Ada banyak dari kita yang lebih suka berada di belakang viewfinder, akan tetapi ada kalanya kita harus mencoba sesuatu yang baru. Sesuatu yang tidak/belum terpikirkan untuk dicoba mungkin, yaitu berada dalam frame atau yang kita kenal dengan istilah self-potrait. Terdengar narsistik, tapi serius ini sangat efektif buat membantu banyak untuk dunia yang kita cintai ini. Tentu saja ini semua bukan berbicara tentang memotret diri sendiri menggunakan ponsel dimana semua sudutnya diambil dari atas terus “chibi-chibi” monyong2in bibir, dan jari “victory”.
Dimana nilai lebihnya jika kita belajar tentang self-potrait ini? Menjiwai sebuah pose tanpa harus canggung itu mungkin yang pertama, kemudian gaya pencahayaan yang kita inginkan, kita bisa berlatih disitu, juga masalah tempat yang tidak usah keluar dari lingkungan rumah juga akan menjadi nilai tersendiri bila dibandingkan dengan parade hunting model yang berbayar. Bisa berhenti dan memulainya kapan mood kita sedang bagus, atau bahkan melatih penguasaan fotografi dalam kondisi emosi, marah, sedih, senang, bahagia dan bahkan sedih
Saya sangat paham akan sulit untuk mulai mencoba, sama seperti yang saya mulai coba dulu, kadang merasa kok jelek amat ya.
Ketika mengerjakan self-portrait, tentu tidak akan jauh-jauh dari peralatan yang biasanya kita pakai buat “perang”: kamera, tripod, dan timer pada camera atau jika punya shutter release/remote itu juga lebih membantu. Yang sulit mungkin tiga hal berikut ini:
1. Mendapatkan focus yang benar.
Biasanya saya selalu menggunakan light stand, buat focusing. Kemudian lensa saya ubah menjadi manual pada AF-nya. Light stand tadi bisa kita geser dan diganti dengan selotip pada lantai, jadi ketika nanti saat menekan shutter dengan fungsi timer 10 detik, kita bisa menuju isolasi dimana disitu adalah titik fokus-nya.
Sering kali ada bagian tubuh yang terpotong, atau ada props yang kita pakai out of frame. Ini juga salah satu kesulitan yang bikin mood ngedrop. Biasanya untuk background tembok, kita bisa tempelkan isolasi kemudian framing pada kamera. Namun jika kita ingin jauh dari tembok, ini yang agak susah, bisa-bisa kita berkeringat karena bolak-balik framing dan berlari menuju setting, tetep ada untuknya… anggep saja olahraga. Tips: mungkin kita bisa menggunakan posisi lensa terlebar dan memotongnya nanti saat editing/post pro.
Karena tidak segera menemukan setup yang tepat, akan membuat kita merasa bosan. Kondisi ini bisa diakali dengan menggunakan cara-cara yang belum pernah kita sebelumnya, contoh: memakai props yang aneh-aneh, mencoba lighting dengan senter, sentir atau apa saja yang kita rasa unik. Ini mungkin juga bisa menjadi mood boster saat kita harus mencoba ekspresi, kita bisa mulai cengir-cengir, tertawa lepas, atau tampak garang, mellow yellow dan sebagainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H