-
Saya seorang karyawati di sebuah perusahaan swasta nasional yang bergerak di bidang telekomunikasi dan digital. Saya berasal dari Bandung, tapi sudah hampir 3 tahun terakhir bertempat tinggal sementara dekat dengan lokasi kantor di Jakarta Selatan.
Di tengah merebaknya isu dan penyebaran virus Corona, tidak menghalangi rutinitas saya di akhir pekan untuk ke Bandung bertemu orangtua. Saya pulang pada Jumat,13 Maret 2020.
Tidak disangka-sangka saya terkena diare pada Sabtu. Senin pun belum mereda, sehingga saya perlu izin tidak masuk kantor hari itu. Saya tetap di Bandung hingga instruksi WFH disampaikan oleh direktur perusahaan yang diberlakukan mulai Selasa, 17 Maret 2020.
Menurut beberapa kawan, saya beruntung karena belum sempat kembali ke Jakarta. Saya bisa melaksanakan WFH bersama keluarga di rumah. Sedangkan teman sejawat yang berasal dari Bandung terisolasi di kost atau apartemen di Jakarta karena mereka takut membawa virus jika harus kembali lagi ke Bandung.
Sikap tersebut juga dilatarbelakangi imbauan pemerintah provinsi kepada warga Jakarta untuk tidak bepergian keluar daerah karena dikhawatirkan memicu penyebaran virus ke daerah-daerah lainnya. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan status penyebaran virus tertinggi hingga 463 kasus positif Covid-19 atau 58% dari populasi kasus di Indonesia, berdasarkan status terakhir tanggal 25 Maret 2020.
Saya memang merasa beruntung, tetapi di satu sisi saya memendam rasa takut. Ketakutan menghantui saya selama berada di Bandung, saya terus menghitung hari sambil rutin mengonsumsi vitamin, susu, jamu, dan minuman jahe.
Dibandingkan ketakutan jika seandainya saya terjangkit, saya lebih khawatir jika ternyata ketiga anggota keluarga saya lainnya di rumah terjangkit karena saya membawa virus dari Jakarta.
Terlebih, selagi di Jakarta saya sempat berinteraksi dengan kawan yang baru kembali dari Malaysia dan Jepang, meskipun saya bersyukur mereka dalam keadaan sehat sampai saat ini. Pasalnya, seseorang bisa saja tidak menunjukkan gejala sama sekali tetapi membawa virus dan menularkannya, ini disebut carrier.
Adik saya, ibu, ayah, kami di rumah saling meyakinkan diri bahwa tidak ada hal serius yang akan terjadi dan berkomitmen untuk mengisolasi diri, mengikuti imbauan pemerintah untuk tidak keluar rumah, kecuali pergi sesekali untuk keperluan darurat seperti membeli kebutuhan pokok di toko terdekat.
Saya memasang reminder di kalender ponsel pada 26 Maret 2020 "cek kondisi kesehatan orang rumah". Tanggal tersebut adalah hari ke-14 setelah saya meninggalkan Jakarta, saya ingin memastikan bahwa setelah masa inkubasi virus selama 14 hari tidak ada gejala yang terjadi. Namun sayangnya, pada 24 Maret 2020, saya pilek dan tenggorokan sakit.