Mohon tunggu...
Getha Dianari
Getha Dianari Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan Swasta

Tunggu sesaat lagi, saya akan menulis lagi.

Selanjutnya

Tutup

Gadget Pilihan

Saat Robot Bekerja dalam Pelayanan

20 Maret 2019   08:56 Diperbarui: 20 Maret 2019   09:26 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Self Check In (sumber gambar: esqnews.id)

Pada umumnya, self service menawarkan keuntungan pelayanan yang lebih cepat dan mudah dijangkau oleh pelanggan. Sedangkan bagi perusahaan, menghadirkan mesin-mesin self-service memungkinkan mereka untuk menggandakan value secara lebih luas kepada pelanggan berbasis biaya yang lebih hemat. 

Keuangan inklusif bagi perbankan adalah hal utama, dimana pelayanan dapat dijangkau lebih luas oleh masyarakat. Daripada berinvestasi besar untuk membangun bercabang-cabang bank, berinvestasi pada pengadaan ATM di berbagai sudut tempat keramaian akan jauh lebih efektif mencapai inklusifitas dengan biaya efisien.

Bagi perusahaan penyedia jasa layanan atau pengelola ruang-ruang publik, penyediaan fasilitas tunggu masih menjadi strategi penting. Nah, akan lebih menarik jika fasilitas tunggu tidak hanya menghadirkan keuntungan bagi pelanggan, tapi sekaligus bagi perusahaan. Daripada menyediakan sebuah dispanser kopi/teh dan berlusin-lusin gelas plastik, menyediakan vending machine lebih ergonomis dan malah mendatangkan keuntungan dari penjualan minuman bukan? Terlebih lagi, pelanggan mendapatkan nilai tambah dari pengalamannya memilih variasi minuman sesuai selera.

Sedangkan bicara soal hambatan, mesin rentan dengan kendala error. Sehingga meski perusahaan tidak berinvestasi pada perekrutan dan pengembangan manusia untuk mendampingi layanan pelanggan, mereka tetap harus berinvestasi pada pengembangan dan pemeliharaan akibat adanya faktor penyusutan mesin.

Selain itu, upaya shifting dari assisted menuju self service perlu juga disertai strategi-strategi jitu untuk merubah kultur pelanggan atau masyarakat Indonesia yang cenderung skeptis atau gagap teknologi (gaptek).

Juga bagaimana produsen dapat menjaga unsur eksklusifitas layanan sebuah mesin? Menurut Anda, manusia lebih senang dilayani atau melayani? Jika Anda menganut prinsip pelanggan adalah raja, maka Anda setuju jika manusia lebih senang dilayani. Kesan eksklusif pada pelayanan justru terletak pada pendampingan. Pelayan manusia mampu menangkap emosi dan memberikan sentuhan empati, ini adalah guarantee value yang belum sepenuhnya diakomodasi mesin. Interaksi antara manusia dengan mesin cenderung satu arah, sedangkan interaksi antara manusia dengan manusia bisa dua arah atau bahkan multidimensi karena terdapat unsur emosi. Oleh karena itu, pelayanan VIP dan complain sejauh ini tetap bersifat assisted, gunanya untuk menjaga nilai ekslusifitas dari pelayanan itu sendiri.

Bagaimana robot-robot yang terbuat dari baja dan rangkaian algoritma biner mampu bekerja dalam pelayanan sehangat dan sehumanis customer service? Saya kira inilah tantangan manajemen pelayanan dalam menyongsong era transformasi digital.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun