Mohon tunggu...
M.G. Marola
M.G. Marola Mohon Tunggu... -

Peneliti sosek & pelayanan publik, praktisi properti

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hulu Korupsi, DPR?

22 Juni 2011   16:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:16 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mungkin tidak berlebih jika ada anggapan bahwa "ladang" korupsi  bukan hanya birokrasi tapi juga legislatif.  Mengapa tidak, sudah begitu banyak anggota DPRD dan DPR, dihukum secara bersama-sama, dalam kasus tindak pidana korupsi.  Ketika mereka menjadi terperiksa/tertuduh, mereka ramai-ramai beralibi "azas praduga tidak bersalah dan pembunuhan karakter. Anehnya anggota DPR yang terperiksa dan terpidana selalu beranggapan sebagai intrik/permainan politik.

Dengan genggaman hak kontrol, seolah-olah, membuat mereka memata-matai birokrasi agar tidak salah dan tidak korup.  Dengan genggaman hak budgeting, seolah-olah, membuat mereka sangat tahu dan faham cara mengalokasikan anggaran negara secara efisien dan efektif.  Mungkin banyak kalangan yang terlena, bahwa anggota DPR meruapakan sosok yang bersih, cerdas, santun, dan bersahaja. Tapi, bagi saya dan banyak kalangan yang sering bergaul dengan mereka, hal itu sangat jauh. Dqan hal yang menarik adalah, mereka-mereka yang banyak tampil berpandangan dan berpendapat di berbagai media-malah menuduh anggota DPR linnya--juga memiliki kemewahan tiba-tiba.

Pertanyaan mendasar,   darimana sumber  kekayaan mendadak bagi anggota DPR, terutama yangtidak berlatar belakang pengusaha?  Bagaimana menjelaskan  mereka   tiba-tiba memiliki segudang proyek APBN?  Bagaimana  menjelaskan mereka tiba-tiba memiliki tanah yang diperoleh sebagai wakaf ? dan seterusnya? Apakah  para anggota DPR  sekarang ini berani dengan pembuktian terbalik?  Saya yakin, pasti tidak. Tapi, apakah mereka mau dikatakan bersih? Saya yakin,  pasti ya.

Mari  mencermati berbagai kasus. Miasalnya, Kasus Nazaruddin, adalah kasus mark up anggaran sehingga ada bagian yang bisa digunakan dalam proses suap-menyuap, dan lahir dari perselingkuhan pembahasan anggaran. Terlepas  Waode bersih atau tidak--tapi setidaknya mereka pernah melibatkan diri dalam lobi anggaran--, juga adalah bagian dari hak anggaran DPR yang menjelama menjadi kesewenang-wenangan dalam memperlakukan anggaran negara.  Kasus Cek perjalanan anggota DPR, diadakan, karena kekuasaan DPR menentukan pejabat BI.

Singkatnya, kekuaaan DPR yang begitu besar,   kondisi mereka yang tidak bersih, sangat mungkin mereka akan sangat aktif menentukan pejabat  yang bisa berselingkuh dengan mereka.

Terakhir, apakah semua anggota DPR kotor? Tentuk tidak, masih ada yang baik, cerdas, dan bersih secara personal.   Lembaga DPR sebagai lembaga yang mulia sudah seyogyanya kita harapkan  sebagai Hulu Pemberantasan Korupsi bukan Hulu Korupsi. Peninjauan kembali hak-hak DPR dan anggota DPR mungkin menjadi penting. Demikian pula, peninjauan ulang  mekanisme pembahasan anggaran akan menjadi penting dalam pencegahan permainan birokrasi-DPR dalam penetapan anggaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun