Pada artikel kali ini, saya akan bercerita tentang perjalanan singkat 3 hari 2 malam di Malaysia, Kamis-Sabtu lalu bersama rombongan teman-teman kantor. Barangkali review perjalan ini dapat membantu Anda yang sedang menyusun itinerary di Negeri Jiran tersebut.
Suasana Malam Bukit Bintang
Saya sampai di Kuala Lumpur International Airport menjelang maghrib. Menggunakan elf yang sudah di-booking online menuju Apartemen Fahrenheit Suites, berlokasi di Bukit Bintang, jantung kota dan pusat perbelanjaan di Kuala Lumpur.
Tak lama setelah sampai di apartemen, kami makan malam di Restoran Nasi Ayam Hainan Chee Meng. Rekan yang merekomendasikan restoran ini mengatakan selain enak, makanan disini halal dan pelayan-pelayannya berasal dari Jawa. Saya merekomendasikan Anda memilih menu nasi ayam hainan goreng, tomyam, dan ayam kung pao.
Menelusuri Puing Sejarah Kota Melaka
Esok harinya kami menggunakan jasa tour ke Melaka, salah satu negara bagian Malaysia yang ditempuh kurang lebih 2,5 jam dari Kuala Lumpur. Melaka dinobatkan sebagai Kota Warisan Dunia (World Heritage) oleh UNESCO. Gaya kota ini sarat pengaruh bangsa Portugis, Belanda, dan Britania Raya yang sempat menduduki kota ini pra kemerdekaan.
Berbeda dengan Kuala Lumpur, Melaka sangat jauh dari kesan modern. Lebih terlihat seperti kota tua, tak ramai penduduk, juga tak ditemui keramaian di pusat kota sekalipun. Hal menarik lainnya, mobil dan motor penduduk setempat yang berlalu lalang atau terparkir di kiri kanan jalan adalah keluaran lama alias kendaraan kuno. Untuk kalian yang suka ketenangan dan bergaya vintage, berjalan-jalan di Melaka sambil mempelajari tempat-tempat bersejarah di sini bisa menjadi pilihan tepat.
Destinasi-destinasi yang kami sambangi di Melaka antara lain Christ Church, Sungai Melaka, Museum Melaka, dan China Town
Setengah Hari Berkeliling Kuala Lumpur
Di hari terakhir, untuk mengisi waktu sebelum kembali ke Jakarta sore hari, kami menyempatkan half day tour berkeliling Kuala Lumpur. Destinasi kami adalah Istana Negara, Monumen Nasional, Masjid Negara, Dataran Merdeka, dan Petronas Twin Tower.
Selayang Pandang Budaya Malaysia
Perjalanan wisata biasanya dimanfaatkan untuk mempelajari keunikan budaya daerah/negara destinasi, selain berburu foto-foto cantik tentunya.
Konon, Malaysia dahulu kala merupakan salah satu wilayah kekuasaan Majapahit kuno sehingga pada masa itu seluruh rakyatnya patuh pada satu kerajaan dan menganut agama Hindu. Setelah kekuasaan Majapahit runtuh, layaknya Indonesia, Islam dibawa para saudagar Arab dalam perdagangannya ke negara ini dan kian meluas hingga saat ini tak kurang dari enam puluh persen masyarakat Malaysia menganut agama Islam. Sedangkan kerajaan (kesultanan) terbagi-bagi berdasarkan wilayah federasi. Namun demikian, kesultanan adalah urusan terpisah dari pemerintahan.
Sebagai negara demokrasi, Malaysia melaksanakan pemilu untuk perdana menteri setiap lima tahun. Sedangkan raja secara berotasi merupakan perwakilan dari tiap kesultanan wilayah federasi, diajukan setiap lima tahun melalui perundingan antar keluarga kerajaan.
Malaysia Truly Asia, Anda akan mengerti maksud slogan ini setelah melihat langsung penduduk, bahasa, dan kebudayaan yang lalang melintang di setiap sudut negara ini. Penduduk Malaysia adalah keturunan Melayu, Tionghoa, dan India. Bahasa dominan yang digunakan adalah Melayu dan Inggris (campur). Bahasa Melayu sendiri adalah bahasa pengantar pulau Sumatera dan Kalimantan yang satu rumpun dengan Malaysia.
Karena satu rumpun dengan Indonesia, rasanya wajar kalau penduduk Malaysia didominasi keturunan Melayu atau Tionghoa. Lantas kenapa orang-orang India juga mendominasi negara ini?
Komoditas Malaysia mulanya adalah karet, minyak bumi, dan timah. Anda pernah menonton film Barfi!? Orang-orang India terkenal akan pengelolaan tanaman karet, dari mulai tanam, panen, dan pengolahan getah. Jadi orang-orang India dahulu didatangkan atas tujuan itu hingga beranak-cucu. Namun sayangnya berangsur-angsur industri karet lenyap dan sekarang Malaysia menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas alternatif.
Barangkali karena penggusuran pekerjaan itu, keturunan India di Malaysia saat ini lebih mendominasi pekerjaan-pekerjaan seperti sopir transportasi, satpam, dan pelayan-pelayan. Sedangkan keturunan Tionghoa dikatakan sebagai penduduk paling tekun dan cukup superior secara materiil, mereka bisa ditemui dari mulai sektor bisnis kecil hingga besar.
Mengenai hiburan tanah air, alih-alih mengonsumsi karya dalam negeri, generasi muda Malaysia malah lebih menggemari musik-musik dan perfilman Indonesia atau Korea. Tak saya sangka, Korean Wave juga menyapu Malaysia (baca artikel: Drama Korea dalam Satu Dekade).
Selama di Malaysia, saya mendengar lagu Poco Poco diputar pada Odong-odong, Surat Cinta Untuk Starla dilantunkan pemain sexophone, dan Lagi Syantik dinyanyikan band jalanan. Sedangkan mall-mall memutar lagu-lagu K-Pop sebagai musik latar dan memajang poster boyband dimana-mana.
Sebagai warga Indonesia, saya bangga negara ini menyebar pengaruh besar terhadap kebudayaan negara lain. Tapi ada satu budaya yang seharusnya dipelajari semua masyarakat Indonesia dari Malaysia, yakni budaya disiplin menjaga kebersihan. Boleh jadi suku dan karya seni Indonesia lebih beragam dan kreatif dibanding Malaysia, tempat-tempat wisata Indonesia lebih banyak dan cantik dibanding Malaysia, tapi apa gunanya jika sampah selalu bisa ditemui dantara keindahan-keindahan itu? Karena nila setitik rusak susu sebelanga.
Have a nice trip!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H