Ku baru keluar malam,setelah sunset tenggelam
Ku slalu keluar malam,waktu langit mulai hitam
Siang terlalu terang,dan mataku engga senang.
Sarapannya tengah malam, Breakfast, Dinner, sekaligus Lunch....
Lirik lagu Anak Malam ini mewakili aku, dan ini tentang kisahku.
Saat dunia ini mulai beristirahat dan hening, aku mulai terjaga. Menghampiri kotaku adalah sebuah hal wajib kemudian, walau hanya sekedar duduk dan diam di pojoknya. Tidak butuh lama karena rasa bosan selalu hadir seakan teman dalam jiwa. musik adalah kemudian, pada denting-denting nada yang mengalun di telinga, aku pun menghamba.
I can't stay alone...... tanpamu ku jatuh di dalam gelap bayangku. Tak tahu apakah diri berhayal, dirimu ku peluk tenggelam di alam tubuhnya.....
"Ah, sudahlah, berselancar di dunia maya dulu mungkin menyenangkan!"
"Wah, ada satu email. Moga-moga rejeki." Segera kubuka email itu.Â
"Mas, besok lusa jadi ya. Biasanya, ga pake lama! Males nunggu, bye. Jgn bales....."
Ah, kirain rejeki. Walaupun ini juga 'rejeki' yang lain.
"Sori mas, macet di jalan. Ada truk ngguling."
Seperti biasa lalu kita melepas rindu.
"Mas, aku halim....."
Cuma senyum kecut yang bisa kulayangkan padanya, lalu tampak gelap, aku nanar. Semuanya terjadi begitu cepat.
Kisahku yang menghias surat kabar. Tentang wanita yang terbunuh oleh PILnya
************
Fiksi sederhana di atas ini adalah sebuah cerita yang dibangun berdasarkan serial foto, ada beberapa foto yang dipilih kemudian dirangkai sehingga dapat bercerita. Ada dua macam serial foto yang dikenal, pertama adalah serial foto yang dibangun berdasarkan suatu waktu dan tempat yang sama secara berurutan yang biasa kita dapat temukan dimanapun,Â
seperti foto pekan ini harian Kompas, atau pada majalah NG yang mengupas suatu tema khusus. Kedua, foto serial yang tidak berurutan secara waktu, dan juga mungkin foto yang diambil tidak satu tempat, seperti contoh diatas, foto-foto yang diambil merupakan koleksi acak yang hidup dalam keping keras dalam PC.
Literasi Visual
Membangun sebuah cerita berdasarkan foto serial ataupun satu buah foto ada satu hal mutlak yang wajib dikuasai terlebih dahulu agar pesan dari cerita tersebut akan sama bagi siapa saja yang melihatnya seperti yang ingin kita sampaikan. Sama halnya seperti teks, sebelum kita mampu menulis, kita wajib bisa membaca mulai dari huruf, kemudian kata, kalimat, dan seterusnya.
Hari ini ketika kita mampu memaknai setiap lawan bicara dan mampu memahami sebuah tulisan, bagaimana dengan gambar? Apakah cara kita memaknai sebuah teks bisa digunakan untuk bisa membaca dan paham akan sebuah makna dari foto?
Membaca karya visual memang tidak segampang mengerti bahasa tulisan setidaknya bagi saya pribadi, dikarenakan untuk mengerti suatu karya visual maka kita perlu menginterpretasi banyak gambar  dan perlu mengetahui gambar-gambar lain sebagai referensi, sebagai kosakata visual.Â
Sebagai contoh, bila kita melihat patung Pieta, apakah sebuah kebetulan bila kemudian  para pemenang worpress dari masa ke masa mempunyai foto seperti Maria memangku jasad Yesus karya Michelangelo tersebut? Sebut saja, foto TomokoUemura in Her Bath karya W. Eugene Smith, foto A boy experiencing severe pain from TB meningitis is comforted by his mother at SvayRieng Provincial Hospital, SvayRieng, Cambodia karya James Nachtwey, foto A woman holding a wounded relative during protests against president Saleh in Sanaa karya Samuel Aranda, dan yang terbaru di tahun 2017 ada foto The Silent Victims of a Forgotten War karya Paula Bronstein. Kebetulan semata atau saya baper?
Itu yang saya sebutkan diatas kenapa sulit bagi otak bebal saya, karena visual lietrasi menuntut wawasan tentang sejarah, politik, hingga antropologi bila ingin berkembang. Namun jika kita telah mampu membaca gambar dan mampu menuliskannya. Kesimpulan akhir bagi siapapun yang melihat hanya ada satu kata yang akan keluar. "I know what you mean".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H