Mohon tunggu...
Gevania Salma
Gevania Salma Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional UPN "Veteran" Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Respons Negara-Negara Asia Tenggara terhadap AUKUS

26 Mei 2022   18:23 Diperbarui: 26 Mei 2022   19:07 1547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada 15 September 2021, para pemimpin Australia, Inggris, dan Amerika Serikat mengumumkan terbentuknya kemitraan keamanan trilateral AUKUS. Pembentukan kemitraan AUKUS bertujuan untuk menghadapi tantangan abad ke-21 dan menjaga stabilitas keamanan kawasan Indo-Pasifik. Melalui kemitraan AUKUS, Australia akan dibantu oleh Amerika Serikat dan Inggris untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir. Kemitraan AUKUS juga mencakup kerja sama dalam bidang kecanggihan siber, kecerdasan buatan dan otonomi, teknologi kuantum, kemampuan bawah laut, hipersonik dan kontra-hipersonik, peperangan elektronik, inovasi, dan berbagi informasi.

Sejak awal terbentuknya, banyak klaim yang menilai bahwa sebenarnya kemitraan AUKUS bertujuan untuk mengurangi pengaruh/dominasi China di kawasan Indo-Pasifik. Hal itu dilatarbelakangi oleh tindakan agresif China di beberapa wilayah kawasan, terutama di perairan Laut China Selatan (LCS) yang menimbulkan kekhawatiran bagi negara-negara di kawasan Indo-Pasifik. 

Melalui kemitraan AUKUS, Australia berupaya untuk meningkatkan kekuatan militer guna mengimbangi kekuatan China dan menjamin kedaulatan negaranya dari agresivitas China. Australia juga berupaya untuk membentuk keamanan kolektif melalui fungsi AUKUS sebagai kesepakatan pertahanan kolektif yang dapat melindungi negara anggotanya dari negara lain yang melakukan ancaman keamanan langsung.

Pembentukan AUKUS memunculkan berbagai respons dari negara lain, seperti China dan Prancis, serta tentunya dari negara-negara Asia Tenggara. Dalam hal ini, China dan Prancis sama-sama memberikan respons tidak mendukung adanya kemitraan AUKUS. Sedangkan, negara-negara Asia Tenggara memiliki respons yang berbeda-beda terhadap AUKUS. Sejauh ini, perbedaan respons negara-negara Asia Tenggara terhadap AUKUS terbagi menjadi negara yang mendukung atau menyambut baik kemitraan AUKUS, negara yang tidak mendukung atau menganggap AUKUS sebagai ancaman, negara yang masih berhati-hati atau bersikap netral dalam memberikan respons terhadap AUKUS, serta negara yang belum memberikan respons secara resmi terhadap AUKUS.

Negara-negara Asia Tenggara yang mendukung atau menyambut baik kemitraan AUKUS yaitu Singapura dan Filipina.

Singapura

Duta Besar Singapura untuk Indonesia, Anil Kumar Nayar, menyatakan Singapura menyambut baik AUKUS untuk dapat menjaga dan mempromosikan stabilitas keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Perdana Menteri Singapura, Lee Hsien Loong, berharap AUKUS dapat memberikan kontribusi bagi perdamaian dan stabilitas kawasan secara konstruktif. PM Lee Hsien Loong optimis berpikir bahwa AUKUS bukanlah ancaman bagi sentralitas ASEAN. Menurutnya, AUKUS dapat mendukung kerja sama ekonomi dan perlindungan keamanan Asia Pasifik, termasuk dalam penegakkan hukum internasional seperti Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. PM Lee Hsien Loong juga menyatakan Singapura menyambut baik jaminan Australia bahwa kemitraan AUKUS akan konsisten dengan kriteria-kriteria tersebut.

Filipina

Filipina sangat mendukung dan secara terbuka menyatakan bahwa kemitraan AUKUS penting untuk meningkatkan keamanan dan stabilitas regional. Sebagai salah satu negara yang sering bersitegang dengan China, Filipina menganggap AUKUS dapat mengimbangi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. Menteri Pertahanan Filipina, Delfin Lorenzana, menyatakan Australia memiliki hak untuk meningkatkan kemampuan pertahanannya seperti yang juga dilakukan Filipina untuk melindungi wilayahnya. Menteri Luar Negeri Filipina, Teddy Locsin, menyambut baik pembentukan AUKUS dan menyampaikan tiga poin penting sebagai berikut:

1. Anggota ASEAN secara tunggal dan kolektif tidak memiliki kemampuan militer untuk menjamin perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara.

2. Dengan penyeimbang utama kawasan, penguatan kemampuan proyeksi kekuatan Australia akan membantu menjaga keseimbangan kekuatan regional dan memungkinkan untuk merespons ancaman yang dihadapi kawasan dengan lebih baik.

3. Karena Australia tidak berusaha untuk memperoleh senjata nuklir, maka AUKUS tidak melanggar Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANFWZ) atau komitmen Australia terhadap Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT) atau sentralitas ASEAN.

Negara-negara Asia Tenggara yang tidak mendukung atau menganggap AUKUS sebagai ancaman yaitu Indonesia dan Malaysia.

