Persia, 1022 M
Akhirnya madrasah itu dihancurkan, komunitas Yahudi dibantai, ketika Sang Tiran, Shah Ala ad Daula terbaring lemas oleh serangan tifus. Di jalanan para Mullah berteriak-teriak mengacungkan pedang, menghadang setiap Yahudi yang mencoba meloloskan diri. Hukum Allah yang sekian tahun diinjak-injak oleh sang tiran kini harus ditegakkan.Â
Karenanya toleransi perlu dihilangkan dari bumi Persia. Keputusan Shah mengizinkan orang Yahudi untuk tinggal di kota Asfahan, dinggap melanggar Hukum Allah, sehingga Allah menghukum kota itu dengan wabah pes yang mematikan.Â
Satu-satunya cara mengembalikan keadaan ialah dengan mengambil kekuasaan dari tangan sang penguasa dan menjalankan Hukum Allah di kota Asfahan.
Demi tujuan ini, para mullah rela bersekongkol dengan orang-orang Seljuk yang dengan penuh ambisi haus darah, mengepung tembok kota Asfahan. Sang tiran akhirnya tumbang, bukan sebagai seorang sakit yang lemas di atas ranjang, melainkan sebagai seorang ksatria di medan perang terakhirnya.Â
Tiga batang anak panah menancap pada tubuhnya, membawa sisa-sisa kebanggaan akan perdamaian yang berhasil ia ciptakan di bumi Persia dikangkangi oleh para mullah dan orang-orang Seljuk.
****
Madrasah, tempat Ibnu Sina mengajar aneka bidang ilmu pengetahuan, mulai filsafat hingga kedokteran, matematika hingga astronomi musnah dilalap api kebencian para Mullah, yang bertindak mengatasnamakan Allah.
 Bila hukum Allah telah dipakai, sia-sia seluruh dalil yang dihasilkan manusia. Bahkan Ibnu Sina yang kemudian tersohor sebagai salah satu pemikir muslim paling jempolan itu, tidak sanggup menahan amarah orang-orang yang dirasuki ambisi menegakkan Hukum Allah.
Dalam diamnya, Ibnu Sina menghadapi konflik batin yang luar biasa hebat. Di sebelah kiri, ia berhadapan dengan sang penguasa yang meski kejam dan tanpa belas kasihan melindas musuh, toh tetap mampu menjaga perdamaian tanah airnya. Membiarkan kaum Muslim, Yahudi dan Zoroaster hidup berdampingan di bawah bendera Kerajaan Persia.Â
Madrasah yang diasuh Ibnu Sina tidak hanya menerima siswa Muslim, malah siswa andalannya di bidang kedokteran adalah seorang Kristen yang terpaksa menyamar sebagai orang Yahudi agar dapat menerima pengajaran dari sang guru. Rumah sakit yang ia dirikan, menerima semua pasien tanpa mebeda-bedakan. B
ahkan semua pasien dilayani dengan sopan dan penuh keramahan. Bagi para siswanya, Ibnu Sina menunjukkan teladan, bahwa pasien perlu disapa dan diminta persetujuan sebelum didiagnosa dan diobati.
Ia tahu, di balik sikap keras Shah Ala ad Daula, terdapat visi akan kemanusiaan universal yang hendak diwujudkan di bumi Persia. Karena itu kerajaan perlu menjalankan hukumnya sendiri, yang tidak berdasar pada keinginan komunitas tertentu, sebuah hukum yang mampu menaungi semua komunitas dalam kerajaannya.
****
Pada sisi kanannya, Ibnu Sinna menyaksikan aneka intrik dimainkan para mullah dan kaum fundamentalis agama, yang menganggap satu-satunya hukum yang adil dan perlu ditegakkan adalah Hukum Allah. Tidak ada hukum lain di luar hukum itu.Â
Namun, jauh di luar pengetahuan khalayak, Hukum Allah hanyalah dalih yang dipakai sebagai alat memobilisasi massa untuk mencapai ambisi para pemuka agama.Â
Kekuasaan yang menggiurkan itu perlu direbut, dan atas nama Hukum Allah, segala cara akan dijalankan dan diterima oleh massa tanpa protes. Siapa berani berdiri menantang Hukum Allah?? Kalau pun ada yang berani, maka orang itu sesungguhnya sudah kalah sebelum bertempur! Termasuk Ibnu Sina sekalipun.
Dan massa pun terbakar oleh hasutan para mullah. Nama Allah diserukan, tidak ada tempat bagi yang lain. Toleransi perlu dilenyapkan bersama semua yang berlindung di baliknya. Betapa agama bisa berubah menjadi kekuatan mematikan yang mampu melahap apa saja yang berdiri menghadang lajunya.
Dan Ibnu Sina tetap diam, ketika kaum Yahudi dan Zoroaster disingkirkan dalam perebutan kekuasaan yang dilakukan para mullah. Â Madrasahnya dibakar, rumah sakitnya diruntuhkan. Cita-cita pengabdiannya pada kemanusiaan lewat ilmu pengetahuan kini lenyaplah sudah, di hadapan massa yang tersulut kemarahan.
****
Di pintu gerbang kota, para mullah yang tidak pernah mau membungkuk hormat di hadapan Shah Ala, kini sujud dengan wajah menyentuh tanah, menyambut kedatangan Sang Raja Kaum Seljuk, bangsa pengembara yang sekian tahun bermusuhan dengan Shah Ala. Kota Asfahan telah jatuh, dan kaum Seljuk kini tinggal menancapkan pengaruhnya di bumi Persia. Meski semua diakhiri di gerbang itu, tetapi sebuah sejarah, baru saja dimulai....
****
Catatan ini hanyalah sebuah "pencerminan" singkat atas film DER MEDICUS (2013) yang dibintangi Tom Payne. Keseluruhan film menceritakan penemuan teknik pengobatan yang dilakukan Ibnu Sinna di Persia, berdasarkan tulisan2 Hipocrates, Aristoteles, dan banyak pemikir Yunani lainnya. Ibnu Sina mengembangkan ilmu pengetahuan di dunia Arab, justru ketika Eropa mengalami masa-masa kegelapan dan nyaris tanpa kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan oleh karena dominasi berlebihan dari otoritas Gereja Katolik masa itu.
Terima kasih Ibnu Sina.......
Sorowajan, Malam Selasa Manis, 10/06/2014, ___selepas merayakan HUT Kaka Nelwan Subang______Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H