. Gerakan ini dimulai di Amerika Serikat pada tahun 2017 kemudian mengalami persebaran gingga seluruh dunia termasuk Indonesia. Gerakan ini memperjuangkan perlindungan terhadap kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan. Gerakan #MeToo di Indonesia ini dimulai pada tahun 2018, beberapa akun Twitter dan Instagram di Indonesia memposting kasus-kasus perempuan yang mengalami pelecehan seksual dan kejahatan seksual. Gerakan ini telah mengekspos beberapa kasus kejahatan seksual yang terjadi di Indonesia.

Gerakan ini telah membawa perubahan sosial yang signifikan, Perubahan sosial yang timbul akibat penegakan keadilan terhadap perempuan seperti, perubahan dalam kebijakan perlindungan, adanya pemberdayaan perempuan, perubahan dalam kesadaran dan norma sosial, dan perubahan dalam pengakuan hak-hak perempuan juga meningkatnya kesadaran akan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia. Sejak saat itu, banyak organisasi dan lembaga mengambil tindakan untuk memerangi pelecehan seksual, termasuk menekan pemerintah agar membuat undang-undang yang lebih kuat untuk melindungi perempuan dari pelecehan dan kekerasan seksual. Gerakan #MeToo di Indonesia ini menunjukkan kekuatan gerakan perempuan dalam melawan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Gerakan ini telah memberi inspirasi gerakan serupa di negara-negara Asia Tenggara yang lain bahkan di seluruh dunia.

Keberadaan internet saat ini telah memberikan kontribusi terhadap keberadaan dan perkembangannya media sosial yang memperbaharui model interaksi manusia. Kemudahan penggunaan media sosial telah menciptakan tren baru di kalangan masyarakat, salah satunya seperti gerakan #MeToo (Hendytami dkk., 2022). Gerakan hashtag #MeToo yang masif melalui kampanye media sosial digital untuk menjadi berita utama tentang topik peningkatan kesadaran dan perubahan sikap publik terhadap pelecehan seksual. Gerakan #MeToo memiliki menjadi salah satu gerakan sosial online terbesar dan paling berpengaruh (Baik et al., 2021). Gerakan ini mengangkat isu pelecehan seksual yang umum terjadi dan menyadarkan masyarakat tentang seksisme berdasarkan kejahatan seks.

Gerakan #MeToo ramai diperbincangkan di media sosial dan didukung oleh banyak orang, termasuk selebriti Hollywood. Gerakan ini mendorong perempuan di seluruh dunia untuk membagikan pengalaman mereka mengenai pelecehan seksual dan kekerasan berbasis gender di media sosial dengan menggunakan tagar #MeToo. Gerakan #MeToo ini sudah menyebar ke seluruh dunia. Seperti halnya di Twitter, yang telah menyediakan platform bagi perempuan untuk berbicara atau speak up secara terbuka tentang pelecehan seksual yang mereka alami. Banyak perempuan yang melaporkan pengalaman pelecehan seksual mereka. Seperti di buatnya akun twitter @MeeTooMVMT.

Adanya akun twitter @MeeTooMVMT ini berfungsi unruk menyuarakan gerakan sosial melalui media sosial. Korban kemudian dapat menyadari dan berani untuk speak up bahwa mereka selama ini sudah menjadi korban kejahatan atau kekerasan seksual. Akun ini juga menyatakan hak perempuan dengan menerapkan hukum pornografi dan cegah korban baru. Adanya akun ini dan gerakan #MeToo di Indonesia ini menunjukkan kekuatan gerakan perempuan dalam melawan pelecehan dan kekerasan seksual terhadap perempuan. Gerakan ini menginspirasi gerakan serupa di negara-negara Asia Tenggara lainnya bahkan di seluruh dunia.

REKOMENDASI

Berdasarkan hasil kesimpulan pada bab penutup ini, penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran atau rekomendasi sebagai berikut:

1. Untuk semua masyarakat khususnya pengguna media sosial harap hal ini dapat terus dipertahankan eksistensinya dengan aktif di media sosial Instagram, dan diskusi, sehingga gerakan ini semakin meluas di masyarakat, serta dapat juga mengajak berkolaborasi dengan influencer agar dapat membantu menyebarkan informasi mengenai kekerasan seksual.

2. Bagi masyarakat luas  diharap dapat mendukung gerakan feminis dalam melawan kekerasan seksual, semakin banyak masyarakat yang memahami bentuk-bentuk kekerasan seksual maka masyarakat akan semakin berhati-hati, karena sampai saat ini masih banyak masyarakat yang kurang informasi dan edukasi tentang kekerasan seksual, dan  saya berharap pemerintah, agar undang-undang memberikan perhatian khusus untuk menangani kekerasan  yang  saat ini umum terjadi pada kekerasan seksual.

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang diuraikan di atas, muncul berbagai perilaku digital di masyarakat untuk mengekspresikan ketidakadilan para korban pelecehan seksual. Adanya gerakan #MeToo disini juga mengubah cara pandang masyarakat serta mengubah cara pembahasan atau percakapan mereka mengenai pelecehan seksual terus-menerus dan bergerak bersama para penyintas dengan mengatur kampanye di media sosial. Kampanye ini menunjukkan solidaritas orang yang selamat untuk menyebarkan berita pelecehan dimulai dari diri sendiri sehingga hal itu bersifat pribadi. Media sosial menjadi sarana utama yang digunakan pada gerakan #MeToo pada desain persepsi umum dan kreativitas norma sosial dan hak-hak perempuan dilanggar.

DAFTAR PUSTAKA

Karayianni, Christiana, and Anastasia Christou (2020). "Feminisms, Gender and Social Media: Public and Political Performativities Regarding Sexual Harassment in Cyprus " Feminist Encounters: A Journal of Critical Studies in Culture and Politics, 4 (2) 34

Fadilah, G. (2021). Implikasi Teori-teori Konflik terhadap Realitas Sosial Masa Kini: Tinjauan Pemikiran Para Tokoh Sosiologi. Journal of Society and Development, 1(1), 11-15.

Nurjannah, N. (2022). Gender Perspektif Teori feminisme, Teori Konflik dan Teori Sosiologi. AL-WARDAH: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama, 16(1), 71-82.

Iqbal, M. F., & Harianto, S. (2022). Prasangka, Ketidaksetaraan, dan Diskriminasi Gender dalam Kehidupan Mahasiswa Kota Surabaya: Tinjauan Pemikiran Konflik Karl Marx. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 8(2), 187-199.

Apriliandra, S., & Krisnani, H. (2021). Perilaku Diskriminatif Pada Perempuan Akibat Kuatnya Budaya Patriarki Di Indonesia Ditinjau Dari Perspektif Konflik. Jurnal Kolaborasi Resolusi Konflik, 3(1), 1-13.

Baik, J. M., Nyein, T. H., & Modrek, S. (2021). Social Media Activism and Convergence in Tweet Topics After the Initial #MeToo Movement for Two Distinct Groups of Twitter Users. Journal of Interpersonal Violence, 1--20.

Evans, A. 2018. "#MeToo: A Study on Sexual Assault as Reported in The New York Times."   Occam's Razor 11-17. Accessed 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun