Mohon tunggu...
M.G. Marola
M.G. Marola Mohon Tunggu... -

Peneliti sosek & pelayanan publik, praktisi properti

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

DP Nol, Papan Warga Jakarta

9 Maret 2017   16:08 Diperbarui: 9 Maret 2017   16:16 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Warga Jakarta yang belum punya rumah perlu bergembira jika ada kebijakan memiliki rumah dengan DP Nol rupiah.   Dalam jual beli rumah baru,   calon pembeli yang  terkendala dengan Uang Muka sangat banyak.  Sementara itu, secara umum   pembiayaan bank  hanya sekitar 70-80%  dari harga jual. Artinya, jika harganya  Rp 300 juta, berarti pembeli harus menyiapkan Uang Muka   setidaknya Rp 60-90 juta. Angka yang tidak kecil bagi warga kelas menegah bawah. Angka tersebut, belum termasuk biaya-biaya lain dalam alih kepemilikan hak properti. Dan tentu, warga jakarta yang tidak memiliki rumah baik (tapak ataupun susun),  juga kemungkinan besar tidak memiliki tabungan Rp 50 juta ke atas.

Jika kondisi tersebut dibiarkan, maka kita akan menjumpai begitu banyak warga Jakarta menjadi penyewa properti. Celakanya, pemilik properti itu adalah warga pendatang atapun warga non Jakarta yang memiliki modal cukup.  Kalau warga Jakarta hanya sebagai penyewa, maka secara tidak langsung menempatkan warga Jakarta menjadi warga kelas dua. Kelas satunya adalah pemilik properti sendiri. Bisa dibayangkan bahwa anak-cucu mereka juga boleh jadi tidak memiliki rumah sendiri dan menjadi penyewa. Lalu Jakarta milik siapa? Jawabnya milik penguasa aset properti di Jakarta.  Implikasinya,  suatu saat warga Jakarta akan terusir  dan terusik  sejalan dengan peningkatan harga sewa properti itu sendiri    

Saat ini, warga Jakarta yang   tengah dikerangka sebagai penyewa,   mungkin  tidak sadar bahwa di kemudian hari akan makin sulit memiliki aset-properti. Lebih celaka lagi bila yang mengkerangka warga sebagai penyewa adalah Pemerintah melalui suatu kebijakan. Padahal, pemerintah sendiri selalu meggaungkan kata Kedailan dan kesejahteraan Sosial.  Mungkin, kita perlu lagi  balik kebutuhan pokok  tiga serangkai  : PANGAN, SANDANG, DAN PAPAN.  Ketiga kata serangkai tersebut sudah pantas menjandi perhatian pemerintah.

Untuk pemenuhan papan bagi warga,   kebijakan terobosan  Pemerintah Pusat dalam  bentuk KPR Subsidi, Bunga 1%, dan Bantuan Uang Muka bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah, perlu diapresiasi.  Perlu pula diapresiasi,  adanya rencana   program tambahan dari Pemda  yang akan  memberi  Dana Talangan Uang Muka bagi warganya sampai senilai Uang Muka/DP yang dipersyaratkan oleh Bank.   Jadi, DP Nol  suatu keniscayaan. 

Sangat dimengerti jika DP Nol menjadi pro kontra, karena esensinya belum terjelaskan secara menyeluruh.  Dan tentunya kita perlu   membuka pikiran bahwa antara Nol Rupiah dan Nol Persen itu berbeda.  Kita percaya bahwa Gubernur BI dan juga MenPU-Pera hanya menangkap suatu kesan bahwa program DP Nol Persen sehingga menganggap tidak mungkin.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun