Probolinggo merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota Probolinggo terletak sekitar 100 km di sebelah tenggara Surabaya, Kota Probolinggo berbatasan dengan Selat Madura di sebelah utara, dan Kabupaten Probolinggo di sebelah timur, selatan, dan barat. Probolinggo merupakan kota terbesar keempat di Jawa Timur setelah Surabaya, Malang, dan Kediri menurut jumlah penduduk, dan jumlah penduduk kota ini pada tahun 2021 berjumlah 242.246 jiwa. Kota Probolinggo berada di wilayah tapal kuda dan menjadi jalur utama pantai utara yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Letak Kota Probolinggo secara astronomis berada pada 743'41" - 749'04" LS dan 11310' - 11315' BT. Kota Probolinggo memiliki 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Kademangan, Kecamatan Kedopok, Kecamatan Wonoasih, Kecamatan Mayangan, dan Kecamatan Kanigaran. Kota Probolinggo dialiri 6 sungai, yaitu Sungai Banger, Sungai Kedunggaleng, Sungai Umbul, Sungai Legundi, Sungai Kasbah, dan Sungai Pancur. Sungai-sungai tersebut mengalir sepanjang tahun dari arah selatan ke utara sesuai dengan kelerengan wilayah Kota Probolinggo.
Sama seperti kota-kota di Indonesia lainnya, Kota Probolinggo juga memiliki sistem zonasi dalam pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di setiap sekolah. Sistem zonasi merupakan sebuah sistem pengaturan proses penerimaan siswa baru sesuai dengan zona wilayah tempat tinggal. Sistem zonasi tersebut diatur dalam Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 dan ditujukan agar tak ada sekolah-sekolah yang dianggap sekolah favorit dan non-favorit. Di Kota Probolinggo terdapat 4 SMA Negeri, yaitu SMAN 1 Kota Probolinggo, SMAN 2 Kota Probolinggo, SMAN 3 Kota Probolinggo, dan SMAN 4 Kota Probolinggo. Keempat SMA Negeri ini menggunakan sistem zonasi sebagai jalur Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) utamanya.
Kemendikbud beranggapan bahwa sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sebelumnya, yang menggunakan nilai ujian sebagai basis seleksi penerimaan, cenderung menerima siswa dengan capaian akademik yang relatif tinggi yang umumnya berasal dari keluarga mampu atau menengah ke atas. Akibatnya, siswa dengan kemampuan rendah, khususnya yang berasal dari keluarga tidak mampu, terpaksa bersekolah di sekolah swasta atau bahkan beresiko putus sekolah.
Dengan kata lain, sekolah negeri yang kualitasnya relatif baik dan diberi subsidi biaya penuh oleh pemerintah justru sebagian besar dinikmati oleh masyarakat mampu. Sedangkan, banyak peserta didik dari keluarga tidak mampu bersekolah di sekolah swasta berbayar dengan kualitas yang relatif rendah. Pemerintah ingin mengakhiri ketidakadilan tersebut.
Meski sudah ada sejak 2017, sampai saat ini sistem zonasi masih menuai polemik di beberapa kalangan. Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi menuai protes terutama dari orang tua dan siswa kalangan menengah ke atas yang sebelumnya diuntungkan dengan sistem PPDB jalur prestasi. Seperti yang biasanya kita tahu, keluarga menengah ke atas selalu ingin memasukkan anaknya di sekolah-sekolah favorit. Dengan adanya sistem zonasi ini, mereka kesusahan untuk memasuki sekolah-sekolah favorit.
Selain itu, sistem zonasi juga memiliki dampak lain yang mengarah ke arah negatif. Siswa baru yang diterima melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) zonasi memang tinggal lebih dekat dengan sekolah negeri dibanding Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) berbasis prestasi. Namun, komposisi siswa yang diterima melalui sistem zonasi memiliki nilai rendah dan lebih beragam dibandingkan dengan siswa yang diterima melalui sistem prestasi. Keadaan ini menuntut guru-guru di sekolah negeri untuk beradaptasi dengan cepat.
Para guru yang terbiasa mengajar siswa dengan kemampuan rata-rata tinggi atau bisa disebut pintar, kini harus mengajar siswa dengan nilai rata-rata rendah dengan kemampuan yang sangat beragam. Padahal, keterampilan yang dibutuhkan atau dimiliki oleh guru yang mengajar anak-anak berkemampuan tinggi dan berkemampuan rendah berbeda. Anak-anak yang memiliki rata-rata tinggi membutuhkan tantangan baru dan pengayaan dari guru agar bisa termotivasi dan meningkatkan kemampuannya. Di sisi lain, anak-anak berkemampuan rendah membutuhkan bantuan guru untuk membangun pemahaman ilmunya dengan benar.
Terlebih lagi, tantangan guru dalam mengajar anak dengan kemampuan beragam lebih berat daripada anak dengan kemampuan yang relatif sama. Guru yang mengajar kelas yang homogen cenderung dapat mengajarkan seluruh siswa dengan seiring sejalan. Namun, ketika kelas yang diajar relatif beragam, guru harus menyesuaikan pola mengajar untuk mengakomodasi anak yang cepat dan lambat dalam belajar. Semakin besar kesenjangan kemampuan anak, semakin besar beban guru dalam mengajar.
Masalahnya, penyesuaian kemampuan guru mengajar ini tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat. Alhasil, proses pembelajaran di kelas tidak bisa berjalan secara optimal dan menciptakan kekagetan yang justru mengganggu proses belajar di kelas.
Selain masalah yang dihadapi guru, siswa pun mengalami tantangan karena komposisi kelas yang heterogen. Siswa yang lambat dalam belajar bisa tertinggal dari teman-temannya dan menjadi tidak nyaman saat belajar. Lalu, siswa yang cepat dalam belajar dapat kehilangan motivasi jika tidak mendapatkan tantangan.
Jika dilihat secara geografis, data lokasi sekolah menunjukkan bahwa sekolah negeri tidak tersebar secara merata jika dibandingkan dengan persebaran tempat tinggal calon siswa. Dalam PPDB zonasi, kondisi ini merugikan calon peserta didik yang domisilinya relatif jauh dengan sekolah negeri di sekitarnya.
Seperti yang disebutkan di atas, Kota Probolinggo memiliki 4 SMA Negeri. Letak keempat sekolah ini kurang efektif, dikarenakan letak SMA Negeri 2 Kota Probolinggo dengan SMA Negeri 4 Kota Probolinggo berdekatan. Tempat tinggal murid yang merata tidak sesuai dengan letak sekolah yang kurang merata. Contohnya di Kelurahan Mangunharjo Kota Probolinggo. Daerah tersebut terletak terlalu jauh dengan keempat SMA Negeri di Kota Probolinggo. Hal ini tentu merugikan murid yang berdomisili di Kelurahan Mangunharjo. Sehingga murid yang letak rumahnya sedikit jauh susah untuk mendapatkan sekolah negeri.
Secara umum, rancangan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) akan bergantung pada tujuan pemerintah. Rancangan sistem PPDB yang ditujukan untuk mengurangi segregasi akan berbeda dengan yang didesain untuk meningkatkan efisiensi pembelajaran. Oleh karena itu, untuk mendapatkan tujuan yang tepat, pemerintah harus terbuka dalam melihat permasalahan yang ada di lapangan. Dalam konteks Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD), pemerintah harus memprioritaskan sistem yang efisien dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat.
Niat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meningkatkan akses layanan pendidikan memang baik, namun tujuan tersebut seharusnya diikuti dengan kebijakan yang tepat. Di satu sisi, melaksanakan zonasi setelah menunggu infrastruktur pendidikan merata memang bukan pilihan yang tepat. Meski demikian, memaksakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) zonasi yang tanpa persiapan pun bukan keputusan yang bijaksana. Seharusnya, pemerintah melakukan pemerataan secara bertahap.
Pemerataan melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) zonasi seharusnya dilakukan secara bertahap dan diiringi oleh dukungan kepada guru berupa pelatihan dan instrumen pembelajaran yang tepat. Selain itu, peningkatan kualitas secara merata dapat dilakukan dengan merekrut, mendidik, dan mendistribusikan guru berkualitas ke sekolah-sekolah yang dinilai masih di bawah standar minimal.
Pembangunan beberapa sekolah negeri baru untuk pemerataan juga diperlukan. Selain pembangunan sekolah baru, pemerintah juga dapat melakukan alokasi sekolah yang jaraknya berdekatan supaya lebih merata. Hal itu akan memudahkan banyak siswa yang awalnya berdomisili jauh dari sekolah negeri. Selain memudahkan para siswa untuk memasuki sekolah negeri, hal itu juga dapat bermanfaat untuk memudahkan akses mobilitas manusia di Kota Probolinggo dan menambah lowongan pekerjaan untuk pegawai non-PNS di sekolah-sekolah baru tersebut.
Dari berbagai informasi di atas, kita dapat tau cara untuk mengatasi permasalahan sistem zonasi di Kota Probolinggo yang kurang efektif. Semoga pemerintah dapat mengatasi hal itu agar para siswa dapat bersekolah dengan baik dan nyaman. Terima kasih..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H