Mohon tunggu...
Gusty Fahik
Gusty Fahik Mohon Tunggu... Administrasi - Ayah dan pekerja. Menulis untuk tetap melangkah.

I'm not who I am I'm who I am not (Sartre)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saksi Itu Bernama Ibnu Sina (Avicenna)

6 Maret 2019   08:01 Diperbarui: 6 Maret 2019   08:10 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.biografiasyvidas.com

ahkan semua pasien dilayani dengan sopan dan penuh keramahan. Bagi para siswanya, Ibnu Sina menunjukkan teladan, bahwa pasien perlu disapa dan diminta persetujuan sebelum didiagnosa dan diobati.

Ia tahu, di balik sikap keras Shah Ala ad Daula, terdapat visi akan kemanusiaan universal yang hendak diwujudkan di bumi Persia. Karena itu kerajaan perlu menjalankan hukumnya sendiri, yang tidak berdasar pada keinginan komunitas tertentu, sebuah hukum yang mampu menaungi semua komunitas dalam kerajaannya.

****

Pada sisi kanannya, Ibnu Sinna menyaksikan aneka intrik dimainkan para mullah dan kaum fundamentalis agama, yang menganggap satu-satunya hukum yang adil dan perlu ditegakkan adalah Hukum Allah. Tidak ada hukum lain di luar hukum itu. 

Namun, jauh di luar pengetahuan khalayak, Hukum Allah hanyalah dalih yang dipakai sebagai alat memobilisasi massa untuk mencapai ambisi para pemuka agama. 

Kekuasaan yang menggiurkan itu perlu direbut, dan atas nama Hukum Allah, segala cara akan dijalankan dan diterima oleh massa tanpa protes. Siapa berani berdiri menantang Hukum Allah?? Kalau pun ada yang berani, maka orang itu sesungguhnya sudah kalah sebelum bertempur! Termasuk Ibnu Sina sekalipun.

Dan massa pun terbakar oleh hasutan para mullah. Nama Allah diserukan, tidak ada tempat bagi yang lain. Toleransi perlu dilenyapkan bersama semua yang berlindung di baliknya. Betapa agama bisa berubah menjadi kekuatan mematikan yang mampu melahap apa saja yang berdiri menghadang lajunya.

Dan Ibnu Sina tetap diam, ketika kaum Yahudi dan Zoroaster disingkirkan dalam perebutan kekuasaan yang dilakukan para mullah.  Madrasahnya dibakar, rumah sakitnya diruntuhkan. Cita-cita pengabdiannya pada kemanusiaan lewat ilmu pengetahuan kini lenyaplah sudah, di hadapan massa yang tersulut kemarahan.

****

Di pintu gerbang kota, para mullah yang tidak pernah mau membungkuk hormat di hadapan Shah Ala, kini sujud dengan wajah menyentuh tanah, menyambut kedatangan Sang Raja Kaum Seljuk, bangsa pengembara yang sekian tahun bermusuhan dengan Shah Ala. Kota Asfahan telah jatuh, dan kaum Seljuk kini tinggal menancapkan pengaruhnya di bumi Persia. Meski semua diakhiri di gerbang itu, tetapi sebuah sejarah, baru saja dimulai....

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun