Dari Sabang Sampai Merauke berjajar pulau-pulau. Penggalan lagu nasional tersebut mendeskripsikan bahwa Indonesia terdiri dari banyak pulau yang dihuni oleh beribu suku bangsa.Â
Dengan banyak pulau, membuat Indonesia disebut sebagai Negara Maritim. Indonesia sangat berpotensi memiliki kekayaan akan kearifan lautnya. Berbicara mengenai laut,terdapat sebuah suku yang hidupnya cukup erat dengan laut. Suku tersebut dikenal dengan nama Suku Bajau.Â
Suku ini disebut sebagai gipsi laut,karena hidup nomaden di atas laut. Penyebaran Suku Bajau di Indonesia diantaranya:
1. Kalimantan Timur (Berau dan Bontang)
2. Kalimantan Selatan (Kota Baru) disebut sebagai orang Bajau Rampa Kapis
3. Sulawesi Selatan (Selayar)
4. Sulawesi Tenggara
5. Nusa Tenggara Barat
6. Nusa Tenggara Timur (Pulau Komodo)
Pada pembahasan ini akan mendeskripsikan Suku Bajau di Provinsi Sulawesi Tenggara. Mayoritas pemukiman Suku Bajau bertempat di Kabupaten Wakatobi,namun sebagian kecil juga bermukim di Pulau Buton.
Di Kabupaten Wakatobi Suku Bajau tersebar di Pulau Wangi-Wangi dengan Kampung Mola-nya,lalu di Pulau Kaledupa, Tomia dan Binongko. Di Pulau Buton khususnya, suku Bajo terbagi di beberapa wilayah, di antaranya Bajo Lawele, Bajo Tira, Bajo Kanawa, Bajo matanauwe,dan Bajo Bahari.Â
Tempat tinggal & Alat transportasi
Keunikan Suku Bajau yang mencolok dapat dilihat dari tempat tinggal yang dibangun diatas laut berupa rumah panggung. Oleh karenanya, aktivitas sehari-hari mereka didukung oleh transportasi laut yaitu perahu.Â
Selain berfungsi sebagai alat transportasi, perahu juga digunakan masyarakat untuk mencari nafkah sebagai nelayan. Kegiatan mereka mencari ikan untuk dijual di sekitar pesisir dan pulau terdekat. Tak hanya itu,mereka juga telah belajar budidaya beberapa komoditas bahari seperti lobster, ikan kerapu, atau udang.Â
Kebudayaan Suku Bajau
Suku Bajau yang lekat dengan laut dikenal dengan kemampuan menyelamnya. Selain kemampuannya yang telah familiar tersebut,kebiasaaannya yang lain pun tak kalah menarik. Seperti kebiasaan memakan sirih atau pinang. Lalu ada yang dinamakan "Tikolo" yang menurut Suku Bajau sendiri merupakan Gelang Rindu. Seperti namanya,
Tikolo dikenakan pada anak yang akan ditinggal melaut oleh ayahnya. Sebagai simbol kasih sayang dan melepas rindu pada sang ayah. Tikolo terbuat dari kain putih yang telah disyarati secara adat oleh ketua suku bajau. Sementara  di satu sisi kain putih itu membungkus rambut sang ayah. Kemudian dibuat sepeti gelang dan diikatkan pada kaki atau tangan sang anak.Â
Karakteristik Suku Bajau sebagai pengembara laut
Dikenal akan kemahirannya dalam melaut,dan menyelam dengan waktu yang cukup lama. Hal tersebut menarik rasa penasaran seorang peneliti. Dilansir dari TribunnewsSultra.com,berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh seorang kandidat doktor di Pusat GeoGenetika, University of Copenhagen yang penasaran terhadap Suku Bajau,apakah telah beradaptasi secara genetis agar bisa menghabiskan waktu lebih lama di dalam air.Â
Dengan rasa herannya ia membandingkan kedua sampel limpa Suku Bajo dan limpa Suku Saluan dari Sulawesi Tengah. Hasilnya, ukuran rata-rata limpa suku Bajau 50 persen lebih besar daripada milik Suku Saluan.Â
Limpa ini kemudian berfungsi sebagai tabung oksigen untuk aliran darah mereka saat sedang berenang di lautan luas. Faktanya,sejak masa kecil anak Suku Bajau dibawa ke laut untuk didoakan agar kelak menjadi pelaut yang hebat. Mereka dikenalkan dengan laut oleh orangtuanya dan semasa bayi sering diayun-ayun agar terbiasa dengan ombak.Â
Laut dan jiwa serta raga mereka bak telah menyatu. Angin kencang yang bertiup,suara deruan ombak mengiringi keseharian mereka. Kehidupan dan karakteristik Suku Bajau ini menginspirasi seorang sutradara di Film Avatar: The Way Of Water. Film tersebut mengisahkan klan Metkayina yang hidup dan berburu di dalam dan sekitar laut.
Kampung Bajo yang menjadi destinasi wisata
Kampung Bajo yang belokasi di Holimombo, Kecamatan Wabula telah menjadi salah satu destinasi wisata yang ada di daerah Buton ini. Keunikan rumah panggung diatas laut dan kehidupan suku bajau menjadi perhatian wisatawan.Â
Kita dapat melihat aktivitas masyarakatnya dalam mengolah hasil laut,salah satunya yaitu bulu babi. Adapun lulur wajah yang dipakai oleh wanita Suku Bajau. Lulur tersebut berasal dari beras yang ditumbuk. Dipakai untuk melindungi wajah dari terik matahari dan menjaga kecantikan kulit.Â
Biasanya para wanita memakai lulur ini saat berada didalam rumah. Walaupun Suku Bajau hidup berdampingan dengan laut,namun mereka tetap menjaga dan melestarikan alam tanpa merusaknya. Nilai kehidupan tersebut seyogyanya kita implementasikan dalam kehidupan sehari hari. Menjaga alam dan bumi,kekayaan pemberian dari Tuhan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI