Pentingnya penggunaan simbol-simbol juga menjadi ciri khas novel ini. Fitzgerald meramu lambang-lambang seperti lampu hijau di ujung dermaga Daisy yang mewakili harapan dan impian Gatsby, lembah abu yang melambangkan kemunduran dan kemiskinan di balik kehidupan glamor, serta mata Dokter T. J. Eckleburg yang mencerminkan ketiadaan Tuhan dan moral dalam masyarakat.Â
Simbolisme ini memberikan kedalaman makna dan memperkaya lapisan kisah, mengundang pembaca untuk merenungkan pesan-pesan filosofis yang tersembunyi di setiap adegan.
Selain itu, alur cerita yang dirancang dengan cermat menjadikan The Great Gatsby sangat menarik dan menegangkan. Fitzgerald berhasil membangun ketegangan melalui konflik-konflik yang rumit, mencapai puncaknya dalam klimaks tragis dan ironis.
Keseluruhan struktur naratifnya memberikan pengalaman membaca yang mendalam dan memuaskan, menegaskan posisi novel ini sebagai salah satu karya sastra paling berkesan dalam memahami dinamika sosial dan psikologis pada masanya.
Salah satu kelemahan yang sering dikritik dalam The Great Gatsby adalah kurangnya kedalaman dan kompleksitas karakter-karakternya, kecuali bagi tokoh utama seperti Nick dan Gatsby. Daisy Buchanan, sebagai contoh, digambarkan sebagai wanita yang lemah, manja, dan tidak setia, yang terkesan hanya mencintai uang dan kemewahan.
Tom Buchanan, suaminya, diilustrasikan sebagai pria kasar, sombong, dan tidak setia, dengan sikap meremehkan terhadap orang-orang yang dianggap lebih rendah darinya.
Begitu pula dengan karakter Jordan Baker, yang digambarkan sebagai wanita cantik, sinis, dan tidak jujur, kurang menunjukkan kedalaman emosional dan keberpihakan yang dapat membuat pembaca terhubung secara mendalam.
Pertimbangan terhadap karakter Myrtle Wilson juga menciptakan gambaran yang datar dan stereotip. Myrtle diilustrasikan sebagai wanita murahan, serakah, dan tidak tahu diri, yang berselingkuh dengan Tom untuk mencapai status sosial dan kekayaan.Â
Meskipun karakter-karakter ini mungkin dimaksudkan sebagai kritik terhadap korupsi dan hedonisme di kalangan masyarakat kaya, kurangnya nuansa dan kedalaman dalam perkembangan karakter membuat sulit bagi pembaca untuk merasakan simpati atau empati terhadap mereka.
Kritik terhadap karakter-karakter ini menyoroti kelemahan dalam pengembangan aspek psikologis dan emosional, yang menjadi hambatan dalam membentuk ikatan emosional yang kuat antara pembaca dan tokoh-tokoh di dalamnya. Meskipun tema-tema sosialnya mungkin kuat, kurangnya kompleksitas karakter dapat meredupkan potensi novel ini dalam menyampaikan pesan moral dan etika secara lebih mendalam.
The Great Gatsby adalah sebuah karya sastra yang patut dibaca dan dihargai sebagai salah satu penanda penting dalam kanon sastra Amerika. Fitzgerald berhasil menghadirkan pandangan yang tajam dan mendalam terhadap realitas sosial dan budaya Amerika pada era Jazz Age.Â