Indonesia

Bagi Indonesia, AUKUS dinilai dapat mengkhawatirkan dan mengancam stabilitas kawasan. Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, secara vokal menyatakan keprihatinan atas pembentukan AUKUS yang ditengarai dapat meningkatkan ketegangan, proyeksi kekuatan, dan perlombaan senjata di kawasan. Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia untuk Asia Pasifik dan Afrika, Abdul Kadir Jailani, mengatakan bahwa kekhawatiran Indonesia terhadap kemitraan AUKUS merupakan hal yang wajar. 

Menurutnya, AUKUS dapat menjadi faktor yang menyebabkan destabilisasi karena akuisisi kapal selam tenaga nuklir akan menimbulkan kemungkinan adanya perlombaan senjata nuklir. Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, juga menyatakan keprihatinan atas kehadiran AUKUS. Ia tidak ingin stabilitas kawasan Asia Tenggara terganggu karena menjadi wadah perlombaan senjata dan proyeksi kekuatan. Dengan begitu, Indonesia telah menegaskan posisinya terkait situasi geopolitik di kawasan. Indonesia merupakan negara pertama di kawasan yang mengingatkan Australia atas kewajiban regionalnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan, serta menekankan pentingnya memelihara kepercayaan antarnegara di kawasan dan kewajiban untuk menghormati hukum internasional bagi semua pihak terkait.

Malaysia

Perdana Menteri Malaysia, Ismail Sabri Yakoob, menyatakan keprihatinannya terhadap AUKUS yang dinilai dapat memancing adanya perlombaan senjata nuklir di kawasan dan mungkin memprovokasi negara lain untuk bertindak agresif, terutama di perairan Laut China Selatan (LCS). PM Ismail Sabri Yakoob menekankan komitmen Malaysia terhadap Asia Tenggara sebagai Zona Perdamaian, Kebebasan, dan Netralitas (ZOPFAN) dan Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANFWZ), serta sikap Malaysia untuk tidak mengizinkan kapal bertenaga nuklir memasuki perairan teritorialnya. Malaysia dengan tegas mendorong negara-negara ASEAN untuk kompak dan memperkuat soliditas dalam menyikapi AUKUS.

Negara-negara Asia Tenggara yang masih berhati-hati atau bersikap netral dalam memberikan respons terhadap AUKUS yaitu Vietnam dan Thailand.

Vietnam

Juru Bicara Vietnam, Le Thi Thu Hang, menegaskan bahwa Vietnam akan berposisi netral terhadap AUKUS dan kapal selam Australia, serta selalu memantau perkembangan geopolitik di kawasan. Le Thi Thu Hang juga menyatakan secara terbuka bahwa semua negara harus bekerja menuju tujuan perdamaian, stabilitas, kerja sama, dan pembangunan yang sama di kawasan. Dalam pernyataannya, Le Thi Thu Hang menekankan bahwa energi nuklir yang digunakan untuk armada kapal selam baru Australia harus digunakan untuk tujuan damai, melayani pembangunan sosial-ekonomi, serta memastikan keselamatan bagi manusia dan lingkungan. 

Thailand

Thailand merespons pembentukan AUKUS dengan hati-hati dan tidak ingin mengambil posisi terkait AUKUS yang berisiko menyinggung Amerika Serikat atau China. Sepuluh hari setelah pembentukan AUKUS diumumkan, Perdana Menteri Thailand, Prayut Chan-o-Cha, menyampaikan pidato yang direkam sebelumnya di Perserikatan Bangsa-Bangsa di mana ia menjanjikan dukungan Thailand untuk Perjanjian Pelarangan Senjata Nuklir dan Perjanjian Non-Proliferasi Senjata Nuklir (NPT). Dengan mengacu pada dua perjanjian tersebut, muncul anggapan bahwa Thailand memiliki keraguan terhadap AUKUS.

Negara-negara Asia Tenggara yang belum memberikan respons secara resmi terhadap AUKUS yaitu Brunei Darussalam, Myanmar, dan Laos. Brunei Darussalam belum membicarakan atau mengadakan konsultasi informal terkait AUKUS. Sedangkan, Myanmar dan Laos telah abstain untuk mengomentari pembentukan AUKUS.

Berbagai respons yang diberikan negara-negara Asia Tenggara terhadap AUKUS membuat ASEAN menghadapi keraguan dari masyarakat global karena dianggap tercerai-berai dan tidak mampu mengambil tindakan nyata dalam memberikan respons yang mewakili semua anggotanya. Guna menjaga sentralitasnya, tindakan nyata ASEAN dalam menyikapi AUKUS dan menjaga soliditas dapat dimulai dengan mengambil sikap melalui pernyataan bersama ASEAN yang dilakukan secara kolektif. Sebagai organisasi regional di Asia Tenggara, ASEAN harus mampu menginisiasi terbentuknya rasa saling percaya antara negara anggota ASEAN, AUKUS, dan China melalui meja perundingan multilateral. Dengan menempuh jalur diplomatik, ASEAN diharapkan dapat mengurangi ketegangan di kawasan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun